Selepas kuliah S2 itu, kami kehilangan jejak BF agak lama. Hingga pada sekitar 2017, saya ada tugas negara ke Ambon selama empat hari. Saya mencoba mencari kontak barunya dan berhasil. Seluruh kerinduan lama antara kakak dan adik itu tertumpahkan di sana. BF menyediakan waktunya khusus menjamu saya dan istri. Ia juga mengajak saya ke rumahnya dan mengenalkan istrinya berparas cantik dan baik hati, Anita Kumalasari. Bang Fagi terhitung terlambat menikah. Ketika berjumpa dengan Anita ini, ia menceritakan rasa harunya menemukan pendamping hidup yang tepat setelah sekian perjalanan menemukan belahan jiwa. Kehadiran sepasang anak semakin melengkapi kebahagiaannya.
Selama muhibah di Ambon itu, gaya khas sebagai "big boss" masih lekat ditampakkan pada saya. Ia mentraktir kami makan papeda, ikan kuah kuning dan pelbagai kuliner khas Ambon. Jalan-jalan menyusuri pantai hingga bertualang ke kampung-kampung eksotis di pelosok Maluku. Bahkan saat perut sudah penuh dan badan sudah letih, dia masih berseloroh, "Ayo mau makan apa lagi. Google saja apa kuliner dan tempat yang ingin dicicipi. Waktuku full untuk kamu selama kamu di sini". Sebuah kehangatan, keramahan dan keluasan hati yang memancar secara otentik. Tidak berubah semenjak awal jumpa.
Dari persamuhan di Ambon itulah, saya mengetahui bahwa BF memiliki hasrat besar untuk ikut membangun kampungnya. Berbekal pendidikan dan pengalaman semasa kuliah di Malang, ia curahkan sebagian besar energinya untuk aktif terlibat dalam pembangunan Ambon pada khususnya dan Maluku secara umum. BF bergabung ke beberapa organisasi sosial dan kepemudaan untuk terus memupuk kecintaannya pada organisasi. KNPI, ICMI, KAHMI adalah beberapa organisasi yang bisa disebut sebagai wadah aktualisasinya.
Dalam perjalanan berikutnya, ia memilih jalur politik. Hal ini berawal dari permintaan seniornya untuk bergabung sebagai staf ahli pada DPRD Provinsi Maluku. Pergumulan intensif dengan isu-isu sosial kemasyarakatan memantapkan hatinya untuk menempuh jalan politik ini sebagai ladang pengabdian. Partai Golkar menjadi pilihan BF.
Pemilu 2019 menjadi pembuka BF untuk ikut berjuang di jalan politik sebagai pemula. Namun masih belum rezekinya. Ia belum dapat menduduki kursi sebagai legislator DPRD Kota Ambon. BF menanggapinya dengan santai sebab sadar ini masih sebagai awalan. Ia tetap membangun jejaring dan bertumbuh di dalam arena politik itu.
Pemilu 2024 ini menjadi ajang pembuktian kapasitasnya di dunia politik praktis. Kami berjumpa terakhir di sekitar akhir 2022 di Surabaya. Saat itu ia mendampingi beberapa anggota DPRD Provinsi Maluku yang melakukan studi banding ke DPRD Provinsi Jawa Timur. Dalam perjumpaan itu, ia menceritakan kesiapannya menuju kontestasi Pemilu 2024. Berbekal jejaring yang semakin kuat dan narasi isu yang sudah sangat ia kuasai, optimisme menyembul pada dirinya.
Namun siapa yang menyangka, aura positif dan kegairahan dalam perjumpaan di kafe sekitar Tunjungan Plaza malam itu hanya berhenti di situ. Berita yang terlambat saya baca di WA Group memberitakan kabar menyesakkan ini. Bang Fagi berpulang di pagi 26 Desember 2023. Saya tak menyaksikan ia menderita sakit berat selama interaksi kami. Bahkan saat perjamuan terakhir di Surabaya itu, kami sanggup bercengkerama hingga dini hari dengan stamina prima.
Sungguh, rencana Tuhan adalah rahasia terbesar dalam hidup. Bang Fagi dipanggilNya kurang dari dua bulan sebelum pertarungan politik 2024. Boleh jadi, sangat boleh jadi, Tuhan sedang ingin menyelamatkan BF dari intrik dan kebuasan dunia politik yang terlalu dalam. Kerendahan hati, kehangatan dan kebaikan yang senantiasa ia pancarkan kepada sekelilingnya boleh jadi akan tergerus kalau ia tercebur dalam habitus politik yang eksisting terjadi.
Tapi narasi itu hanyalah pengandaian untuk membesarkan hati. Sungguh, setelah dua senior dan mentor yang juga pulang terlalu lekas (Yusuf Risanto dan Tirmizi Husin), berita duka tentang kepergian Fagi Fakaubun ini belum dapat saya terima sepenuhnya. Kehilangan besar atas sosok kakak, sahabat, dan rekan yang pikirannya masih dipenuhi idealisme tentang masyarakat sekitar. Sebab idealisme adalah barang langka hari-hari ini. Tan Malaka pernah berujar, "idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda." Kita yang tak pernah merasa tua beruntung masih dibekali kesadaran paripurna tentang idealisme ini. Meski harus terseok-seok dan terantuk-antuk, ikhtiar menyalakan idealisme ini perlu terus dilakukan. Dan setiap kali kehilangan sosok yang saya tahu masih memeluk idealisme itu, saya seperti merasa ditinggal sendirian. Berkurang lagi tempat ngecharge semangat dan memupuk nilai-nilai yang kita lakoni semenjak menjadi mahasiswa.
Bang Fagi, saya akan mengingat semua kebaikanmu. Semua kehangatan persaudaraan. Semua percakapan kita yang kerap melalui telepon saat jarak memisahkan. Tentang pemberdayaan masyarakat. Tentang pembangunan ekonomi daerah. Tentang pengalokasian anggaran daerah yang berkeadilan. Mimpi-mimpi yang dipupuk sejak bangku kuliah tentang Indonesia yang lebih berkeadilan insya Allah akan kami, adik-adikmu, teruskan dan lanjutkan.
Benarlah apa yang pernah disampaikan Maulana Jalaludin Rumi, "kematian adalah jembatan yang menghubungkan orang yang mencintai dengan yang dicintainya.". Dan tulisan ini pun berada pada pusaran itu. Bahwa benar kematian adalah rahasia Tuhan. Tapi tetap, kalau secepat ini terjadinya peristiwa yang memisahkan ini, berat juga rasa untuk menerima kenyataan. Selamat jalan, Kanda Fagi Fakaubun. Allah SWT lebih mencintaimu.