"Ini Haim," kataku menggunakan nama sandi yang sudah kami sepakati sebelumnya.
  "Ini Arthur," jawabnya singkat, "aku memiliki pesan untukmu dan tolong dengarkan baik-baik."
  Aku memegang telepon genggamku lebih erat dan menempelkannya ke telingaku untuk dapat mendengar dengan jelas kata-kata yang akan disampaikannya. Karena tidak ada pengulangan ataupun pertanyaan yang bisa aku ajukan kepadanya. Jadi aku harus mendengarnya dengan serius dan penuh konsentrasi.
  "Burung-burung telah menaiki pesawat jet pribadi dengan nomor ekor PL3075," katanya singkat.
  "Pesan telah diterima dan akan segera diteruskan kepada pihak yang berkepentingan," jawabku dengan singkat.
  Panggilan itu segera terputus dan aku meletakkan kembali telepon genggamku di atas meja. Aku menarik napas panjang untuk meredakan ketegangan yang aku rasakan. Sekarang bola panas ini ada padaku dan aku harus segera menyampaikan pesan tersebut kepada seorang operator rahasia pada pukul sembilan malam.Â
Aku merasa bimbang dengan situasi yang sedang aku hadapi saat ini, karena begitu banyak pertanyaan tengah berputar-putar di dalam kepalaku.
 Akan tetapi, aku tidak punya pilihan selain melaksanakan perintah yang telah diputuskan oleh orang-orang yang berada pada level yang lebih tinggi. Aku mengambil sebatang rokok dan menyulutnya, setelah itu aku menghisapnya dalam-dalam serta membiarkan asap nikotin masuk ke dalam tubuhku dan berjalan ke manapun yang ia mau. Aku kembali menghembuskan asap rokok dengan perlahan sambil melihat asap rokok itu menari-nari indah di depan wajahku yang berantakan karena tekanan pekerjaan.
  Tepat sebelum pukul sembilan malam, aku segera mengenakan jaket lalu berjalan meninggalkan kamarku dan turun ke lobi hotel yang disinari dengan cahaya lampu. Setelah berada di lobi hotel, aku segera berjalan menuju ke pintu keluar hotel. Ketika telah berada di luar hotel, aku dapat melihat para wisatawan yang berlalu-lalang sambil berjalan kaki menikmati suasana malam yang hangat.Â
Tapi tidak dengan diriku yang tengah diliputi dengan ketegangan akan bayang-bayang terjadinya kegagalan dari operasi rahasia ini. Aku segera berjalan santai sambil memasukkan kedua tanganku ke dalam saku jaket menuju ke sebuah bilik telepon umum.Â
Aku mencari bilik telepon umum yang lumayan jauh dari hotel tempatku menginap serta tidak terlalu ramai dengan orang yang berlalu-lalang. Karena aku tidak menginginkan ada orang yang mengenaliku ketika aku sedang melakukan panggilan telepon.