Mohon tunggu...
Achmad Fahad
Achmad Fahad Mohon Tunggu... Penulis - Seorang penulis lepas

menyukai dunia tulis-menulis dan membaca berbagai buku, terutama buku politik, psikologi, serta novel berbagai genre. Dan saat ini mulai aktif dalam menghasilkan karya tulis berupa opini artikel, beberapa cerpen yang telah dibukukan dalam bentuk antologi. Ke depan akan berusaha menghasilkan karya-kerya terbaik untuk menambah khasanah literasi di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Refleksi 78 Tahun Indonesia Merdeka

22 Agustus 2023   18:58 Diperbarui: 22 Agustus 2023   18:58 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak terasa hari ini Bangsa Indonesia sedang merayakan hari ulang tahun kemerdekaan yang ke-78 tahun. Semarak hari kemerdekaan begitu terasa di berbagai penjuru daerah dan juga di pelosok-pelosok kampung, banyak warga masyarakat yang berlomba-lomba dalam menghias kampung dengan berbagai lampu hias dan baliho, pemasangan bendera merah putih di setiap rumah, memperbaiki taman dan gapura kampung dengan cara mengecat ulang supaya terlihat baru dan bersih, juga diadakannya berbagai perlombaan untuk anak-anak dan juga orang dewasa dalam rangka memeriahkan hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-78 tahun.

Namun, pernahkah kita merenung sejenak untuk meresapi serta memaknai hari Kemerdekaan Indonesia yang rutin digelar dan diperingati setiap tahun? Pernahkah kita bertanya kepada diri kita sendiri "Apakah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai dan banggakan ini sudah benar-benar merdeka?" atau jangan-jangan kita selama ini hanya menjadikan hari Kemerdekaan Indonesia sebagai rutinitas belaka yang mesti dirayakan. Tanpa kita pernah memahami apa arti sesungguhnya dari sebuah kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa, juga para pahlawan yang rela mengorbankan harta benda juga jiwa raganya demi generasi berikutnya supaya dapat hidup merdeka di tanah air mereka sendiri.

Apa yang kita saksikan akhir-akhir ini sungguh bertolak belakang dengan harapan dan cita-cita para pendiri bangsa serta para pejuang kemerdekaan. Bangsa Indonesia yang begitu kita cintai ini, di usianya yang menginjak ke-78 tahun sejatinya sedang berjalan mundur jauh ke belakang, cita-cita yang diharapkan oleh para pendiri bangsa belum dapat terwujud hingga saat ini. Bahkan ibu pertiwi seakan sedang menangis pilu melihat generasi penerus bangsa yang sekarang seakan lupa dengan tujuan awal didirakannya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jika kita mau jujur, sebenarnya Bangsa Indonesia sudah memiliki segala sumber daya yang dibutuhkan untuk menjadi sebuah bangsa yang besar, berdaulat, serta memiliki pengaruh di panggung internasional. Namun sayang seribu kali sayang, semua potensi yang terkandung di dalam perut bumi Indonesia belum digunakan serta dimanfaatkan secara maksimal untuk memajukan serta mensejahterakan warganya. Celakanya lagi, potensi yang begitu luar biasa besar itu hanya dimanfaatkan oleh segelintir elit untuk dapat mengeruk keuntungan serta mendapatkan kekayaan bagi dirinya dan kelompoknya.

Mari kita merenung sejenak dan berpikir tentang akar masalah yang perlahan-lahan mulai menggerogoti pondasi Bangsa Indonesia, yang jika dibiarkan berlarut-larut tanpa ada solusi untuk memperbaikinya, pada akhirnya akan menjadi sebuah bencana yang tentu tidak kita inginkan.

Di usia yang menginjak ke-78 tahun, Bangsa Indonesia sedang berkutat dengan masalah-masalah pelik dan menahun yang belum tahu kapan akan selesai. Masalah-masalah pelik itu antara lain:

Pertama, korupsi yang semakin merajalela dan bukannya menurun.

Kita semua mengetahui bahwa yang merusak pondasi bangsa selama ini adalah prilaku korupsi yang sayangnnya dilakukan oleh para pejabat kita sendiri, yang notabena adalah warga Negara Indonesia. Sungguh merupakan sebuah ironi yang sangat menyakitkan bagi masyarakat pada umumnya, dan juga para pendiri bangsa serta para pahlawan yang telah gugur, ketika mengetahui generasi yang sekarang telah mengkhianati nilai-nilai luhur seorang pemimpin.

   Bagaimana seorang pejabat publik tega mengkhianati rakyatnya, harga dirinya dan yang lebih buruk mengkhianati bangsa dan negaranya sendiri? Ini adalah penyakit yang sudah menahun dialami Bangsa Indonesia dan sampai sekarang belum ada obat yang tepat untuk memberantas praktik korupsi yang dilakukan oleh para pejabat.

   Di era pemerintahan Presiden Jokowi inilah lembaga KPK seakan tidak memiliki taring dan tajinya untuk memberantas mega korupsi yang telah merugikan banyak pihak termasuk rakyat kecil. Malah yang terjadi ada salah satu komisioner KPK yang berulang kali melanggar kode etik dan hanya diberi sanksi yang begitu ringan oleh Dewan Pengawas. Selama praktik korupsi masih berlangsung dan bercokol di bumi Indonesia, selama itu pula jangan pernah berharap Bangsa Indonesia bisa merdeka seutuhnya dan mandiri di atas kaki sendiri.

Kedua, adanya jurang ketimpangan antara si kaya dan si miskin.

Pada saat ini kita semua menyaksikan bagaimana gaya hidup para pejabat kita yang sejatinya dibiayai dari keringat rakyat. Para pejabat kita seakan menunjukkan kepada rakyat kecil tentang gaya hidup mewah yang mereka jalani beserta keluarganya. Sedangkan di sisi sebaliknya, rakyat kecil tengah menderita karena krisis ekonomi yang memburuk, habisnya simpanan yang akhirnya menbuat daya beli menurun, serta dampak pandemi Covid-19 yang masih terasa hingga sekarang di semua sektor, ditambah lagi dengan meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok di tengah masyarakat, dan yang lebih buruk adanya bayang-bayang akan terjadinya krisis pangan yang bisa berujung pada krisis kelaparan serta kemanusiaan.

   Sungguh, harusnya semua kejadian ini tidak perlu terjadi di negeri yang kaya akan sumber daya alam ini. Harusnya para pejabat bisa menunjukkan gaya hidup sederhana di tengah masyarakat yang masih serba kesusahan, dan para pejabat bisa menunjukkan hasil kerja yang maksimal untuk dapat mensejahterahkan rakyat sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dengan begitu, diharapkan terjalin ikatan kebersamaan juga kerukunan antara pejabat dan rakyatnya sehingga akan menciptakan situasi kekeluargaan sesama anak bangsa. Jika ini bisa terwujud, maka kita bisa saling tolong-menolong dalam membantu saudara-saudara kita yang masih berada dalam kesusahan dan semua akan terasa ringan dengan bergotong royong.

Ketiga, rusaknya penegakan hukum di Indonesia.

Keadilan di Indonesia dan khususnya kepada masyarakat kecil merupakan hal yang sangat mahal dan hampir mustahil untuk didapatkan. Kita sering melihat juga mendengar baik melalui siaran televisi juga melalui siaran radio mengenai masalah penegakan hukum di tengah masyarakat. Hukum di Indonesia bisa diibaratkan bagai sebuah mata pisau yang selalu tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Hukum akan bekerja secara maksimal jika menyangkut masyarakat kecil yang lemah dan tak berdaya, tetapi hukum akan sulit bekerja jika menyangkut orang-orang besar dan memiliki pengaruh di negeri ini.

   Sudah 78 tahun Indonesia merdeka tapi pada kenyataannya, dalam bidang penegakan hukum bisa dikatakan belumlah merdeka dalam memberi rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini merupakan pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi pemerintah yang sedang berkuasa saat ini untuk membenahi seluruh aspek yang berkaitan dengan penegakan hukum, supaya bisa memberi rasa keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

   Jangan sampai ketidakadilan dalam penegakan hukum ini malah menjadi alat bagi penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya serta memberangus kelompok-kelompok yang tidak sependapat atau bisa dibilang kelompok oposisi. Apabila itu yang terjadi, lambat-laun Bangsa Indonesia akan menuju ke jurang kehancuran akibat dari penegakan hukum yang tidak bisa memberi rasa keadilan.

Keempat, memburuknya keadaan ekonomi.

Akhir-akhir ini keadaan ekonomi Indonesia sedang mengalami tekanan yang begitu hebat akibat dari faktor global yang sedang tidak menentu. Saat ini dunia sedang masuk dalam fase ketegangan yang sewaktu-waktu bisa pecah dan berubah menjadi perang dunia ketiga atau perang nuklir. Indikasinya sudah mulai terlihat dengan adanya konflik antara Rusia dan Ukraina yang sampai hari ini belum ada tanda-tanda akan selesai. Memanasnya situasi di Laut Cina Selatan antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Yang menjadi pertanyaan kita semua saat ini adalah "Apakah ekonomi Indonesia sudah siap dalam menghadapi goncangan besar jika keadaan dunia benar-benar memburuk dengan cepat?" jawabannya adalah "Ekonomi Indonesia belum siap dalam menghadapi goncangan maupun tekanan yang sewaktu-waktu bisa terjadi".

   Apa yang menyebabkan ekonomi Indonesia seakan tidak siap dalam menghadapi goncangan hebat akibat dari faktor global? Jawabannya sangat sederhana, karena fundamental ekonomi Indonesia sangatlah rapuh. Ekonomi Indonesia sampai sejauh ini masih bergantung dengan impor dari luar negeri untuk memenuhi dan mencukupi kebutuhan di dalam negeri. Sedangkan kita semua tahu, dalam pelaksanaan kebijakan impor ini masih banyak celah yang bisa dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk mendapatkan keuntungan pribadi dalam waktu singkat.

   Ke depan, kita harus mulai berpikir tentang bagaimana mencukupi kebutuhan dalam negeri sendiri tanpa harus bergantung dengan impor, supaya kita bisa mandiri dalam bidang ekonomi terutama dalam bidang pangan dan pertanian. Berikutnya, kita harus lebih bijak dalam mengelola APBN agar dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat Indonesia. Jangan sampai dana yang ada di APBN digunakan untuk hal-hal yang tidak pada tempatnya dan pada akhirnya semua itu menjadi tidak manfaat dan malah membuat rugi. Sudah banyak contoh yang bisa kita jadikan sebuah pelajaran penting tentang proyek-proyek mercusuar yang ujung-ujungnnya hanya menghamburkan uang rakyat tanpa ada timbal balik bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial.

   Dalam bidang ekonomi ini banyak pekerjaan rumah yang butuh perhatian ekstra dari pemimpin negeri ini. Mulai dari masalah minyak dan gas, pangan dan pertanian, hasil tambang dan komoditas, hasil laut yang begitu melimpah, semua itu adalah aset bangsa yang bisa menjadi kekuatan jika digunakan serta dikelola dengan benar dan amanat.

Kelima, adanya ketegangan antar kelompok.

Bangsa Indonesia patut berbangga karena dikaruniai dengan pesona alam yang begitu indah, ditambah lagi dengan budayanya yang begitu beragam dan kaya akan kekhasan antar daerah, belum lagi bahasa daerah yang begitu beragam dengan dialek yang berbeda-beda pula. Semua itu adalah sebuah karunia dari Tuhan yang patut kita syukuri dan kita jaga, karena hampir tidak ada di dunia ini negara yang memiliki beraneka ragam budaya, agama, suku, bahasa serta dapat hidup berdampingan dengan aman dan damai.

   Kita patut berterima kasih kepada para pendiri bangsa yang telah menyatukan seluruh wilayah Indonesia yang begitu kaya ini dalam sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun sayang, pada hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-78 tahun, Bangsa Indonesia sedang mengalami pembelahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, akhir-akhir ini mulai muncul pertikaian dan permusuhan antar kelompok dan suku. Belum selesai masalah di tempat lain, sudah muncul masalah baru yang serupa di tempat lain lagi. Seakan keberagaman yang selama ini kita rasakan sudah mulai luntur dan berganti dengan ketegangan serta kecemasan yang sewaktu-waktu bisa berujung pada permusuhan dan perpecahan.

   Momentum hari Kemerdakan Indonesia kali ini hendaknya kita jadikan sebagai bahan perenungan dan introspeksi dari berbagai masalah yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dan dikhawatirkan bisa berujung pada runtuhnya serta tercerai-berainya persatuan serta kerukunan antar sesama warga negara. Jangan sampai hal itu terjadi, karena akan mencederai para pendiri bangsa dan juga para pahlawan yang telah berkorban serta berjuang untuk menyatukan berbagai suku, agama, ras serta golongan dalam sebuah bingkai yang begitu indah "Bhinneka Tunggal Ika" yang memiliki arti "Berbeda-beda Tetapi Tetap Satu".

Keenam, rusaknya moral generasi muda.

Di hari kemerdekaan Indonesia yang ke-78 tahun ini, ada sebuah kenyataan yang sungguh membuat hati ini miris. Saat ini generasi muda Bangsa Indonesia seakan kehilangan jati dirinya, mereka seakan tidak tahu untuk apa mereka hidup, dan mereka hanya sekedar mengikuti arus tanpa pernah mempertanyakan ke mana arus itu akan membawa mereka. Pada akhirnya, generasi muda Bangsa Indonesia terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkoba, pergaulan hingga sek bebas yang jelas-jelas melanggar norma agama. Tidak cukup sampai di situ, generasi muda kita mulai terjangkit virus yang sangat merusak akal dan pikiran serta belum ada obat untuk menyembuhkannya. Virus itu adalah LGBT, dan ini bisa menjadi mimpi buruk bagi Bangsa Indonesia dalam beberapa tahun ke depan, ketika generasi muda yang sekarang telah beranjak menjadi dewasa dan mengisi jabatan-jabatan penting di pemerintahan.

   Belum lagi dengan banyaknya kasus pelecehan seksual yang menimpa anak-anak Indonesia, dan yang lebih tragisnya lagi, kejadian itu terjadi di lingkungan keluarga sendiri, tempat pendidikan juga pondok pesantren yang harusnya menjadi tempat yang aman untuk anak-anak Indonesia menimba ilmu dan juga sebagai sarana pembentukan karakter. Jika sudah seperti ini keadaanya, maka tidak ada tempat yang aman lagi bagi anak-anak Indonesia untuk tumbuh dan berkembang di usia muda.

   Pernahkah kita bertanya kepada diri kita sendiri "Kalau keadaan generasi muda Indonesia seperti ini, akan jadi seperti apa Bangsa Indonesia yang kita cintai ini dalam beberapa tahun mendatang?". Mulai sekarang kita harus memikirkan jalan hidup yang harus dilalui oleh generasi muda Indonesia saat ini. Sebagai orang tua, kita harus benar-benar menjaga serta mendidik buah hati kita untuk tumbuh menjadi pribadi yang cakap, berkarakter, berilmu dan memiliki budi pekerti yang baik. Tentu tugas ini tidaklah mudah untuk dilakukan dan membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit, semua ini harus dilakukan guna menyelamatkan generasi muda dari kerusakan moral yang membahayakan serta menghancurkan.

Jika kita melihat kenyataan yang telah diuraikan di atas, sesungguhnya kita masih belum merdeka dalam arti yang sebenar-benarnya. Semoga di hari ulang tahun Kemerdekaan Indonesia yang ke-78 tahun ini, bisa menyadarkan kita semua bahwa Bangsa Indonesia saat ini sedang sakit dan ibu pertiwi sedang menangis. Kita sesama anak bangsa harus kembali bergandengan tangan serta bahu-membahu dalam membangun negeri yang kita cintai untuk bangkit dari keterpurukan dan perpecahan.

Tidak ada kata terlambat untuk memulai lagi dari awal, dan tidak ada kata menyerah dalam berjuang untuk memperbaiki Bangsa Indonesia yang telah diperjuangkan dengan susah-payah dan sungguh-sungguh oleh para pendiri bangsa, serta para pahlawan yang telah mengorbankan segalanya demi generasi berikutnya agar merdeka dari para penjajah. Kita harus mulai merubah pola pikir dari "Apa yang bisa diberikan bangsa Indonesia kepada saya?" menjadi "Apa yang bisa saya berikan kepada bangsa Indonesia?". Dengan pola pikir seperti itu, kita akan terpacu dan berusaha memberikan sumbangsih yang terbaik dalam mengisi perjalanan Bangsa Indonesia menuju kemerdekaan yang sesungguhnya serta memberi rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena itulah yang menjadi cita-cita para pendiri bangsa, yaitu tegaknya keadilan di Negara  Kesatuan Republik Indonesia.

Semoga renungan singkat ini bisa memberi manfaat juga menyadarkan kita tentang situasi Banga Indonesia saat ini. Kita semua berharap dan berdoa, semoga di hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia yang ke-78 tahun ini akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Seperti motto pada perayaan kemerdekaan Indonesia tahun ini yang berbunyi "Terus Melaju Untuk Indonesia Majut".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun