JAUH menjelang PILPRES (Pemilihan Presiden) di Indonesia, wacana Ratu Adil selalu mengemuka di lingkup masyarakat. Sebagian masyarakat yang pesimistik bilang, Ratu Adil hanya mitos dan tidak pernah ada di dunia nyata. Mengingat sejak era Medang periode Jawa Tengah hingga paska Kemerdekaan RI, tidak ada raja (pemimpin negara) sesempurna Ratu Adil bayangan mereka. Namun sebagian masyarakat lain yang optimistik memercayai bahwa Ratu Adil akan muncul di bumi nusantara. Dialah pemimpin yang memiliki sifat adil dan bijaksana. Tidak mengutamakan kepentingan pribadi, keluarga, dan kelompoknya; melainkan selalu mendahulukan kepentingan seluruh rakyatnya.
Di lingkup masyarakat Jawa, wacana Ratu Adil bukan sekadar berakar dari keyakinan tanpa dasar. Pengertian lain, wacana tersebut bersumber dari beberapa karya sastra lama yang menyebutkan tentang bakal hadirnya sosok Ratu Adil. Beberapa karya sastra lawas yang mereka jadikan sumber, antara lain: Wangsit Siliwangi, Serat Musarar Jayabaya, Serat Sabdapalon, dan Serat Darmagandul. Di samping itu, R.Ng. Ranggawarsita III pula menyinggung tentang bakal hadirnya Ratu Adil yang memiliki julukan lain Sinatriya Pandhita Sinisihan Wahyu. Ksatria berjiwa brahmana yang mendapatkan pentunjuk Tuhan.
Wangsit Siliwangi
TIDAK ada sumber terpercaya yang menyebutkan siapa penulis dan tahun penulisan Wangsit Siliwangi. Sekalipun demikian, karya sastra lawas berbahasa Sunda itu sangat menarik bila digunakan sebagai acuan untuk memrediksi kapan datangnya Ratu Adil. Bahkan melalui karya sastra tersebut, kita akan mengetahui perihal ciri-ciri Ratu Adil dan tempat kemunculannya.
Menurut Wangsit Siliwangi, kemunculan Ratu Adil yang dikiaskan sebagai Budak Angon (Penggembala) akan ditandai dengan timbulnya huru-hara, bencana alam, perebutan tanah, dan kemunculan pemimpin gendut. Berikut adalah kutipan Wangsit Siliwangi yang menjelaskan tanda-tanda kemunculan Ratu Adil:
Engk, mun geus tmbong budak angon! Ti dinya loba nu ribut, ti dapur laju salembur, ti lembur jadi sanagara! Nu barodo jaradi glo marantuan nu garelut, dikokolotan ku budak buncireung! Matakna garelut? Marebutkeun warisan.[1]Â
Bila merujuk pada tanda-tanda yang diungkapkan dari potongan Wangsit Siliwangi di muka, maka kemunculan Ratu Adil yang tidak disebutkan pasti kapan tahunnya itu sudah dekat. Mengingat peristiwa hura-hara; bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir, kebakaran, dll; perebutan lahan; dan kemunculan para pemimpin rakus sudah tampak di depan mata di era Kalabendu ini. Era yang diwarnai dengan berbagai macam prahara hingga membawa kesengsaraan seluruh rakyat Indonesia.
Wangsit Siliwangi pula menandaskan, bahwa kemunculan Ratu Adil bakal ditandai dengan meletusnya Gunung Gede (Gunung Agung) yang diikuti tujuh gunung berapi. Namun tidak disebutkan di dalam karya itu, tentang gunung mana saja yang akan meletus sebagai tanda penyambutan atas kehadiran Ratu Kidul. Apakah salah satu dari gunung-gunung itu adalah Gunung Kelud, gunung di kawasan Kabupaten Kediri yang meletus saat kelahiran Hayam Wuruk (raja besar Majapahit) pada tahun 1334, dan meletus kembali saat kelahiran Soekarno pada tahun 1901? Wangsit Siliwangi tidak menyebutkan. Sekalipun, realita yang terjadi seolah-olah bisa dibenarkan menurut persepsi ilmu titen.
Disebutkan di muka. Selain tanda-tanda kemunculan Ratu Adil, Wangsit Siliwangi pula menjelaskan tentang ciri-ciri dan tempat kemunculannya. Salah satu ciri Ratu Adil yang sekilas disinggung di muka dikiaskan sebagai Budak Angon. Namun ia tidak menggembalakan kerbau, sapi, atau kambing; melainkan daun kering dan potongan pohon. Artinya, Ratu Adil akan memerbaiki keadaan negeri yang telah gersang karena hasil buminya telah digerogoti hama negara.
Selain  itu, Budak Angon yang diungkapkan oleh Wangsit Siliwangiberkawan dengan Budak Janggotan (pemuda berjanggut) tersebut bakal memerbarui segala sektor di dalam negeri dengan berpijak pada kearifan-kearifan timur. Karenanya banyak orang bilang, ajaran-ajaran para leluhur yang sekian ratus tahun terkubur akan digali kembali oleh Budak Angon guna menciptakan Indonesia Baru.
Lebih jauh Wangsit Siliwangi mengungkapkan bahwa Budak Angon yang berumah tinggal di belakang sungai dengan pintu setinggi batu dan tertutupi pohon handeuleum dan hanjuang bakal muncul di Lebak Cawene. Suatu lembah berbentuk cawan yang berada di seputar Gunung Perahu, Semarang.
Serat Musarar Jayabaya
TERDAPAT sumber yang mengatakan bahwa Serat Musarar Jayabaya digubah oleh Pangeran Wijil I (Pangeran Kadilangu II) pada sekitar tahun 1666-1668. Karya sastra yang menceritakan tentang Jangka Jayabaya (prediksi Prabu Jayabaya dari Kadiri) tersebut pula mengungkapkan perihal bakal datangnya Ratu Adil yang disertai dengan ciri-ciri dan tempat kemunculannya.
Banyak ciri yang melekat pada Ratu Adil. Menurut Serat Musarar Jayabaya, Ratu Adil yang dilambangkan sebagai putra Sang Hyang Bathara Indra itu berparas Kresna, berjiwa Baladewa, bergelar perwira perang, dan berpusaka trisula weda. Artinya, Ratu Adil yang bakal datang dengan membawa air kehidupan itu selalu pro aktif untuk hamemayu hayuning bawana (menjaga perdamaian dunia atau keselamatan alam) dengan berdasarkan kejujuran, spirit untuk membela kebenaran (membasmi angkara murka), serta selalu meletakan tiga pedoman utama -- ilmu, amal (karya nyata), dan iman pada Tuhan -- di dalam melaksanakan tugasnya sebagai abdi rakyat. Dus, Ratu Adil bukan sosok pemimpin yang suka disembah rakyat, melainkan selalu menyembah rakyat.
Lain dengan Wangsit Siliwangi yang menyebutkan bahwa Ratu Adil sang Budak Angon berkawan dengan Budak Janggotan, lain pula dengan Serat Musarar Jayabaya yang menyatakan bahwa Ratu Adil diasuh oleh Sabdapalon (sabda kang dipaelu/sabda yang dijadikan pedoman). Artinya, selama mengemban amanat rakyat sebagai pemimpin, Ratu Adil selalu berpedoman pada petunjuk-petunjuk sejati yang datang dari Tuhan.
Sebagaimana Wangsit Siliwangi, Serat Musarar Jayabaya pula menyebutkan bahwa Ratu Adil bakal muncul di seputar Gunung Perahu. Namun Serat Musarar Jayabaya tidak menyebutkan, bahwa kemunculan Ratu Adil di Lebak Cawene sebagaimana disebutkan oleh Wangsit Siliwangi, melainkan di sebelah barat tempuran. Sebuah titik pertemuan dari dua sungai.
Oleh sebagian pihak, ungkapan Ratu Adil yang akan muncul di sebelah barat tempuran tersebut tidak dimaknai secara harfiah. Pengertian esensial, bahwa Ratu Adil akan muncul manakala kedua kelompok yakni antara para pemimpin dan seluruh rakyat (Indonesia) yang dilukiskan dengan dua sungai berseberangan itu dapat bersatu ke dalam kesatuan (tempuran). Bila tidak, maka keadilan sekadar ucapan indah di ujung lidah.
Serat Sabdapalon
DISEBUTKAN oleh Serat Musarar Jayabaya bahwa kemunculan Ratu Adil akan disertai Sabdapalon. Sementara, Serat Sabdapalon menyebutkan bahwa Sabdaplon yang disebutkan dalam Serat Darmagandul lenyap di hadapan Prabu Brawijaya dan Sunan Kalijaga di Banyuwangi itu bakal muncul kembali ketika Gunung Merapi meletus dengan aliran lahar ke arah barat daya. Dengan demikian disimpulkan, kemunculan Ratu Adil akan ditandai dengan meletusnya Gunung Merapi. Â
Tidak hanya meletusnya Gunung Merapi yang bakal menandai datangnya Ratu Adil, melainkan pula berbagai macam bencana. Mengingat Serat Sabdapalon menyebutkan bahwa kehadiran Sabdapalon yang bakal menyertai Ratu Adil akan didahului dengan berbagai bencana, seperti: banjir bandang yang diakibatkan oleh kerusakan hutan serta hujan salah musim, puting beliung, gempa bumi tujuh kali sehari, dan banyak orang sakit akibat bencana yang terjadi.
Di samping berbagai rupa bencana, terdapat berbagai persoalan yang bakal menyengsarakan kehidupan rakyat sebelum kemunculan Ratu Adil dan Sabdapalon. Berbagai persoalan yang dicatat dalam Serat Sabdapalontersebut, antara lain: Â banyak pemimpin yang hanyut terbawa arus zaman gemblung, para pekerja merasa hasilnya tidak mencukupi karena harga mahal dan pendapatan sangat kecil, banyak pedagang dan petani menderita kerugian, tanah semakin tidak subur, manusia mengalami dekadensi moral, banyak pencurian dan praktik kejahatan lainnya, dll.
R.Ng. Ranggawarsita III
R.NG. RANGGAWARSITA III (Bagus Burhan) merupakan salah seorang pujangga yang lahir di Surakarta pada hari Senin 15 Maret 1802 dan meninggal pada 24 Desember 1873. Sebagaimana Yasadipura II (Ranggawarsita I) kakeknya, Ranggawarsita III banyak melahirkan karya sastra, seperti: Pustaka Purwa, Serat Jaka Lodhang, Serat Sabda Tama, Serat Sabdajati, Serat Cemporet, Wirid Hidayat Jati, Suluk Jiwa, Serat Pamoring Kawula Gusti, Suluk Lukma Lelana, Suluk Supanala, Serat Paramayoga, dan Serat Kalatidha.
Sebagai seorang pujangga, Ranggawarsita III menyinggung tentang Ratu Adil yang diistilahkan sebagai Satriya Piningit Sinisihan Wahyu. Seorang ksatria yang dirahasiakan zaman, namun kemunculannya bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat dikarenakan memiliki Wahyu Keprabon. Pengertian lain, sang ksatria bakal menjadi seorang pemimpin negara tanpa melalui rekayasa politis, melainkan sudah menjadi kehendak Tuhan. Sehingga tidak seorang pun dapat merintanginya.
Kiranya Ranggawarsita pun sepakat, bahwa kemunculan Ratu Adil yang bakal membawa kesejahteraan rakyat semenjak tahun 2025 (pandhawa mulat sirnaning pengantin) niscaya didahului dengan era Kalatidha dan Kalabendu. Era yang ditandai oleh tiga perkara yang saling berkaitan, yakni: jago tarung neng kurungan (ayam jago bertarung di dalam kurungan), dhalang ngungkurke kelir (dalang membelakangi layar), sing nonton padha nangis (yang menyaksikan semua menangis).
Artinya sebelum kemunculan Ratu Adil, akan timbul banyak peristiwa perselisihan (pertikaian) sesama anggota di dalam satu komunitas, lingkungan, wilayah, atau negara. Hingga banyak peristiwa perselisihan yang muncul di permukaan dan tidak diketahui siapa dalangnya itu mampu memicu penderitaan rakyat. Mengoyak spirit persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Era Kalatidha dan Kalabendu yang menandai bakal munculnya Ratu Adil itu niscaya tiba. Karenanya, Ranggawarsita berpesan melalui Serat Kalatidha agar setiap insan untuk selalu elinglan waspada (ingat dan waspada). Ingat kepada Tuhan yang selalu memberikan secercah sinar di balik kegelapan. Waspada terhadap segala peristiwa yang terjadi. Jangan mudah percaya bahwa setiap yang berwarna kuning adalah emas murni! Jangan mudah percaya bahwa setiap pujian datang dari hati. Mengingat banyak pujian menjadi racun di dalam cangkir susu. Untuk itu, mengalirlah pada arus zaman gemblung dengan arif. Mengalir tanpa menghanyutkan diri, hingga tenggelam dan hancur berantakan.
Sekadar Catatan AkhirÂ
MENGACU dari berbagai sumber karya sastra lawas dan pemikiran Ranggawarsita di muka, sebagian besar masyarakat meyakini akan datangnya sosok Ratu Adil. Sekalipun banyak orang yang cenderung berpikiran rasional berpendapat bahwa Ratu Adil tidak mengacu pada sosok manusia, melainkan keadilan itu sendiri yang bakal terealisasi jika para tokoh elite Indonesia baik yang duduk di lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif senantiasa menerapkan azas-azas keadilan. Azas-azas yang bakal membawa kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Betapa keyakinan masyarakat terhadap bakal munculnya sosok Ratu Adil tidak dapat disalahkan. Mengingat keyakinan yang ditanam di dalam jiwa mereka itu dapat dijadikan bekal untuk selalu survive dan tidak mudah putus asa, manakala nasib buruk di era Kalatidha dan Kalabendu terasa semakin menjerat leher. Itulah kelebihan masyarakat yang dapat menghibur diri dengan harapan besar. Harapan bakal datangnya sosok Ratu Adil di balik peristiwa bencana demi bencana, yang serasa belum tampak di mana titik muaranya! [Sri Wintala Achmad]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H