Hubungan antara manusia atau sang pemberi pujian (hanacaraka) dan Tuhan atau penerima pujian (datasawala) bila telah mencapai kualitasnya maka akan tercipta padhajayanya. Artinya antara pemberi pujian dan yang dipuji sama-sama teguhnya. Dengan demikian, pujian tersebut bukan sekadar pelafalan yang berhenti di ujung lidah namun mampu merembes ke dasar hati hingga menjadi sir yang sejati (magabathanga).
Manikmaya, pencapaian manusia tertinggi
Di lingkungan kaum spiritual Jawa, Manikmaya sering dimaknai dengan awang-uwung. Alam paripurna yang dilambangkan dengan angka 0 (nol). Sekalipun demikian, alam paripurna tidak berarti kosong. Melainkan ada yang tiada atau tiada yang ada.
Bagi manusia yang dapat mencapai tataran Manikmaya (Sang Hyang Manikmaya) bisa dikatakan sebagai manusia sempurna. Manusia yang dapat bersatu dengan Tuhannya. Sebagaimana sastra yang telah berhasil menyatu dengan bunyi gendhingnya. Sebagaimana aksara Jawa yang telah mencapai pada tataran terpuncak yakni magabathanga. Keheningan abadi.
-Sri Wintala Achmad-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H