Pendukung hak digital secara praktikkal menekankan pada "mengetahui hak-hak digital" dan merancang perlindungan hak digital. Organisasi masyarakat sipil (OMS)seringkali menggunakan istilah hak digital pada ranah ilmu sosial dan humaniora.Â
Lain lagi dengan akademisi dan cendekiawan. Di ranah teknlogi informasi dan komunikasi, mereka sering mengaitkannya dengan hak cipta dan hak kekayaan intelektual produk digital.
Kita bisa memaklumi perbedaan definisi di atas. Hal ini disebabkan hak digital tidak memiliki kerangka teori yang kuat. Semua didasarkan pada pengamatan empiris dan bagaimana hak asasi manusia beradaptasi di ranah digital dan menyeseuaikannya dengan perkembangan teknologi.
Menurut SAFEnet atau South East Asia Freedom of Expression Network ada beberapa hak digital yang harus dilindungi. Berikut ini saya rangkum garis besar mengenai hak-hak digital tersebut:
- Hak untuk mengakses hak internet (termasuk penyediaan infrastruktur dan konten).
- Hak untuk bebas berekspresi di ranah digital (termasuk menyatakan opini dan pendapat di ranah digital).
- Hak atas rasa aman di ranah digital (termasuk perlindungan privasi dan data pribadi).
Sudah cukup jelas, kan? Tiga hak digital di atas wajib kita ketahui. Jangan sampai ada lagi kasus-kasus pelanggaran hak-hak digital hanya karena kita tidak memahami.
Sebagai warganet, setidaknya kita tidak mudah terbakar dengan beragam opini publik. Dikit-dikit mengadu atas nama UU ITE. Intinya, jangan mudah baperan.
Sekilas Mengenai SAFEnet
SAFEnet sendiri adalah lembaga nonprofit yang mengadvokasi hak-hak digital di Indonesia, khususnya dan Asia Tenggara pada umumnya.Â
Tepat Selasa (24/5) SAFEnet meluncurkan website platform pendidikan hak digital yang bisa diakses gratis oleh siapa saja.
Melalui platform ini, publik bisa belajar banyak mengenai hak-hak digital.Â
Untuk info lebih lengkap, silakan kunjungi langsung www.safenet.or.id atau melalui media sosialnya @safenetvoice