Kemuliaan dalam Palagan
Di dalam cerita Bisma Gugur yang dibawakan oleh Ki Dalang Timbul Hadiprayitno mengandung ajaran kebijaksanaan hidup bagi para pecinta wayang purwa. Karena sebelum menghadap pada Tuhan, Bisma memberikan ajaran dengan bahasa lambang pada cucu-cucunya, yakni Korawa dan Pandawa. Ajaran itu bermula dari permintaan Bisma pada Doryudana (Raja Astina), "Tubuhku terasa panas. Aku minta payung."
Tanpa berpikir panjang, Doryudana memerintahkan pada Dorsasana untuk mencari payung emas. Sesudah payung itu ada di depan Bisma, apa yang lantas diucapkan oleh resi itu? "Bukan payung itu yang aku butuhkan. Payung itu hanya pantas bagi orang-orang yang hidup mulia di dunia, bukan payung seorang ksatria yang akan mati di palagan!"
Selanjutnya Bisma meminta pada Werkudara untuk mencari payung yang bakal menjadi sarana untuk menyejukkan jiwa dan raganya. Melalui sabda Krishna, Werkudara tidak mencari payung, namun pohon randu alas yang dijebol hingga akar-akarnya. Mengetahui kalau Bima bisa tanggap apa yang dikendakinya, Bisma merasa bangga pada para cucu Pandawa.
Bila dikupas dengan seksama, ajaran Resi Bisma melalui bahasa lambang itu memiliki makna yang dalam. Ajaran itu bisa dimaknai, bila kemuliaan orang mati tidak memerlukan bekal emas, harta, dan benda. Namun tiga perkara yang pantas ditinggalkan, yakni: amal jariyah, putra yang soleh, dan ilmu yang memiliki manfaat bagi sesama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H