PERSOALAN klise saat menjelang atau selama Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) adalah melonjaknya harga barang kebutuhan pokok di pasaran. Pelonjakan harga yang terkesan diskenario oleh para oknum di dalam pendistribusian barang kebutuhan pokok tersebut mengakibatkan banyak anggota masyarakat kelimpungan.
Terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah, persoalan mengenai melonjaknya harga barang kebutuhan pokok akan menjadi petaka ketika merayakan HBKN. Mengingat banyak di antara mereka yang terpaksa mengatasi masalah dengan masalah berlipat seperti menggadaikan barang berharga di pegadaian, menggadaikan Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BKKB), atau hutang pada bank pasar (bank plecit) dengan bunga yang mencekik leher.
Melonjaknya harga barang kebutuhan pokok semisal beras, daging, telor, minyak goreng, gula pasir, dll yang dijual di pasar hingga di warung-warung kecil tersebut tidak dapat dilepaskan dari pihak distributor barang kebutuhan pokok yang ingin memancing di air keruh, memanfaatkan kesempatan di dalam kesempitan. Mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya dengan mengorbankan kepentingan primer masyarakat kecil.
Selain persoalan tersebut, melonjaknya harga barang kebutuhan pokok pula sering mengakibatlan munculnya beberapa jenis barang dengan harga relatif murah di pasaran, namun sudah kedaluwarsa sehingga tidak layak dikonsumsi masyarakat. Realitas buruk inilah yang kemudian memberikan citra buruk mengenai ketidakberesan perdagangan di dalam negeri di saat ambang atau selama HBKN.
Antisipasi Pemerintah
MUNCULNYA kasus mengenai pelonjakan harga barang kebutuhan pokok di pasaran tersebut memicu perhatian Pemerintah Pusat. Sehingga Peremerintah Pusat melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang bersinergi dengan Pemerintah Daerah (Pemda) mengambil langkah-langkah antisipatif terhadap munculnya kasus tersebut.
Perihal upaya Pemerintah Pusat untuk menjaga stabilitas harga barang kebutuhan pokok agar tidak menimbulkan masalah besar bagi masyarakat, yakni: pertama. mengidentifikasi ketersediaan pasokan barang kebutuhan pokok dan memantau harga barang secara nasional. Â
Kedua, mengidentifikasi kesiapan instansi dan pelaku usaha untuk menghindari kekurangan stok atau gangguan distribusi bahan pokok. Sementara terakhir, meningkatkan pengawasan terhadap bahan pokok yang beredar di pasaran agar masyarakat terhindar dari barang kedaluwarsa, impor, atau selundupan yang tidak aman dikonsumsi.
Langkah-langkah antisipatif yang ditempuh Pemerintah Pusat sejatinya mampu mengatasi kasus melonjaknya harga barang kebutuhan pokok. Akan tetapi, realitasnya masih terdapat praktik dari para oknum yang memerlambat pendistribusian barang kebutuhan pokok di pasaran. Demkian pula, munculnya beberapa jenis barang berkualitas rendah dengan harga terjangkau oleh kocek masyarkat kecil.
Fakta di muka menunjukkan bahwa sebagian distributor barang kebutuhan pokok cenderung sebagai budak ekonomi yang berorientasi pada keuntungan finansial semata, dan bukan sebagai insan sosial yang peduli pada kebutuhan primer masyarakat berpenghasilan rendah.
Hukum dan Pancasila
TERPELIHARANYA mentalitas buruk dari para oknum di dalam pendistribusian barang kebutuhan pokok dikarenakan langkah-langkah antisipati dari Pemerintah Pusat tidak disertai sanksi hukum. Di mana mereka yang sejatinya sebagai penjahat di dunia perdagangan tidak pernah ditindak tegas, sekalipun sering melakukan kejahatan di dunia perdagangan. Karenanya, Pemerintah Pusat harus memberikan sanksi hukum yang tegas kepada mereka. Sehingga kasus pelonjakan harga barang kebutuhan pokok dan beredarnya barang berkualitas rendah di pasaran tidak terjadi.
Langkah lain dari Pemerintah Pusat yang harus mendapat dukungan di dalam menjaga stabilitas harga barang kebutuhan pokok yakni menciptakan spirit perdagangan berbasis ideologi Pancasila. Suatu perdagangan yang senantiasa berorientasi pada Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, serta Keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Suatu perdagangan yang tidak berpotensi menimbulkan kecemburuan serta kesenjangan sosial.
Namun spirit perdagangan berbasis idelologi Pancasila tersebut bisa dicapai apabila seluruh penduduk Indonesia tanpa membedakan suku, agama, ras, kelas, dan jabatan tersebut berjiwa pancasilais. Kalau spirit perdagangan tersebut hanya berhenti sebagai gagasan dan teori, maka kasus melonjaknya harga barang kebutuhan pokok di pasaran tetap abadi.
Hal terakhir yang perlu ditandaskan bahwa stabilitas harga barang kebutuhan pokok bukan sekadar menjadi tanggungjawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, namun pula tergantung bagaimana pemerintah memberikan kesadaran dan tindakan tegas kepada para oknum. Mengingat mereka sebagai pihak yang seharusnya bertanggungjawab atas melonjaknya harga barang. Sehingga masyarakat kecil sebagai pihak yang setiap ambang dan selama HBKN senantiasa menjadi tumbal. Â
-Sri Wintala Achmad-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H