Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kota Setan

21 Maret 2018   13:46 Diperbarui: 21 Maret 2018   14:03 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kau dapat merasakan nikmatnya cahaya itu?"

"Ya."

"Kau dapat menguraikan cahaya itu ke dalam kata-kata?"

"Tidak."

Di luar dinding penjara, kilat seperti kuas yang menggores kanvas langit malam. Bersama datangnya kilat itu, Sang Kekasih lenyap tersapu waktu. Nurani mencari-cari. Tidak ada. Tetapi, ia merasakan Sang Kekasih sudah bertahta di dalam tubuh Nurani. Dan, tubuhnya sudah berada di dalam kuasa tubuh Sang Kekasih.

Pagi hari. Ketika kawan satu selnya membangunkan, Nurani heran. Karena pintu selnya terbuka. Demikian, pintu-pintu sel lainnya. Lebih heran lagi. Sesampai di luar; ia, kawan seselnya, dan ribuan napi tidak melihat seorang pun sipir, robot, dan warga kota yang aneh. Kecuali mobil-mobil, pasar-pasar, kantor-kantor, hotel-hotel, gedung-gedung, dan lokalisasi-lokalisasi yang hancur terbakar dan masih mengepulkan asap pekat.

"Kota ini mirip neraka."

"Lihat!" pinta kawan selnya kepada Nurani. "Seekor kekupu bersayap baja terbang menuju matahari."

Nurani tersenyum lega. Karena kepompong yang pernah dijumpainya di taman kota telah menetas dan dewasa. Bersama kawan seselnya dan seluruh napi, ia bernyanyi di bawah bentangan langit biru.

-Sri Wintala Achmad-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun