Mohon tunggu...
Achdian Hardini
Achdian Hardini Mohon Tunggu... mahasiswa -

Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Konsentrasi Ekonomi Moneter angkatan 2012. Fakultas Ekonomi Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mencermati Peluang Pelemahan Rupiah

29 Maret 2015   18:02 Diperbarui: 9 Mei 2018   08:47 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tampaknya Bank Indonesia merasa gamang dengan keadaan volatilitas nilai tukar rupiah yang tidak karuan akhir-akhir ini. Karena sabtu kemarin (14/3/2015) nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kembali terjatuh mendekati level Rp 13.200. Seperti dikutip dari data Bank Indonesia, mata uang ‘garuda’ dibuka turun ke posisi Rp 13.191 per dollar AS, anjlok 15 poin dibanding Rp 13.176. Sampai pada hari ini (18/3/2015), rupiah mengalami penguatan nilai ke posisi Rp 13.164, naik 45 poin dibanding Rp 13.209 (17/3/2015).

Indeks dollar AS yang kembali naik menjadi faktor penekan bagi mata uang rupiah hari ini. Pelaku pasar pun menunggu langkah nyata pemerintah dan otoritas keuangan terhadap pelemahan mata uang rupiah. Ketakutan terhadap liarnya ‘bola ekonomi kunci’ ini dikarenakan oleh dampak negatif yang akan ditimbulkannya, sehingga sangat dikhawatirkan oleh para pelaku ekonomi terutama pemerintah, tetapi mungkin saja tidak bagi para spekulan.

Hal lain yang semakin memicu pelemahan rupiah yaitu besarnya kebutuhan dolar oleh beberapa pelaku ekonomi kunci, seperti Pertamina dalam memenuhi pembayaran harga minyak impor akibat melangitnya harga minyak dunia. Selain itu disebabkan pula oleh kepanikan para pemegang uang yang merasa nilai kekayaannya terpangkas oleh inflasi, sehingga mereka berbondong-bondong mencari posisi aman dengan menggeser portofolio kekayaannya dari simpanan atau deposito di perbankan menjadi asset keuangan yang lebih stabil dan dapat menguntungkan, yakni memegang dolar Amerika. 

Tindakan ini terutama dilakukan oleh pemilik ‘uang panas’ yang ditanam dalam bentuk deposito jangka pendek yang dapat ditarik setiap waktu. Jika hal ini berlangsung berkepanjangan maka jelas akan memperburuk kegiatan produktif di sektor riel, kemudian akan semakin tingginya harga barang dan lemahnya nilai tukar rupiah.

Keresahan Importir

Tidak dapat dipungkiri keresahan merebak dalam benak para importir negeri akibat penguatan nilai tukar dolar Amerika, yang telah pasti diprediksi akan menyebabkan tingginya biaya operasional impor. Sehingga dalam situasi seperti ini berbagai asumsi dan rencana yang sebelumnya telah dibuat melenceng jauh dari prediksi mereka. Intensitas fluktuasi nilai tukar rupiah yang tak menentu menyebabkan importir kesulitan membuat perencanaan keuangan dan operasional jangka panjang.

Harga barang-barang impor menjadi lebih mahal. Barang konsumsi seperti pangan dan elektronik misalnya, mengalami kenaikan harga yang signifikan. Beban industri yang bergantung pada bahan baku dan barang modal impor seperti industri farmasi dan tekstil, juga semakin berat. Agar tetap untung mereka terpaksa menaikkan harga jual produk mereka. 

Inilah yang disebut dengan imported inflation, inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga barang impor. Situasi seperti ini tentu semakin meresahkan dan membuat tidak nyaman kalangan importir. Sehingga harapan para importir saat ini adalah pemerintah bisa memberikan kepastian ihwal nilai tukar rupiah ini.

Berkah dari Pelemahan Nilai Rupiah

Foto Arsip
Foto Arsip
Jika umumnya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika ini menjadi permasalahan bagi sebagian pihak, khususnya untuk para importir yang merasa dirugikan atas hal ini, maka tidak demikian halnya dengan para eksportir. Hal ini justru menjadi pembawa ‘berkah’ karena berdampak positif pada neraca perdagangan Indonesia. Depresiasi atau penurunan nilai tukar (kurs) suatu mata uang sebenarnya seperti dua sisi koin dalam satu kesatuan, yang mana jika dibolak-balik maka ada pihak yang diuntungkan dan ada pula yang dirugikan. Kurs rupiah yang melemah memiliki beragam implikasi bagi masyarakat, baik perusahaan maupun individual.

Mereka yang sedikit lega dengan pelemahan nilai rupiah yaitu kalangan eksportir yang memiliki hasil pertanian dan perkebunan, seperti gambir, pinang, kakao (cokelat), dan lainnya. Gambir yang biasanya seharga Rp 22.000; per kilogram, kini naik menjadi Rp 27.000; per kilogram. 

Eksportir kakao juga meraup untung lebih akibat meroketnya harga kakao di pasar internasional. Kenaikan harga biji kakao ini tidak hanya dipengaruhi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar, melainkan naiknya harga market internasional. Namun tidak semua komiditi ekspor harganya naik, sebab sebagian ada juga jumlah permintaan dari luar negeri menurun. Walau demikian, eksportir yang menerima pembayaran ekspor dalam dolar dan cost produksi mereka menggunakan rupiah akan mendapatkan jumlah rupiah yang lebih banyak atas barang ekspor mereka.

Selanjutnya yang turut merasakan keuntungan pelemahan rupiah adalah orang yang selama ini menyimpan uangnya dalam bentuk dolar atau yang berinvestasi dengan menyimpan dolar. Momen ini akan membuat mereka menukarkan dolarnya ke rupiah karena akan mendapat rupiah yang lebih banyak. Hal ini mirip dengan berinvestasi dalam emas. Sisi positif lainnya yaitu meningkatnya nilai gaji dalam bentuk dolar AS atau mata uang asing lainnya saat ditukarkan dengan rupiah.

Mencermati Peluang Pelemahan Rupiah

Terlepas dari efek negatif dan positif dari pelemahan nilai rupiah, dapatkah kita menelaah apa maksud di balik pelemahan rupiah tersebut? Bukankah pelemahan nilai tukar rupiah ini dapat dijadikan momentum dan peluang untuk memaksimalkan beberapa sektor lainnya, seperti ekspor dan pariwisata? Meroketnya harga-harga barang impor dapat mengurangi dan menekan permintaan akan impor dalam negeri. 

Kondisi seperti ini Indonesia harus gencar meningkatkan daya saing produk dalam negeri, mencuri minat konsumen dengan harga produk lebih murah namun kualitas mampu bersaing. Sudah waktunya pemerintah mendorong ekspor dengan memperbaiki infrastruktur untuk kelancaran ekspor dalam negeri.

Mari mencermati tentang sektor pariwisata, Indonesia dapat meraih banyak keuntungan dari sektor ini. Salah satu faktor penarik dan pendorong seseorang melakukan kunjungan ke suatu negara adalah masalah biaya. 

Dapat dikatakan pula bahwa motivasi wisatawan asing yaitu mendapatkan apapun yang mereka inginkan termasuk kepuasan dan refreshing berkualitas namun dengan harga ‘miring’. Ilustrasinya seperti ini, jika seorang warga Amerika Serikat ingin berkunjung ke Indonesia dengan modal US$ 1.000; maka ia akan menukarkan uangnya menjadi Rp 12.000.000; (anggap saja waktu itu kurs US$ 1 adalah Rp 12.000;), dan jika rupiah mengalami pelemahan nilai tukar menjadi US$ 1 adalah Rp 13.200; maka uang wisatawan tersebut akan meningkat menjadi Rp 13.200.000. Dengan tambahan uang Rp 1.200.000; tersebut, tentu akan membuat wisawatan asing mendapatkan lebih banyak hal dalam kunjungannya. 

Oleh sebab itu, kita hanya perlu untuk melihat permasalahan ini dari sudut pandang yang berbeda, menjadikan isu pelemahan rupiah sebagai peluang wisatawan asing untuk berkunjung ke Indonesia.

Di lain sisi, pelemahan nilai tukar rupiah juga akan membuat warga Indonesia mengurangi kunjungannya ke Negara lain karena modal kunjungan ke luar negeri akan terasa lebih sedikit bila ditukarkan dengan mata uang asing. Sehingga banyak yang mengurungkan niat atau membatalkan rencana kunjungannya ke luar negeri. Jadi, cash outflow bisa ‘tertekan’ dengan sendirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun