Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Selfie dan Rekayasa Alam

25 Februari 2018   07:24 Diperbarui: 25 Februari 2018   14:10 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kuantitas pengguna internet atau yang lazim disebut Netizen menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan. Menurut Sri Widowati (Country Director Facebook Indonesia) yang mengacu pada data tahun 2017 bahwa pengguna akun Facebook di Indonesia mencapai angka 125 juta. Sementara, pengguna akun instagram di Indonesia mencapai 45 juta. Dari sekian pengguna kedua akun tersebut diperkirakan memiliki akun twitter, youtube, atau blog.

Mengacu hasil pengamatan obyektif penulis menunjukkan bahwa sebagian netizen mulai tertarik mengunggah status di Facebook yang dilengkapi foto selfie atau wefie dengan setting atau berlatar belakang alam semisal pantai, bukit, air terjun, dll. Sementara, foto-foto tentang alam mulai banyak diunggah para netizen di Instagram atau twitter. Fakta ini memberikan gambaran bahwa alam mulai dibutuhkan oleh para netizen bukan karena peduli namun sekadar untuk dijadikan sebagai pelengkap mereka di dalam berselfie atau berwefie ria.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Menangkap trend para netizen yang membutuhkan alam sebagai pelengkap selfie dan wefie, banyak penggagas atau pengelola wisata merespons dengan memenuhi kebutuhan mereka. Sehingga tidak aneh bila pada awal tahun 2017, banyak bermunculan lokasi wisata baru dengan mengekplorasi atau mendekorasi sawah, bukit, pantai, dll sebagai setting selfie dan wefie. Karena kepentingannya sekadar untuk dijadikan setting pengambilan gambar, maka banyak netizen yang mengunjungi lokasi wisata baru tersebut tidak pernah melebur dengan alam hingga terpanggil untuk mencintai dan menjaganya.

Keuntungan dan Kerugian  

Meningkatnya kuantitas netizen di Indonesia yang dibarengi dengan kuantitas lokasi wisata baru niscaya mengandung keuntungan dan kerugian. Keuntungan yang diperoleh para netizen yakni terpenuhinya setting selfie dan wefie ideal dan artistik. Keuntungan yang diperoleh pengelola wisata berupa hasil tiket masuk lokasi wisata, jasa parkir, atau jasa toilet.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Keuntungan lainnya dinikmati para pengusaha kuliner yang mangkal di seputar lokasi wisata baru tersebut. Selain memerkenalkan kuliner khas setempat, penguasaha kuliner dapat meraup keuntungan finansial. Sehingga pengusaha kuliner yang semula sebagai petani, buruh, atau penganggur dapat membantu suami di dalam mencukupi kebutuhan rumah tangganya.

Tidak ketinggalan pula wilayah yang menjadi lokasi wisata baru tersebut akan dikenal oleh jutaan netizen dari berbagai daerah. Mengingat nama wilayah tersebut selalu dicantumkan sebagai bagian dari caption oleh para nitizen ketika mengunggah foto di Facebook, Instagram, Twitter, atau blog.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Akan tetapi di balik keuntungan dari pengelolaan lokasi wisata baru tersebut niscaya disertai kerugiannya. Kerugian paling menyolok yang dapat disaksikan mata telanjang di mana alam tidak lagi menunjukkan kealamiahannya. Mengingat eksplorasi alam dan pembuatan dekorasi sebagai setting selfie dan wefie sering mengubah wajah alam sehingga terkorbankan keasliannya.

Kerugian lain yang ditimbulkan dari pengelolaan lokasi wisata baru tersebut akan mencemari alam dengan sampah. Mengingat sebagian netizen yang kurang peduli dengan alam akan membuang sampah sembarangan. Akibatnya lingkungan yang semula bebas sampah menjadi gudang sampah.

Solusi

Dengan memikirkan permasalahan yang dimungkinkan muncul, pengelola lokasi wisata baru hendaklah tanggap dan mengantisipasinya sejak dini. Antisipasi konkrit yang harus mereka ambil yakni melakukan ekplorasi dan mendekorasi setting selfie atau wefie tanpa mengorbankan alam baik merekayasa secara belerbihan atau bahkan menrusaknya.

Pengelola wisata baru wajib menyediakan keranjang atau kotak sampah di berberapa titik. Sehingga para netizen yang membawa makanan sendiri di dalam lokasi wisata akan membuang sampah pada tempatnya. Pengelola pun tidak kerepotan untuk mengumpulkan sampah sebelum dibuang di tempa semestinya.

Bila antisipasi dini ini dilaksanakan, pengelola wisata baru akan berjasa besar di dalam meningkatkan penghasilan warga sekitar serta memerkenalkan wilayah tersebut pada masyarakat luas tanpa mengorbankan alam. Pengelola wisata baru pun akan berjasa besar kepada negara di dalam upaya mengurangi angka pengangguran di Indonesia yang terus melonjak kuantitasnya. [Sri Wintala Achmad]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun