Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Suwarno Wisetrotomo, Menulis Seni Rupa karena Pengaruh Butet

2 Maret 2018   00:40 Diperbarui: 2 Maret 2018   01:27 1235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Galeri Nasional Indonesia

ISTILAH "kurator" sangat populer di lingkup seni rupa. Menguak maknanya, istilah "kurator" yang berasal dari bahasa Yunani Kuna tersebut memiliki pengertian merawat, menyembuhkan (cure), atau peduli (care). Pengertian tersebut selaras dengan The Consice Oxford Thesaurus (1995) yang memaknai istilah "kurator" dengan "menangani pekerjaan yang berhubungan memelihara, memerhatikan, menjaga, membenahi, dan menyuguhkan kembali sesuatu artefak/obyek".

Bila merujuk pada naskah lepas Kurasi, Kurator, dan Kuratorial karya Ansar Salihin, "kurator" dimaknai dengan mengurasi (memelihara, menjaga, serta mengawasi) kegiatan pameran seni rupa mulai dari persiapan, pelaksanaan, pemasaran sampai selesai. Kurator dalam seni rupa memiliki peran yang sama dengan sutradara dalam pertunjukan teater, produksi film atau sinetron.

Pada umumnya, kurator di Indonesia memiliki tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut: pertama, mengamati dan menganalisa perkembangan seni rupa Indonesia dan Internasional. Kedua, memertimbangkan dan menyeleksi karya dan kegiatan pameran. Ketiga, membantu memertimbangkan tata pameran tetap, sistem pendokumentasian dan kebijakan pengelolaan koleksi. Keempat, Melakukan kerjasama, bimbingan, edukasi, dan apresiasi seni rupa melalui kegiatan galeri.

Di lingkup kehidupan seni rupa Indonesia, terdapat beberapa kurator seni rupa andal dan berpengalaman, salah satunya Suwarno Wisetrotomo. Seorang kurator kelahiran Kulonprogo yang memiliki segudang pengalaman kurasi dalam berbagai event pameran seni rupa, antara lain: Festival Kesenian Yogyakarta, 1992, 1993; Biennale Yogyakarta V di Taman Budaya Yogyakarta, 1995; Tiga Kota (Jakarta, Yogyakarta, Bali) di Monumen Nasional Jakarta, 1996; Passion: Etno-Identity -- The Development of The Indonesian Fine Arts Last Decadedi Capital Library Museum, Beijing, dan Liu Haisu Museum, Shanghai, Cina, 2003; Say It With Apple (pameran tunggal Deddy Paw) di Art Seasons, Singapore, April 2009; dan lainnya.

Galeri Nasional Indonesia
Galeri Nasional Indonesia
Selain sebagai kurator, Suwarno yang pernah mengenyam pendidikan formal di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Fakultas Seni Rupa dan Disain, Jurusan Seni Murni; Pascasarjana S-2: Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Program Pascasarjana, Program Studi Sejarah; serta Pascasarjana (S3) Program Studi Kajian Budaya dan Media, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tersebut dikenal sebagai penulis karya ilmiah serta pembicara dalam berbagai seminar dan simposium. ia pula pernah mencipta puisi dan cerpen, demikian juga features.

Semasih duduk di bangku Sekolah Seni Rupa Indonesia (sekarang: Sekolah Menengah Seni Rupa) di Yogyakarta (1979-1982), Suwarno sering menulis karya sastra, semisal puisi dan cerpen. Aktivitas kreatifnya itu merefleksikan masa keremajaannya di mana karya sastra (terutama, puisi) ditempatkan sebagai medium ekspresi yang keren. 

Aktivitas kreatif itu pula dipengaruhi denganadanya pertemuan dan interaksinya dengan ketiga penyair besar Persada Studi Klup (PSK) Yogyakarta, yakni: Suwarno Pragolapati (pendiri PSK dan SYS), Linus Suryadi AG, dan Emha Ainun Nadjib. Kepada mereka, Suwarno selalu nguping  percakapan dan diam-diam belajar.

Sungguhpun suka mencipta puisi dan memublikasikannya ke media massa di Yogyakarta, namun Suwarno tidak ingin menyandang gelar penyair yang terlalu mewah baginya. Cita-cita yang ingin diraihnya sejak belajar di SSRI hingga menjadi sarjana S1 STSRI (ASRI) Yogyakarta yakni ingin menjadi pelukis hebat, terkenal, dan sekaligus bisa menulis bagus. 

Karenanya wajar, kalau ia mengidolakan beberapa pelukis hebat, semisal: Affandi yang senantiasa melukis tema keseharian, ekspresif, dan otentik; Vincent van Gogh yang lukisan-lukisannya memvisualkan garis-garis penuh, warna-warna berat, dan kehidupan tragis; serta S. Sudjojono dengan karya-karya berkarakter dan memiliki kemampuan besar dalam menulis.

yopie-knil.blogspot.com
yopie-knil.blogspot.com
Apa yang didambakan Suwarno untuk menjadi penulis seni rupa pun terwujud. Pada medio 1990, ia yang semakin produktif menulis kritik seni rupa berhasil masuk ke pusaran aktivitas kekuratoran. Hal ini dikarenakan tidak adanya kesebandingan kuantitas antara perupa dan penulis (kurator) di Indonesia. Kuantitas perupa di Indonesia pada masa itu bak jamur di musim hujan. Sementara, penulis (kurator) di Indonesia masih bisa dihitung dengan jari.

Profesi Suwarno sebagai penulis (kurator) seni rupa di Indonesia tidak dapat dilepaskan dengan ketiga orang yang memiliki pengaruh besar kepadanya. Orang pertama, Butet Kertaradjasa. Menurut penuturannya, Butet merupakan teman sekolahnya sejak SSRI hingga STSRI Yogyakarta. Sejak SSRI, Butet sudah banyak menulis esai, features, dan seni rupa.

Setiap kali tulisannya dimuat di koran, Butet selalu mengumumkan di depan teman-temannya, termasuk di depan Suwarno. Sebagai kawan sekelasnya, Suwarno merasa cemburu kepada Butet. Dalam hati, ia berkata, "Aku juga bisa."

harian.analisadaily.com
harian.analisadaily.com
Selain Butet, orang kedua yang memberikan pengaruh besar kepada Suwarno adalah Jim Supangkat. Menurutnya, Jim merupakan perupa, pemikir, dan sekarang sebagai kurator paling senior di Indonesia. Melalui percakapan dan pertemuannya dengan Jim, ia terus dilibatkan ke dalam berbagai proyek kurasi, penjurian, diskusi, dan seminar seni rupa. Dengan Jim, ia banyak melakukan diskusi terkait berbagai persoalan atau isu seni rupa Indonesia dan dunia. Baginya, Jim telah menumbuhkan rasa berani, cara berpikir kritis, sikap bertanggung jawab, dan etika atas pekerjaan sebagai penulis (kurator) seni rupa.

Orang ketiga yang memberikan pengaruh besar kepada Suwarno adalah Siswanto HS. Menurutnya, Siswanto yang sering dipanggilnya dengan "Pak Sis" itu tertarik mengoleksi seni lukis pada awal tahun 1990-an. Pak Sis selalu mengajaknya berdiskusi sebelum memutuskan karya mana untuk dikoleksi. Akhirnya, Pak Sis banyak mengoleksi karya-karya para perupa muda, termasuk lukisan Berburu Celeng karya Djoko Pekik. Tidak hanya mengoleksi, Pak Sis pula menyeponsori sejumlah pelukis untuk menggelar pameran tunggal.

Dalam perkembangannya, Suwarno dipercaya Pak Sis untuk menulis atau menguratori di berbagai pameran seni rupa. Dengan demikian, ia mendapatkan banyak kesempatan untuk mengasah keterampilannya dalam menulis serta ketajamannya dalam menilai karya seni rupa. Sehingga melalui harian Kedaulatan Rakyat, Berita Nasional(Bernas), Masa Kini, Minggu Pagi, Kompas, Sinar Harapan, Merdeka, Jawa Pos, dan sejumlah majalah terkemuka di Indonesia; ia rajin memublikasikan tulisan-tulisan seni rupanya.

Sesudah tulisan-tulisan seni rupanya dimuat di berbagai media massa, Suwarno semakin terpikat untuk menekuni profesinya sebagai kurator. Terlebih ketika bidang kurasi seni rupa menjadi pergulatan wacana, mengasah ketajaman rasa dan mata, serta tidak ada makna yang absolut. 

Setiap orang memiliki kemerdekaan untuk memaknai sesuai kekayaan referensi, pengalaman, dan intelektualitasnya. Dengan demikian yang terpenting dalam setiap pendapat adalah argumentasi. Menilai baik atau buruk sama pentingnya, sejauh bertumpu pada argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan.

Ketertarikan Suwarno terhadap profesinya sebagai kurator, karena kerja kurasi merupakan kerja dari hulu hingga hilir yang berujung pada presentasi karya dan berinti sebagai produk pengetahuan. Aspek inilah yang menarik. Sementara aspek yang tidak (kurang) menarik, ketika ia berhadapan dengan perupa yang tidak menghargai proses dan waktu. Tidak memiliki kesadaran krisis waktu, sehingga mudah melanggar tenggang waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun