Mohon tunggu...
Achmad Fahad
Achmad Fahad Mohon Tunggu... Penulis - Seorang penulis lepas

menyukai dunia tulis-menulis dan membaca berbagai buku, terutama buku politik, psikologi, serta novel berbagai genre. Dan saat ini mulai aktif dalam menghasilkan karya tulis berupa opini artikel, beberapa cerpen yang telah dibukukan dalam bentuk antologi. Ke depan akan berusaha menghasilkan karya-kerya terbaik untuk menambah khasanah literasi di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pernikahan nan Syahdu

15 Agustus 2023   08:47 Diperbarui: 15 Agustus 2023   22:19 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore itu di teras depan rumah dengan diiringi suara gemericik air hujan, aku memeluk serta mencium kening ibuku, dan memohon doa restu agar acara pernikahan yang sebentar lagi aku lakukan dengan Fahna dapat berjalan dengan lancar tanpa ada kendala apa pun. Ibuku lalu mengusap wajah serta mencium kening dan pipiku, kemudian berkata dengan suara bergetar:

   "Anakku sayang, ibu merestui pernikahanmu dengan Fahna. Semoga seluruh rangkaian acara yang akan dilaksanakan bisa berjalan dengan lancar dan tanpa ada halangan. Maafkan ibumu ini karena tidak bisa mendampingimu di hari pernikahanmu dengan Fahna. Tetapi, doa dan restu ibu akan selalu mengiringi perjalananmu anakku. Selamat menempuh hidup baru dan semoga selamat sampai tujuan anakku."

   Mendengar kata-kata yang baru saja diucapkan oleh ibuku membuat aku tidak dapat berkata apa-apa lagi. Aku hanya bisa memandang wajah ibuku dengan air mata turun membasahi pipiku. Ibuku malah menangis sesenggukan sambil memeluk diriku semakin erat, seolah begitu berat rasanya untuk melepas kepergianku ke Pulau Bacan. Dengan lembut aku memegang bahu ibuku, lalu dengan telapak tangan kananku mengusap air mata di pipi ibuku. Kemudian aku berbicara untuk menenangkan ibuku:

   "Ibuku sayang, jangan bersedih dan menangis lagi ya! Aku pasti pulang kembali ke rumah ini dengan membawa istriku agar rumah ini bisa kembali menjadi ramai. Dan ibu juga bisa berjumpa dengan menantu ibu, yaitu Fahna," ucapku dengan suara pelan.

   "Iya anakku," kata ibuku, "ibu akan selalu menunggu kedatangan dirimu beserta menantu ibu Fahna di rumah ini. Sekarang, sudah waktunya kamu untuk berangkat anakku, mobil travel telah menunggu di halaman rumah," imbuh ibuku.

   Aku segera bersalaman sambil mencium tangan ibuku. Tidak lupa aku meminta maaf dan memeluk adikku satu per satu. Setelah berpamitan, aku segera berjalan menuju ke mobil travel dengan membawa sebuah koper dan meletakkannya di bagasi mobil travel. Aku segera masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi depan, setelah itu mobil mulai berjalan perlahan meninggalkan halaman rumah, dan aku dapat melihat ibuku melambai-lambaikan tangan dengan raut wajah haru bercampur bahagia.

***

Malam itu aku bermalam di sebuah rumah kos yang menjadi tempat tinggal temanku, dan kebetulan ia bekerja sebagai sopir travel yang aku naiki tadi sore. Sesudah menikmati makan malam di sebuah warung pinggir jalan, aku bergegas tidur lebih awal agar tidak terlambat tiba di Bandara Juanda esok hari. Pada kenyataannya, aku tidak bisa tidur malam itu. Pikiranku selalu terbayang wajah ibuku yang berada di rumah, rasanya aku ingin bisa kembali pulang, lalu mengajak ibuku beserta adik-adikku untuk pergi ke Pulau Bacan dan bisa hadir di acara pernikahanku. Tetapi apa daya, aku tidak memiliki biaya untuk mengajak ibuku beserta adik-adikku, dan pada akhirnya hanya aku yang berangkat seorang diri ke Pulau Bacan. Itulah rasa bersalah tebesar yang aku rasakan malam itu di dalam sebuah kamar kos.

   Samar-samar aku merasakan ada yang mengoyang-goyang tubuhku saat aku baru bisa merasakan tidur nyenyak. Saat aku akhirnya membuka mata, ternyata temanku sedang menunjuk sebuah jam dinding yang terpasang di atas meja. Ketika aku melihat jam dinding, waktu telah menunjukkan pukul empat lebih tiga puluh menit pagi, dan aku harus segera bergegas dan bersiap-siap untuk menuju ke Bandara Juanda yang letaknya tidak jauh dari rumah kos tempat aku berada saat ini. Setelah semua persiapan selesai, aku meminta tolong kepada temanku untuk mengantarku ke Bandara Juanda. Pada pukul lima lebih tiga puluh menit pagi, mobil yang aku tumpangi akhirnya berhenti di depan terminal keberangkatan domestik. Aku segera turun dari mobil, lalu mengeluarkan barang bawaanku dari bagasi mobil, dan mengucapkan terima kasih banyak kepada temanku atas semua bantuan yang telah ia berikan. Dengan senyum ramah temanku berkata:

   "Selamat jalan dan semoga tiba dengan selamat di Pulau Bacan. Dan satu lagi, selamat menempuh hidup baru teman." Kami pun bersalaman dan berpelukan, lalu ia kembali masuk ke dalam mobil, dan segera mobil mulai berjalan perlahan meninggalkan aku yang tengah berdiri di terminal keberangkatan domestik Bandara Juanda.

   Setelah mobil yang aku tumpangi hilang dari pandangan. Aku segera mengambil sebuah kereta dorong yang tersedia di area terminal keberangkatan domestik, lalu meletakkan koper beserta tas bahu di atasnya. Setelah itu, aku mulai berjalan dengan santai menuju ke gerbang check-in sambil mengamati situasi Bandara Juanda pagi ini. Deretan toko-toko yang ada di terminal keberangkatan domestik terlihat masih tutup, tidak pula lalu-lalang para calon penumpang yang biasanya memadati Bandara Juanda. Dengan mudah aku sudah berada di depan gerbang check-in untuk bisa masuk ke bagian dalam area bandara. Aku segera menyerahkan tiket beserta surat-surat yang diperlukan untuk perjalanan kali ini kepada petugas berseragam biru yang sedang berjaga. Setelah diperiksa dengan teliti dan seksama oleh petugas, aku akhirnya diizinkan untuk masuk ke dalam area bandara untuk selanjutnya melakukan proses boarding. Aku segera berjalan menuju ke konter maskapai penerbangan Lion Air, lalu menyerahkan tiket beserta koper untuk dimasukkan ke dalam bagasi pesawat. Setelah dari konter Lion Air dan mendapat tiket boarding pass. Aku segera berjalan menuju ke ruang tunggu keberangkatan yang berada di lantai dua gerbang 5. Pada pukul enam lebih tiga puluh menit, akhirnya para penumpang dipersilakan untuk menaiki pesawat yang tengah terparkir. Bersama para calon penumpang lainnya, aku berjalan menuju ke tangga pesawat dan menaikinya. Setelah berada di dalam pesawat, seorang pramugrai cantik yang tengah bertugas dengan sopan menunjukkan di mana tempat aku akan duduk yang ternyata ada di bagian belakang pesawat. Kurang dari lima belas menit, aku melihat pesawat mulai didorong mundur dari area parkir, dan selanjutnya pesawat mulai berjalan perlahan menuju ke landas pacu bandara. Setelah berhenti selama kurang lebih dua menit, tiba-tiba aku merasakan tarikan kuat di punggungku saat pesawat mulai melaju dengan kecepatan penuh di landas pacu Bandara Juanda hingga akhirnya pesawat berhasil lepas landas dengan sempurna di udara pagi yang berawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun