Oleh : Achmad Al Nidzami Baridzi
Di penghujung kuartal pertama dan kedua di tahun 2020, Dunia mengalami sebuah bencana pandemi yang bernama Penyakit Coronavirus (COVID-19). Pandemi COVID-19 telah menyebabkan berbagai macam aktifitas manusia menjadi terhambat akibat adanya pembatasan interaksi antar manusia, salah satunya aktifitas ekonomi yang menjadi imbas dari pandemi ini.
Kegiatan ekonomi seperti produksi yang berkurang kapasitasnya akibat tenaga kerja  dirumahkan dan di PHK, adapun juga distribusi yang terhambat dikarenakan pembatasan wilayah di berbagai macam tempat sehingga peredaran arus barang kebutuhan menjadi teganggu serta berimbas juga terhadap tingkat konsumsi (daya beli) masyarakat.
Situasi Ekonomi di Indonesia
Indonesia adalah satu dari sekian banyak negara yang mengalami keguncangan dalam sektor ekonomi akibat adanya pandemi COVID-19. Menurut Badan Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 hanya mencapai 2.97% jauh di bawah proyeksi pemerintah, yakni mencapai 4.6%, bahkan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics, Mohammad Faisal, memprediksikan pada kuartal II 2020 terkontraksi antara -1.9% hingga -5%.
Nilai ini jauh lebih kecil daripada tahun lalu yang jika dilihat dari Badan Pusat Statistik pada kuartal I 2019, Indonesia mencatatkan 5,07% sehingga terlihat jelas bahwa Indonesia saat ini dihadapkan pada jurang resesi ekonomi.
Melemahnya Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tidak mencapai proyeksi pemerintah pada Kuartal I 2020, mengisyaratkan pada khalayak umum bahwa ancaman pandemi COVID-19 bukan hanya isapan jempol belaka.
Penerapan Work From Home (WFH) dan Physical Distancing mengakibatkan adanya perubahan pola ekonomi masyarakat seperti menurunnya angka produksi akibat banyaknya pekerja yang terpaksa dirumahkan, tingkat konsumsi dan belanja masyarakat mulai melemah dikarenakan tingkat pendapatan masyarakat berkurang di saat pandemi terutama mereka yang bekerja sebagai pekerja formal atau pekerja harian.
Hal ini jika berlangsung secara kontinyu dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan peningkatan proyeksi kemiskinan di Indonesia, seperti yang tertera dalam penelitian SMERU Research Institute (2020), proyeksi terburuk tingkat kemiskinan akan meningkat menjadi 12.4% menyiratkan bahwa 8.5 juta orang akan menjadi miskin.
Solusi Ekonomi dan Keuangan Islam di Indonesia
Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduknya yang didominasi oleh penduduk muslim, tentunya dapat berperan dalam mengaplikasikan berbagai macam model implikasi ekonomi dan keuangan syariah.
Dengan peran tersebut diharapkan dapat mengatasi permasalahan ekonomi yang terjadi akibat Pandemi COVID-19, khususnya umat muslim yang turut serta aktif dalam kontribusinya dalam pemulihan ekonomi tersebut. Solusi yang dapat ditawarkan dalam beberapa model implikasi dari ekonomi dan keuangan syariah antara lain.
Pertama, penyaluran bantuan langsung tunai yang berasal dari ZIS (Zakat, Infaq, Sedekah) baik yang didapat dari lembaga unit-unit pengumpul zakat maupun langsung didapat dari masyarakat. Khusus untuk zakat, penyalurannya difokuskan terhadap mereka yang ekonominya melemah (miskin) akibat terdampak COVID-19.
Untuk itu perlu digiatkannya sosialiasi dan kampanye tetang pentingnya ZIS dalam menghadapi permasalahan ekonomi, salah satunya adalah permasalahan ekonomi yang disebabkan akibat adanya Pandemi. Kampanye dan sosialisasi dapat dilakukan di berbagai macam media baik media sosial (online) maupun media cetak (offline).
Untuk media sosial dapat melalui instagram, twitter, dan sebagainya. Sedangkan untuk media cetak (offline) dapat disampaikan melalui dakwah-dakwah yang berkaitan dengan ZIS tersebut.
Dengan demikian, diharapkan timbul kepekaan dan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya ZIS dalam menghadapi permasalahan ekonomi selama masa pandemi ini.
Kedua,dana wakaf dapat dimanfaatkan untuk menunjang pencegahan COVID-19 dengan mengalokasikan dana wakaf untuk pembangunan dan pengadaan fasilitas penunjang pencegahan COVID-19 seperti APD (alat pelindung diri), rumah isolasi, rumah sakit darurat, alat medis, dan segala keperluan lainnya yang bersangkutan dengan pencegahan COVID-19.
Oleh karena itu diperlukannya promosi skema wakaf kepada masyarakat bahwasanya wakaf tidak hanya berkutat terhadap pemanfaatan rumah ibadah, namun juga bisa dimanfaatkan untuk segala aktifitas yang merujuj kebaikan bersama, salah satunya pencegahan COVID-19.
Ketiga, yaitu keringanan untuk permodalan UMKM. Dalam hal ini, keuangan syariah berperan mengeluarkan kebijakan untuk memberikan modal terhadap UMKM yang mengalami kebangkrutan usaha akibat masa pandemi.
Pemberian modal ini tidak hanya membuka usaha kembali, namun juga dalam bentuk penangguhan pembayaran kredit syariah selama beberapa bulan kedepan. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan pelaku ekonomi (UMKM) dapat melakukan aktifitas ekonominya seperti sedia kala.
Terakhir, keuangan syariah juga memerlukan pengembangan teknologi digital financial (pengembangan secara online). Hal ini bermanfaat untuk memperlancar aktifitas likuiditas perbankan syariah.
Pengembangan teknologi ini memudahkan para pelaku ekonomi dalam melakukan aktifitas ekonominya tanpa perlu bertatap muka sehingga dengan demikian diharapkan dengan adanya aktifitas digital dari perbankan syariah bisa memudahkan aktifitas social finance lainnya seperti ZISWAF.
Apabila masyarakat berperan aktif dalam mengaplikasikan beberapa model impilikasi dari kebijakan ekonomi dan keuangan islam, khususnya pemanfaatan ZISWAF yang tepat sasaranmaupun pemanfataan digitalisasi ekonomi yang menunjang terjadinya aktifitas  online marke sehingga likuiditas perbankan tetap berjalan lancar.
Maka dari itu, dengan berbagai macam solusi ekonomi dan keuangan islam tersebut diharapkan dapat membantu percepatan pemulihan perekonomian Indonesia yang saat ini terguncang akibat adanya pandemi COVID-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H