Menyaksikan perut kambing betinanya yang benar-benar telah mengembang, Ismail bahagia bukan kepalang. Dalam kegirangan hati yang tak terlukiskan itu, Ismail kian yakin bahwa memberi satu akan mendapatkan dua. Namun karena rasa sukanya yang berlebihan itu, Ismail lupa bersyukur. Sebagaimana yang diperintahkan oleh lelaki tua berparas malaikat dari surga itu.
***
IDUL Adha tiba. Sesudah sholat 'id, orang-orang berkumpul di halaman masjid kampung Ngudiluhur. Sembari melafalkan takbir, Abah Ngali dan seluruh pengurus ta'mir masjid menyaksikan penyembelihan hewan-hewan korban. Tidak hanya sapi milik Haji Busra Zailani; kambing milik Miftah Khusurur, Ahmad Muhaimin, Misbah Harun, Hasan Sulthoni, Marwah Bashori; namun pula kambing jantan milik Ismail yang berbulu putih seperti kapas, tambun, gagah dan perkasa.
Malam hari. Ismail yang sesiang turut membagi-bagikan daging korban pada orang-orang papa di kampung Ngudiluhur itu tertidur lelap. Sewaktu bangun pagi, Ismail terkejut saat menyaksikan kambing betinanya yang tengah hamil itu tidak tampak di kandang. Sesudah meyakini bahwa kambing betinanya dicuri seorang yang belum terlacak jejaknya oleh polisi, Ismail protes kepada Tuhan. "Tuhan tidak adil! Kenapa telah aku berikan satu, Kau minta semuanya?"
Mendengar perkataan yang tidak sepantasnya diucapkan oleh Ismail itu, ibunya hanya bilang, "Sabar! Sabar! Sabar, Nak! Menjadilah anak berjiwa samudera!" Sementara Abah Ngali yang menjabat sebagai bendahara ta'mir masjid di kampung Ngudiluhur itu hanya terdiam di balik ngilu hatinya. Saat mengingat bahwa kambing milik Ismail yang semula dibeli Abah Ngali dari pasar hewan itu dengan hasil korupsi kas masjid. Hari dengan matahari jingga yang mengambang di bentang langit biru itu sontak tampak gelap.
-Sri Wintala Achmad-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H