Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenang 11 Tahun Kepergian Redaktur Budaya Teladan

18 Februari 2018   23:01 Diperbarui: 19 Februari 2018   16:46 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangan heran, apabila Anda sempat melihat hubungan Mas Hadjid dengan para redaksi MP lainnya. Mereka seperti keluarga yang selalu rukun baik dalam kondisi suka maupun duka. Kerukunan dan kedamaian ideal yang selalu diwarnai dengan canda-tawa di tengah kesibukan kerja. Suasana santai namun serius inilah mampu memertahankan image MP sebagai bacaaan enteng berisi.

Ungkapkan ini bukan isapan jembol. Kawan-kawan penulis yang sempat melayat almarhum, seperti: Iman Budi Santosa, Musthofa W. Hasyim, Hamdy Salad, Fauzi Absal, Otto Sukatno CR, Nur Iswantoro, Kuswaidi Syafi'ie, Abdul Wachid BS, Eko Nuryono, Herlina Tiens dll menjadi saksi. Di mana hubungan kekeluargaan beliau dengan para personal MP telah terbentuk sangat kental. Tidak aneh saat upacara pemakaman jenazah, semua personal MP yang bersikap sebagai anggota keluarga almarhum mengmbil peran sebagai para among tamu. 

Betapa wajah para redaksi MP itu menyerupai langit terselimuti awan pekat. Manakala mereka melepaskan kepergian jenazah Mas Hadjid untuk disemayamkan pada siang itu (Senin, 10 Desember 2007). Barangkali airmata mereka akan menderas sebagaimana hujan yang ditumpahkan dari langit. Sesudah jenazah menuju tempat peristirahatan terakhir. Sesudah sukma jati meninggalkan raga. Sesudah empat unsur yang membentuk jasad manusia kembali pada muasalnya. Air kembali pada air. Angin kembali pada angin. Api kembali pada api. Tanah kembali pada tanah.

Kreativitas Sastra Hadjid Hamzah 

DALAM peta sastra Yogyakarta, Mas Hadjid lebih dikenal sebagai cerpenis. Karya-karyanya banyak dimuat di berbagai media di Indonesia. Akan tetapi, selama beliau menekuni profesinya sebagai cerpenis, banyak pengalaman getir dihadapinya. Banyak karyanya yang dimuat tidak mendapatkan honorarium. Beliau ungkapkan persoalan ini dengan nada kesal, saat saya berkunjung di rumah pribadinya.

Pengalaman pahit yang tidak pernah Mas Hadjid lupakan, yakni sewaktu salah satu naskahnya yang diterbitkan kawannya (pemilik usaha penerbitan) di Jakarta tidak mendapatkan honorarium. Bahkan sewaktu naskah itu terbit, beliau tidak diberi tahu. Dari kejengkelannya itu, beliau menyatakan bahwa kawannya yang pernah tinggal di rumahnya itu telah menjadi seorang kanibal. 

Sekalipun banyak batu sandungan, namun semangat Mas Hadjid untuk tetap berkarya tidak pernah pupus. Semangatnya menulis selain cerpen telah beliau buktikan. Karya-karya terjemahannya dengan nama samaran Hendrasmara telah banyak dipublikasikan. Salah satu buku terjemahannya yang telah terbit, yakni: "Cinta yang Menciptakan Keajaiban Dunia". Buku yang memuat kumpulan kisah cinta para tokoh dunia tersebut merupakan bukti, beliau seorang translator tangguh.

Sebagaimana diungkapkan almarhum Kuswahyo SS Rahardjo, Mas Hadjid pernah berpesan kepada saya. Sastrawan tidak berdosa untuk menulis apa saja. Selagi mampu, sastrawan dapat menulis selain karya sastra. Demikian pula, seorang sastrawan harus melek bahasa Inggris. Apabila karya-karyanya akan dikenal dunia.  

Catatan Akhir

SEBELAS tahun sudah Mas Hadjid Hamzah meninggalkan kita, namun jasa beliau di dalam turut menumbuh-kembangkan kreativitas sastrawan muda layak dihargai. Bukan dengan uang, melainkan dengan harapan besar agar MP tetap konsisten sebagai media penumbuh-kembangan sastra di Yogyakarta. 

Meskipun Mas Hadjid tidak bisa ditemui lagi di jagad gumelar ini, namun karya-karyanya niscaya mengingatkan kita pada keugaharian kepribadiannya. Kehadirannya sebagai sastrawan niscaya tercatat dengan tinta emas di dalam kitab sejarah sastra Yogyakarta. Namanya akan senantiasa dikenang oleh seluruh sastrawan, penulis, dan insan pers. Pandangan hidup dan spiritnya yang tersirat di dalam karya-karya senantiasa mengilhami setiap pembacanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun