Setelah berjalan selama beberapa menit, aku mendapati sepasang bilik telepon umum yang berada di pinggir jalan. Aku mengamati keadaan sekitar yang saat itu tampak lengan dari aktifitas orang yang berlalu-lalang. Aku memilih menggunakan salah satu dari bilik telepon umum tersebut untuk melakukan panggilan singkat. Aku segera membuka pintunya dan masuk ke dalam bilik telepon umum tersebut.Â
Aku segera mengeluarkan beberapa uang koin dan memasukkannya ke dalam mesin telepon, lalu menekan beberapa nomor. Aku menempelkan gagang telepon ke telinga kananku sambil menunggu panggilanku tersambung. Tidak berapa lama terdengar suara seorang pria berkata kepadaku dengan nada sedingin es Antartika:
  "Ada yang bisa saya bantu, Sir?"
  "Ini Haim, paket sudah dalam perjalanan," kataku dengan menggunakan nama sandiku dalam operasi kali ini.
  "Terima kasih banyak, Sir," jawabnya dengan singkat dan segera menutup panggilan.
  Aku masih menempelkan gagang telepon di telingaku ketika panggilan telah ditutup. Aku masih merasa bimbang dengan keputusanku menyampaikan pesan rahasia ini ke pusat operasi yang berada jauh di dalam wilayah Israel. Aku takut sesuatu yang memalukan akan segera terjadi dalam beberapa jam ke depan.Â
Aku masih memandangi gagang telepon yang aku pegang dan ingin rasanya aku kembali menekan nomor yang baru saja aku gunakan, lalu memberi tahu sang operator telepon tersebut bahwa semua ini merupakan tipuan yang dilakukan oleh pihak musuh untuk mempermalukan pemerintah Israel. Jika aku memberi tahu sang operator telepon mengenai informasi yang sangat sensitif ini, dan kemudian ia meneruskan informasi ini ke level yang lebih tinggi.Â
Aku khawatir akan terjadi kekacauan yang tidak bisa dikendalikan dan pada akhirnya akan berdampak buruk pada jalannya operasi rahasia yang sedang berjalan saat ini. Bagaimana jika peringatan yang aku sampaikan ini merupakan salah satu bagian dari penyesatan informasi untuk membuat kami bingung dan akhirnya melakukan tindakan yang salah? Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku manakala membayangkan apa yang akan terjadi esok hari.
  Aku kembali membuka pintu bilik telepon umum dan mulai berjalan santai kembali menuju ke hotel tempatku menginap. Ketika aku telah berada di dalam kamarku, aku segera mematikan lampu kamar dan merebahkan tubuhku di atas kasur. Aku berusaha sekuat tenaga memejamkan mata namun gagal. Aku masih terus terjaga hingga dini hari. Pikiranku masih terus membayangkan apa yang akan terjadi esok hari dan aku takut sesuatu yang buruk bakal terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H