Sebelum membahas tentang pola pengasuhan orang tua terhadap anak, kita harus mengerti apa dan bagaimana pendidikan moral ataupun karakter itu. Pengertian pendidikan moral atau karakter ialah moral dapat dipersamakan dengan istilah etik, kesusilaan dan budi pekerti. Moral merupakan nilai tentang baik – buruk kelakuan manusia. Oleh karena itu moral berkaitan dengan nilai terutama nilai afektif.
Dengan demikian pendidikan moral dapat pula dipersamakan dengan istilah pendidikan etik, pendidikan budi pekerti, pendidikan nilai (value education) atau pendidikan afektif. Ada pula dengan memakai istilah pendidikan watak dan pendidikan akhlak Dalam hal ini istilah-istilah tersebut dapat saling menggantikan. Jadi istilah ini tidak bisa lepas dari pengertian moral, nilai, budi pekerti , watak, akhalak atau afektif itu sendiri.
Menurut naskah kurikulum Pendidikan Budi Pekerti yang dikeluarkan oleh Puskur Depdiknas (2001) menyatakan bahwa pengertian pendidikan budi pekerti dapat ditinjau secara konsepsional dan secara operasional.
Secara konsepsional pengertian pendidikan budi pekerti mencakup hal-hal sebagai berikut.
Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya sekarang dan masa yang akan datang.
Upaya pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan dan perbaikan perilaku peserta didik agar mereka mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi, seimbang (lahir batin, material spiritual dan individual sosial).
Upaya pendidikan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi seutuhnya yang berbudi pekerti luhur melalui kegiatan bimbingan, pembiasaan, pengajaran dan latihan, serta keteladanan.
Adapun pengertian pendidikan budi pekerti secara operasional adalah upaya untuk membekali peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan selama pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai bekal bagi masa depannya, agar memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap sesama makhluk, sehingga terbentuk pribadi seutuhnya yang tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, kerja dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa.
Gaya pengasuhan yang dilakukan orang tua terhadap anak akan mempengaruhi karakter individu yang tersebut, dan hal itu akan menjadikan identitas individu tersebut pada masa depannya. Dalam sebuah tulisan, Kohn (1971) memahami gaya pengasuhan sebagai sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya. Idrus (2004) menambahkan dalam interaksi orang tua terhadap anak juga muncul bagaimana cara orangtua memberikan perhatian, adanya rambu-rambu aturan normatif, disiplin, harapan-harapan orangtua, tanggapan orang tua terhadap keinginan anak, hadiah ataupun hukuman yang diberikan, yang semuanya dimaksudkan untuk memberikan bimbingan kepada anak agar dapat berkembang sesuai dengan yang seharusnya. keterkaitan antara pola asuh terhadap anak dengan lingkungan disekitarnya yang mana orientasi nilai budaya akan mempengaruhi bagaimana kehidupan seseorang.
Suryabrata (2000) mengungkapkan bahwa corak hidup seseorang ditentukan oleh nilai kebudayaan mana yang dominan, yaitu nilai kebudayaan manayang olehnya dipandang sebagai nilai yang tertinggi (nilai yang paling bernilai). Sebagai contoh, bagi orang Jawa, maka budaya yang dominan adalah budaya Jawa, budaya yang sejak kecil mereka kenal. Bagi para orang tua Jawa, mereka tidak hanya memberikan konsep kepada anak-anaknya tentang karakter dan yang dianggap sesuai oleh masyarakatnya, tetapi juga berusaha untuk menjalankannya. Wujud keberhasilan pada orang tua Jawa dalam membentuk karakter anak ditandai oleh kemampuan anak dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya.Idrus (2004) mengungkap bahwa biasanya anak Jawa yang berhasil dalam berinteraksi dengan lingkungannya, masyarakat akan memberi label sebagai orang yang njawani, sebaliknya mereka yang belum secara baik mengamalkan nilai-nilai yang ada di masyarakat tersebut, kerap disebut sebagai orang yang belum berkarakter jawa. Pusat Kurikulum (2009:9-10) mendefinisikan 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Dari 18 nilai tersebut diantarannya adalah:
Religius
Jujur
Toleransi
Disiplin
Kerja keras
Kreatif
Mandiri
Demokratis
Rasa ingin tahu
Semangat kebangsaan
Cinta tanah air
Menghargai prestasi
Bersahabat
Cinta damai
Gemar membaca
Peduli lingkungan
Peduli sosial
Tanggung jawab
Sementara itu, hasil penelitian Idrus (2004) menyebutkan beberapa nilai yang telah dikenalkan para orang tua kepada anak-anak sejak mereka kecil. Nilai itu adalah:
Sabar,
Jujur,
Budi luhur,
Pengendalian diri,
Prehatin,
Rukun,
Hormat,
Manut,
Murah hati,
Menghindari konflik,
Tepo seliro,
Empati,
Sopan santun,
Rela,
Narima,
Pengabdian, dan
Eling
Model pengasuhan oleh orangtua jawa, biasanya adalah membelokkan dari tujuan yang tak diinginkan. Gaya pengasuhan dikelompokkan pada model pengasuhan yang mengabaikan, yaitu menggunakan pengalihan perhatian. Model pengasuhan ini dilakukan para orang tua dengan cara mengalihkan perhatian anak atau menunda keinginan anak dengan pengalihan-pengalihan tertentu. Pengalihan ini dimaksudkan untuk membentuk karakter pada diri anak agar tidak selalu berpikir bahwa apapun keinginannya harus serta merta dipenuhi seketika pada saat itu. Secara tidak langsung model pengasuhan ini membentuk karakter sabar pada anak.
Sedangkan model pengasuhan yang dilakukan oleh kebanyakan oragtua di Indonesia ialah model pengasuhan yang sangat mainstream yaitu model pengasuhan yang biasa-biasa saja, yaitu pengasuhan yang hanya memberikan pendidikan agama serta pendidikan kognitif saja.
Oleh karena itu dalam memberikan suatu pengasuhan terhadap anak , kita dapat mencontoh pola pengasuhan yang dilakukan oleh masyarakat jawa terhadap anak
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H