Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Perang Suksesi Jawa III hingga Perjanjian Giyanti dan Salatiga

27 Maret 2018   08:32 Diperbarui: 27 Maret 2018   09:20 2064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://history1978.wordpress.com

Perang Suksesi Jawa III yang berkepanjangan hingga berdampak pada kerugian Kumpeni di bidang perdagangan, Gubernur Jenderal Jacob Mossel (pengganti Jenderal van Inhoff) di Betawi ingin menyelidiki penyebab terjadinya perang tersebut. Sesudah mengetahui melalui Seh Ibrahim (Tuan Sarif Besar) dari Turki bahwa perang tersebut akibat kebijakan Sri Susuhunan Pakubuwana II yang mendapat anjuran Baron van Hohendorff atas pengurangan tanah seluas 3.000 cacah hingga satu nambang milik Pangeran Mangkubumi, maka Jacob Mossel segera mengambil tindakan taktis. Melakukan pendekatan perdamaian dengan Pangeran Mangkubumi.

Perjanjian Giyanti    

SESUDAH Kumpeni di bawah kepemimpinan Gubernur Jenderal Jacob Mossel melakukan perdamaian dengan Pangeran Mangkubumi, Perjanjian Giyanti yang berujung pada Palihan Nagari (pembagian wilayah tanah Jawa menjadi 2 bagian yakni Surakarta dan Yogyakarta) itu terealisasi.

Akibat terealisasinya perdamaian antara Kumpeni dan Pangeran Mangkubumi bukan hanya melahirkan Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755), namun pula dipecatnya Jenderal Baron van Hohendorff yang kemudian digantikan Nicolas Hartings serta semakin menyempitnya ruang gerak perjuangan Pangeran Mangkunagara.

https://history1978.wordpress.com
https://history1978.wordpress.com
Di satu sisi, Perjanjian Giyanti sangat merugian Pangeran Mangkunagara dan Sri Susuhunan Pakubuwana III yang harus melepaskan separoh wilayah Surakarta. Dianggap merugikan karena Sri Susuhunan Pakubuwana tinggal menguasai separoh wilayah Surakarta yang meliputi: Negara Agung (sekitar negara/kota), Kabupaten Jagaraga (Ngawi), Pranaraga (Parnaraga), separoh Pacitan, Kadiri, Blitar, Srengat, Lodaya, Pace (Nganjuk), Wirasaba (Mojoagung), Blora, Banyumas, dan Kaduwang.

Di sisi lain, Perjanjian Giyanti sangat menguntungkan bagi Kumpeni di bidang perdagangan. Perjanjian Giyanti pula menguntungkan bagi Pangeran Mangkubumi yang mendapat separoh wilayah Surakarta yang meliputi: Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat atau Negari Agung (sekitar negara/kota), Madiun, Magetan, Caruban, separoh Pacitan, Kertasana, Kalangbret, Ngrawa, Japan (Majakerta), Jipang (Bojanegara), Keras (Ngawi), Selawarung (Wanagiri), dan Grobogan (Jawa Tengah).

Manakala mendapatkan wilayah kekuasaan yang merupakan hasil Perjanjian Giyanti tersebut, Pangeran Mangkubumi dinobatkan menjadi raja di Kesultanan Yogyakarta yang bergelar Sri Sultan Hamengkubuwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurrahman Sayidin Panatagama Kalifattullah.

Lantas seperti apa pasal-pasal di dalam Perjanjian Giyanti yang mendapat persetujuan dari Sunan Pakubuwana III pada 13 Februari 1755 tersebut? Berikut kutipan pasal-pasal di dalam Perjanjian Giyanti sebagaimana yang dikemukaan oleh Soedarisman Poerwokoesoemo:

Pasal 1

Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan Hamengkubuwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurrahman Sayidin Panatagama Kalifattullah atas separoh dari Kerajaan Mataram, yang diberikan kepadanya dengan hak turun temurun pada warisnya, dalam hal ini Pangeran Adipati Anom Bendara Raden Mas Sundara.\

Pasal 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun