Disinggung di muka bahwa di dalam mencipta novel sejarah, saya sering melakukan riset atau mengunjungi tempat-tempat bersejarah (petilasan), membaca buku-buku, menganalisa, serta mereinterpretasi sejarah yang selama ini diyakini sebagai fakta oleh masyarakat awam.
Melalui buku-buku sejarah, saya dapat memeroleh data sejarah yang bersumber dari berbagai teori para sejarawan. Dari sana, saya dapat membandingkan antara teori satu dengan teori lainnya. Kemudian, saya melakukan analisis lebih jauh tentang teori sejarah dari para sejarawan yang paling mendekati suatu fakta.
Apa yang saya uraikan ini lebih tepatnya sebagai proses pra penciptaan novel sejarah. Sedangkan proses sewaktu penciptaan novel sejarah, saya tidak pernah menulis sinopsis. Mengingat alur cerita telah terekam di dalam memori. Karenanya dalam mencipta novel sejarah, saya menggunakan prinsip "mengalir saja". Kenapa demikian? Karena, banyak hal tak terduga yang akan memberikan wow effect dalam novel tersebut dapat ditemukan.
Sungguhpun demikian, saya selalu melakukan revisi berulang kali sesudah novel sejarah itu digarap. Melalui revisi, novel sejarah yang saya cipta akan memiliki alur lebih dinamis dan gaya penceritaan lebih dahsyat. Itulah gunanya melalukan revisi sesudah novel sejarah dirampungkan. Melelahkan memang, sebagaimana membikin judul. Namun langkah itu harus dilakukan. Demi terwujudnya novel sejarah yang layak baca dan pantas diapresiasi publik.
Dari Novel Satu ke Novel Lain
Dalam pra penciptaan novel sejarah dengan judul (kisah) berbeda tentu memiliki proses kreatif yang berbeda pula. Karenanya, tempat-tempat bersejarah yang saya kunjungi serta buku-buku sejarah yang saya baca juga berbeda. Sungguhpun demikian, proses kreatif dalam pra penciptaan novel sejarah dengan judul (kisah) yang berbeda tetap memiliki prinsip sama yakni menempuh kedua proses itu.
Sebagai gelandangan yang memahami bahwa lingkungan makam harus memberi kenyamanan bagi peziarah atau wisatawan, saya mengikuti perintah juru kunci itu untuk meninggalkan makam. Bukannya pergi dari lingkungan makam itu, tapi melanjutkan tidur sampai sore di area luar benteng makam. Tepatnya, di bangsal depan dekat ruang parkir di bawah naungan pohon Beringin tua (Ringin Sepuh) yang rimbun daunnya.
Selanjutnya sewaktu akan mencipta novel Zaman Gemblung (novel biografi R.Ng. Ranggawarsita III) yang kemudian diterbitkan Diva Press pada tahun 2011, saya yang disertai R. Toto Sugiharto bertemu dengan seorang juru kunci makam R.Ng. Ranggawarsita III (Palar, Trucuk, Klaten, Jawa Tengah), yang "maaf" belum tahu silsilah sang pujangga.