Sehingga Baladewa yang kemudian dikenal dengan nama Wasi Jaladara itu muncul tatkala Parikesit (putra Abimanyu dan Dewi Utari) menjabat sebagai Raja Hastinapura. Namun terdapat sumber yang mengatakan, bahwa Baladewa muncul menjelang akhir perang Baratayuda. Pada saat itu, Baladewa menjadi juri atas perang tanding kedua muridnya, yakni: Bima dan Doryudana.
Sekalipun dikenal memiliki sifat emosional, namun Baladewa yang dikenal dengan nama Balarama (pengikut ajaran Rama Wijaya sesudah mendapatkan pusaka Mahkotarama) memiliki sifat tegas dan jujur. Disamping itu, Baladewa memiliki kesaktian luar biasa sehingga ditakuti oleh musuh-musuhnya.
Karna
Karna merupakan putra Kunti Nalibrata yang lahir dari benih Sang Hyang Bathara Surya. Sekalipun Karna merupakan kakak sekandung dari Puntadewa, Bima, dan Arjuna; namun tidak memiliki jalinan fisik yang dekat dengan saudara-saudaranya. Hal ini dikarenakan sewaktu bayi merah, Karna yang bernama kecil Suryatmaja (putra Surya) itu dijauhkan dari Kunti oleh Basudewa dengan dibuang di Sungai Aswa (Mahabarata) atau Sungai Swuligangga (Pewayangan Jawa). Sesudah dibuang, Karna ditemukan dan diangkat sebagai putra oleh Adirata. Seorang kusir kereta dari Negeri Hastinapura.
Sesudah Kalakarna (Raja Awangga) yang menghendaki Dewi Surtikanti sebagai istrinya itu berhasil dibunuh oleh Arjuna, Karna tidak hanya dinikahkan oleh Arjuna dengan Dewi Surtikanti, namun pula diperintahkan untuk menjadi Raja di Awangga. Karena Doryudana mengalah untuk tidak menikahi Surtikanti, maka ia meminta Karna untuk menjadi raja bawahannya. Karna menyanggupi permintaan Doryudana. Karenanya pada waktu Baratayuda, Karna berpihak di kubu Korawa. Pilihan Karna tersebut mencitrakan, bahwa ia adalah seorang ksatria sejati yang bersifat tidak suka ingkar janji. Di samping itu, kepahlawanan Karna dalam Baratayuda tidak bertujuan untuk membela Korawa yang dianggap salah, namun membela janji dan bumi Hastinapura yang telah memberi kehidupan baginya.
Bisma
Bisma yang memiliki nama kecil Dewabrata itu merupakan putra dari Prabu Sentanu dan Dewi Gangga. Karena lebih memilih jalan hidup sebagai pertapa, Bisma tidak bersedia menjadi Raja Hastinapura. Dengan demikian, takhta kekuasaan Hastinapura diduduki oleh Kresna Dwipayana (putra Palasara dan Dewi Lara Amis/Dewi Satyawati).
Sebagai seorang pertama, Bisma memiliki sifat arif dan bijaksana. Karenanya sewaktu terjadi perang Baratayuda, Bisma yang menjadi panglima perang dari Kerajaan Hastinapura itu tidak membela Korawa, melainkan membela tumpah darahnya. Prinsip keksatriaan Bisma itu sejalan dengan prinsip keksatriaan Adipati Karna (Mahabarata) atau Kumbakarna (Ramayana).
BimaÂ
Bima yang memiliki nama lain Wijasena, Werkudara, atau Bratasena merupakan putra Dewi Kunti yang lahir berkat benih dari Sang Hyang Bathara Bayu. Karenanya, Bima merupakan saudara sekandung dengan Karna, Puntadewa, dan Arjuna. Selagi masih berusia muda, Bima berguru pada Drona. Melalui gurunya itu, Bima berhasil mendapatkan tirta perwita sari (ilmu sejati) dari Sang Hyang Bathara Ruci yang berada di dasar samudera.
Pada saat Perang Baratayuda, Bima menjadi panglima perang Indraprasta. Banyak panglima perang Hastinapura yang tewas di tangan Bima. Mereka adalah Dorsasana, Sengkuni, dan Doryudana sendiri. Pasca Baratayuda, Bima mengikuti saudara-saudaranya untuk menjalankan lelana brata di Gunung Himalaya.