Mohon tunggu...
Achdiar Redy Setiawan
Achdiar Redy Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar pada Jurusan Akuntansi, FEB Universitas Trunojoyo Madura

Long-life learner. Interested in cultural studies, art, pyschology and spirituality-religiosity. Book, music and basketball lover

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

FAGI FAKAUBUN DAN KEHANGATAN PERSAUDARAAN: SEBUAH OBITUARI

27 Desember 2023   16:34 Diperbarui: 27 Desember 2023   17:01 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di sebuah sore yang cerah, tiba-tiba Fagi Fakaubun merangkul saya. "Hei Dhuro, yo opo kabarmu. Nggak carok tak iye", demikian sapaannya mengawali percakapan. Ia mengajak saya berbincang layaknya kawan yang telah mengenal lama. Padahal itu persamuhan kami kali pertama. Entah dari siapa ia mengenal latar belakang saya yang pendatang baru di komisariat ekonomi.

Bajunya necis. Sepatunya sporty. Dibalut celana jeans biru, ia tampak trendi. Rambutnya klimis dengan semburan gel yang pekat membuat sisirannya tak bergeming diterpa angin.

Seluruh tampilan wadak nan memuda yang coba ia kesankan tak mampu menutupi latar belakangnya. Aksen bahasa Jawa-nya khas. Mata, rahang dan bentuk wajah juga menampilkan penilaian yang sama. Ia pastilah datang dari Indonesia bagian timur. Sejurus kemudian, barulah saya mendapat informasi bahwa pemuda ini adalah berasal dari Maluku.

Hari-hari berikutnya menjadi sejarah dalam hidup saya dan teman-teman aktivis di Universitas Brawijaya (UB) awal 2000-an. Bang Fagi (BF), demikian kami para juniornya menyapa, adalah kakak dan senior yang hatinya penuh dengan kehangatan dan kebaikan. Ia tidak pernah membuat jarak dengan adik-adiknya. Bahkan, saking dekatnya, tak jarang BF menjadi bahan ledekan kami yang usianya lebih muda. Urusan gaya busana, asmara hingga hal ikhwal ke-Ambon-an adalah amunisi "perundungan" kami atasnya. Dan ia tak pernah marah atas hal itu.
---
Perjalanan hidup BF sungguhlah tidak mudah. Ia adalah salah satu "korban" konflik antaragama di Maluku sekitar tahun 1999. Konflik yang sebagian besar berpusat di kota Ambon itu menurut data menewaskan ribuan orang hingga terciptanya perdamaian sekitar tahun 2002. Penduduk Ambon yang awalnya hidup damai tenteram terbelah diametral antara penganut Islam dan Kristen saat mencuat konflik kekerasan kala itu.

Salah satu yang terdampak kekerasan "atas nama" agama adalah para pelajar. Untuk menyelamatkan diri, Pemerintah Provinsi Maluku memberikan kesempatan dan membiayai mahasiswa yang berkuliah di kota Ambon untuk pindah kuliah. Beberapa perguruan tinggi negeri di Jawa dan Sulawesi menjadi destinasi. BFi akhirnya memutuskan berlabuh di Jurusan Manajemen FEB UB Malang.

Proses perpindahan ini tidak semulus yang diperkirakan. Banyak mata kuliahnya saat di Universitas Pattimura yang tidak diakui di UB. Dia terpaksa mengulang banyak mata kuliah yang sesungguhnya telah ditempuh. Kenyataan itu dihadapi BF dengan tabah. BF kerap bertutur, dia menemukan gairah baru saat hijrah ke Malang. Selain dapat keluar dari pusaran konflik yang menggiriskan hati, ia menemukan saudara dan sahabat baru di kota apel. Pelbagai aktivitas kemahasiswaan dia ikuti, di dalam dan luar kampus. Jejaring dengan dosen dan profesi lainnya ia bangun.

---

Kecintaannya kepada Malang ia buktikan dengan betahnya bermukim di sana. Saat lulus sebagai sarjana S1 tahun 2002, BF memilih tetap tinggal di Malang. Kecintaannya kepada dunia akademik dan pemberdayaan sosial kemasyarakatan menjadikan BF berkecimpung di area itu dalam periode waktu yang lumayan panjang. Mengikut dosen dan beberapa koleganya, ia terjun ke beberapa proyek sosial dan pemerintahan. Isu-isu sosial, ekonomi dan pemberdayaan masyarakat mewarnai hari-hari pasca lepas dari kampus.

Passion yang tinggi pada dunia akademik ia wujudkan dengan menempuh studi magister pada 2007. Masih di kampus almamaternya dahulu: Departemen Ilmu Manajemen UB. Saya yang juga kembali bersekolah S2 di Malang pada 2010 kembali intens berinteraksi dengan BF. Bermain futsal bersama, pergi ke warung kopi terdekat hingga membuat beberapa "kenakalan" kecil sering kami lakukan dengan BF. Dia masih sama seperti dulu, berlagak "bos besar" bagi kami adik-adiknya. Tatkala meriung bersamanya, tak akan pernah ada kesedihan, kekalutan ataupun kekhawatiran tentang hidup. Aura dan vibe tentang kebahagiaan saja yang dia senantiasa pancarkan.

Oh ya, masih tentang warna keriaan hidup ini, ada cerita yang masih membekas tentang BF. Semasa kuliah S1, BF sering mentraktir kami makan saat kiriman uang anak-anak kost seperti saya mulai menipis. Biasanya, setiap kali dia mendapat rezeki nomplok, dia akan kumpulkan kami adik-adiknya ini untuk sekadar makan agak berkelas (baca: enak dan agak mahal begitu). Bahkan BF pula yang membayari kami masuk ke diskotik yang tiket masuknya tak terjangkau mahasiswa kere macam saya dan beberapa kawan lain. Itupun setelah kami agak mengiba dan bercerita padanya, kayak apa sih dunia malam itu. Semacam penasaran saja apa yang berlaku di arena gemerlap itu. Di dalamnya, kami hanya melihat dan memperhatikan saja manusia-manusia yang sedang trance. Sebab hanya penasaran saja apa yang terjadi di dalamnya.

---

Selepas kuliah S2 itu, kami kehilangan jejak BF agak lama. Hingga pada sekitar 2017, saya ada tugas negara ke Ambon selama empat hari. Saya mencoba mencari kontak barunya dan berhasil. Seluruh kerinduan lama antara kakak dan adik itu tertumpahkan di sana. BF menyediakan waktunya khusus menjamu saya dan istri. Ia juga mengajak saya ke rumahnya dan mengenalkan istrinya berparas cantik dan baik hati, Anita Kumalasari. Bang Fagi terhitung terlambat menikah. Ketika berjumpa dengan Anita ini, ia menceritakan rasa harunya menemukan pendamping hidup yang tepat setelah sekian perjalanan menemukan belahan jiwa. Kehadiran sepasang anak semakin melengkapi kebahagiaannya.

Selama muhibah di Ambon itu, gaya khas sebagai "big boss" masih lekat ditampakkan pada saya. Ia mentraktir kami makan papeda, ikan kuah kuning dan pelbagai kuliner khas Ambon. Jalan-jalan menyusuri pantai hingga bertualang ke kampung-kampung eksotis di pelosok Maluku. Bahkan saat perut sudah penuh dan badan sudah letih, dia masih berseloroh, "Ayo mau makan apa lagi. Google saja apa kuliner dan tempat yang ingin dicicipi. Waktuku full untuk kamu selama kamu di sini". Sebuah kehangatan, keramahan dan keluasan hati yang memancar secara otentik. Tidak berubah semenjak awal jumpa.

Dari persamuhan di Ambon itulah, saya mengetahui bahwa BF memiliki hasrat besar untuk ikut membangun kampungnya. Berbekal pendidikan dan pengalaman semasa kuliah di Malang, ia curahkan sebagian besar energinya untuk aktif terlibat dalam pembangunan Ambon pada khususnya dan Maluku secara umum. BF bergabung ke beberapa organisasi sosial dan kepemudaan untuk terus memupuk kecintaannya pada organisasi. KNPI, ICMI, KAHMI adalah beberapa organisasi yang bisa disebut sebagai wadah aktualisasinya.

Dalam perjalanan berikutnya, ia memilih jalur politik. Hal ini berawal dari permintaan seniornya untuk bergabung sebagai staf ahli pada DPRD Provinsi Maluku. Pergumulan intensif dengan isu-isu sosial kemasyarakatan memantapkan hatinya untuk menempuh jalan politik ini sebagai ladang pengabdian. Partai Golkar menjadi pilihan BF.

Pemilu 2019 menjadi pembuka BF untuk ikut berjuang di jalan politik sebagai pemula. Namun masih belum rezekinya. Ia belum dapat menduduki kursi sebagai legislator DPRD Kota Ambon. BF menanggapinya dengan santai sebab sadar ini masih sebagai awalan. Ia tetap membangun jejaring dan bertumbuh di dalam arena politik itu.

Pemilu 2024 ini menjadi ajang pembuktian kapasitasnya di dunia politik praktis. Kami berjumpa terakhir di sekitar akhir 2022 di Surabaya. Saat itu ia mendampingi beberapa anggota DPRD Provinsi Maluku yang melakukan studi banding ke DPRD Provinsi Jawa Timur. Dalam perjumpaan itu, ia menceritakan kesiapannya menuju kontestasi Pemilu 2024. Berbekal jejaring yang semakin kuat dan narasi isu yang sudah sangat ia kuasai, optimisme menyembul pada dirinya.

Namun siapa yang menyangka, aura positif dan kegairahan dalam perjumpaan di kafe sekitar Tunjungan Plaza malam itu hanya berhenti di situ. Berita yang terlambat saya baca di WA Group memberitakan kabar menyesakkan ini. Bang Fagi berpulang di pagi 26 Desember 2023. Saya tak menyaksikan ia menderita sakit berat selama interaksi kami. Bahkan saat perjamuan terakhir di Surabaya itu, kami sanggup bercengkerama hingga dini hari dengan stamina prima.

Sungguh, rencana Tuhan adalah rahasia terbesar dalam hidup. Bang Fagi dipanggilNya kurang dari dua bulan sebelum pertarungan politik 2024. Boleh jadi, sangat boleh jadi, Tuhan sedang ingin menyelamatkan BF dari intrik dan kebuasan dunia politik yang terlalu dalam. Kerendahan hati, kehangatan dan kebaikan yang senantiasa ia pancarkan kepada sekelilingnya boleh jadi akan tergerus kalau ia tercebur dalam habitus politik yang eksisting terjadi.

Tapi narasi itu hanyalah pengandaian untuk membesarkan hati. Sungguh, setelah dua senior dan mentor yang juga pulang terlalu lekas (Yusuf Risanto dan Tirmizi Husin), berita duka tentang kepergian Fagi Fakaubun ini belum dapat saya terima sepenuhnya. Kehilangan besar atas sosok kakak, sahabat, dan rekan yang pikirannya masih dipenuhi idealisme tentang masyarakat sekitar. Sebab idealisme adalah barang langka hari-hari ini. Tan Malaka pernah berujar, "idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda." Kita yang tak pernah merasa tua beruntung masih dibekali kesadaran paripurna tentang idealisme ini. Meski harus terseok-seok dan terantuk-antuk, ikhtiar menyalakan idealisme ini perlu terus dilakukan. Dan setiap kali kehilangan sosok yang saya tahu masih memeluk idealisme itu, saya seperti merasa ditinggal sendirian. Berkurang lagi tempat ngecharge semangat dan memupuk nilai-nilai yang kita lakoni semenjak menjadi mahasiswa.

Bang Fagi, saya akan mengingat semua kebaikanmu. Semua kehangatan persaudaraan. Semua percakapan kita yang kerap melalui telepon saat jarak memisahkan. Tentang pemberdayaan masyarakat. Tentang pembangunan ekonomi daerah. Tentang pengalokasian anggaran daerah yang berkeadilan. Mimpi-mimpi yang dipupuk sejak bangku kuliah tentang Indonesia yang lebih berkeadilan insya Allah akan kami, adik-adikmu, teruskan dan lanjutkan.

Benarlah apa yang pernah disampaikan Maulana Jalaludin Rumi, "kematian adalah jembatan yang menghubungkan orang yang mencintai dengan yang dicintainya.". Dan tulisan ini pun berada pada pusaran itu. Bahwa benar kematian adalah rahasia Tuhan. Tapi tetap, kalau secepat ini terjadinya peristiwa yang memisahkan ini, berat juga rasa untuk menerima kenyataan. Selamat jalan, Kanda Fagi Fakaubun. Allah SWT lebih mencintaimu.

Penang, akhir tahun 2023.

ARS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun