Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hari Air Sedunia dalam Sajak-sajak Sri Wintala Achmad

22 Maret 2018   08:07 Diperbarui: 22 Maret 2018   09:07 1186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gambar: kompasiana.com/achmadeswa)

Amsal Air

(sumber gambar: kompasiana.com/achmadeswa)
(sumber gambar: kompasiana.com/achmadeswa)
Sesudah kita saling melambaikan tangan

: Tanda selamat jalan

Sebagaimana kau, Galuh

Aku air yang mengalir dari puncak pagi

Untuk kembali menerjemahkan bahasa batu

Dan kurva sungai, hingga matahari

Mencadaskan segala derita yang

Musti kita panggul menuju lembah malam

Di mana, Tuhan akan memenuhi serangkai bintang

Yang dijanjikan sebelum tiba waktu istirah

 

Amasal Sungai

(sumber gambar: steemkr.com/life/@muhammadfarhanza)
(sumber gambar: steemkr.com/life/@muhammadfarhanza)
Sungai mengirimkan sampah peradaban

Kepada muara sebagai tuhannya

Sementara aku: penyair yang

Senantiasa menginstalasikannya

Sebentuk puisi, hingga

Senasib para penyair lainnya yang

Berakhir terbentur di ruang-ruang paling sudut

: Dahaga bunuh diri lapar harakiri

 

Sengir, Kokap Pagi Hari

(sumber gambar: skpm.ipb.ac.id)
(sumber gambar: skpm.ipb.ac.id)
Batu-batu di sungai: bahasa seharinya

Merekah seperti lotus yang

Hening di gelisah air mengalir

Kemilau di naungan matahari

 

Ular dan serangga sebagai sahabatnya

Di dalam menerjemahkan waktu

Ke ruang perhelatan tanah liat, hingga

Peluh menjadi butiran embun musim kemarau

 

Sepanjang jalan rumput membiru

Hangat dibuai angin yang turun dari puncak bukit

Menawarkan aroma napas hidupnya yang

Membuat kita enggan untuk segera pulang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun