Seiring berjalannya waktu, media penyiaran mengalami berbagai peningkatan dan perubahan, hal ini disebabkan oleh berkembangnya teknologi dan informasi.Â
Saat ini informasi yang didapatkan tidak hanya melalui siaran radio ataupun siaran televisi, melainkan juga bisa didapatkan melalui jaringan internet.Â
Media pun harus dapat berbentuk dua arah tidak hanya satu arah, dalam artian khalayak umum juga bisa mengeluarkan pendapatnya.Â
Hal ini merupakan penyelarasan  dari media konvensional dengan media-media masa kini. Hal tersebut menuntut sinergitas dan kekuatan media penyiaran konvensional dengan media masa kini.Â
Media penyiaran televisi dan radio pun harus mampu bersinergi dan selaras dengan media-media terkini, yang dimana sebelumnya televisi dan radio hanya dapat dinikmati secara pasif atau satu arah, saat ini harus mampu menjadi media interaksi dua arah dengan dukunngan media-media masa kini. Tentu saja hal tersebut mampu membuat publik menanggapi siaran yang diterimanya hanya menggunakan gadget.Â
Tak jarang, hal tersebut mengakibatkan konflik, dikarenakan adanya kepalsuan atau kebohongan yang diterima oleh khalayak umum melalui hanya melalui gadget.Â
Oleh sebab itu, etika sangat penting untuk diperhatikan agar bisa mengontrol dan mengolah dunia penyiaran menjadi lebih baik dan dapat diterima.
Etika memiliki arti nilai yang baik, nilai yang berkaitan dengan benar salah yang dipegang oleh seseorang atau kelompok. Alexander Sonny Keraf, dalam buku, Etika Lingkungan (2002), menjelaskan bahwa etika diapahami sebagai perintah dan larangan tentang baik-buruknya perilaku manusia, yakni perintah yang harus dipatuhi dan larangan yang harus dihindari. Yang secara keseluruhan norma mampu mengendalikan seseorang atau kelompok hanya karena harus menjaga nilai dan perilaku yang baik, agar dapat diterima dan tidak merugikan.
Media penyiaran di Indonesia dianggap dimiliki dan dikendalikan oleh masyarakat atau publik, karena frekuensi tentu milik public dan sifatnya terbatas, maka penggunaan media penyiaran harus mampu memuat kepentingan, dan pelayanan publik sebesar-besarnya.Â
Tentu saja kepentingan tersebut dalam kondisi sehat atau tidak merusak kepentingan publik. Hal tersebut berarti media penyiaran harus mampu memenjalankan fungsi pelayanan informasi yang sehat.Â
Informasi pun beragam bentuknya, mulai dari berita, ilmu pengetahuan, hiburan, dll. Pelayanan informasi yang sehat pun sudah diatur dalam Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yaitu tatanan informasi yang adil, merata, dan seimbang adalah kondisi informasi yang tertib, teratur, dan harmonis terutama mengenai arus informasi atau pesan dalam penyiaran pusat dan daerah, antarwilayah di Indonesia, serta antara Indonesia dan dunia internasional.
Di dalam media penyiaran, tentu ada yang namanya televisi. Televisi merupakan bagian dari media massa dan penyiaran yang juga merupakan bagian dari ruang publik. Televisi adalah sebuah alat yang memiliki proses penyampaian segala sesuatu kepada khalayak.Â
Maka dari itu, di dalam siaran televisi terdapat banyak bentuk-bentuk program siaran yang dikemas untuk memenuhi kebutuhan khalayak.Â
Televisi menciptakan berbagai program acara agar bisa dilihat dan dinikmati oleh audience, setiap program dan siaran di dalam televisi pun beragam dan diciptakan dengan mempunyai jenis program yang berbeda, seperti hiburan, pendidikan, berita, informasi, sinetron, variety show, dll.
Sinetron dan variety show merupakan dua dari sekian banyak program siaran yang ada di televisi. Kedua program siaran tersebut memiliki arti dan tujuan yang berbeda, namun secara tidak langsung, kedua program siaran tersebut memiliki fungsi yakni menghibur audience. Hal ini tentu bekrsinambungan dengan masyarakat Indonesia yang dimana mayoritas diisi oleh kaum pekerja dan kaum-kaum muda yang haus akan hiburan dan informasi.
Sinetron merupakan singkatan dari sinema elektronik yang berarti program drama yang bersambung dan disiarkan oleh stasiun tv Indonesia. Sinetron pertama kali dicetuskan oleh Soemarjono yaitu salah satu pendiri dan pengajar di Institut Kesenian Jakarta.Â
Sinetron pada umumnya bercerita tentang kehidupan masyarakat sehari-hari, yang tentu saja diberi dan dubumbui konfilk-konflik berkepanjangan.Â
Layaknya sebuah drama dan sandiwara, di dalam sinetron juga terdapat karakter yang mewakili ciri khas yang berbeda satu sama lain, berbagai karakter tersebut, beradu acting agar terdapat konflik sehingga sampai pada titik klimaksnya.Â
Sinetron pun memiliki jalan cerita yang ditentukan oleh penulis scenario, akhir dari sebuah sinetron beragam, dapat sedih, bahagia, atau menggantung. Dari awal disiarkan hingga saat ini, sinetron memiliki banyak peminat terutama dari kaum ibu-ibu.
Sedangkan variety show atau pertunjukan ragam memiliki arti hiburan yang terdiri dari berbagai macam pertunjukan, seperti music, komedi sketsa, sulap, dll. Variety show, merupakan program siaran televisi yang penuh dengan ide-ide menarik dan konsep yang dijadikan satu acara tunggal.Â
Menurut Naratama, dalam buku, Menjadi Sutradara Televisi (2006), menjelaskan bahwa variety show adalah format acara TV yang mengkombinasikan berbagai format lainnya seperti Talk Show, Magazine Show, Quiz, Game Show, Music Concert, drama, dan Sit-Kom.Â
Variety show dianggap harus mampu mengolah program acaranya agar audience merasa terhibur dan puas akan dengan tayanngan variety show, hal ini menjadi PR besar bagi penggiat atau produser variety show, karena jika dianggap gagal menghibur audience, maka bisa dikatakan program siaran tersebut gagal total.
Namun, seiring berjalannya waktu, sinetron maupun variety show tidak memperhatikan akan pedoman penayangan dan hanya berfokus kepada rating saja, selain itu sinetron dan variety show dianggap tidak mendidik dan tidak beretika karena banyak adegan-adegan yang dirasa tidak pantas untuk dilihat oleh audience, dan hanya akan menjadi contoh yang buruk bagi anak-anak yang menontonnya.Â
Sebut saja pada salah satu contoh sinetron Cinta untuk Bunda episode 11 yang tayang pada 8 April 2021 ini menampilkan salah satu adegan yakni kekerasan (berkelahi) yang juga sebelumnya ada adegan seorang laki-laki mendorong perempuan, hal ini tentu melanggar UU No 32 Tahun 2002 dalam Standar Program Siaran (SPS), BAB XIII tentang Pelarangan dan Pembatasan Kekerasan, selain itu juga melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran BAB V Pasal 48, ayat 4 poin E yang berisi Perlindungan Terhadap Anak-anak, Remaja, dan Perempuan.
Selain sinetron, ternyata variety show juga menampilkan adegan yang tidak seharusnya ditayangkan, seperti contoh pada program acara Santuy Malam yang disiarkan stasiun televisi Trans TV, yang dimana ada sebuah adegan memperlihatkan seorang pria yang terlentang di atas tandu dengan mulut yang dimasuki selang pompa manual, kemudian dipompakan angina dari pompa tersebut. Hal ini tentu saja melanggar aturan Pedoman Penyiaran Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Komisi Penyiaran Islam  (KPI) tahun 2012.
Contoh-contoh diatas merupakan beberapa contoh dari sekian banyak adegan yang dirasa tidak pantas untuk ditayangkan dan dilihat oleh audience terutama anak-anak. Bahkan banyak program acara televisi yang menyeleweng dari Undang-undang Penyiaran. Ada beberapa pelanggaran yang dianggap melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran (P3), yaitu :
- Pasal 14 Ayat 1 : Lembaga penyiaran wajib memberikan perlindubngan dan pemberdayaan kepada anak dengan menyiarkan program siaran pada waktu yang tepat sesuai dengan penggolongan program siaran.
- Pasal 21 Ayat 1 : Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan penggolongan program siaran berdasarkan usia dan tingkat kedewasaan khalayak disetiap acara.
Namun selain pelanggaran pada Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) ternyata ada juga pelanggaran pada Standar Program Siaran (SPS), pada Pasal 37 Ayat 4 Huruf a : Muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas dan/atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal lumrah dalam kehidupan sehari-hari.
Memang pada dasarnya sinetron atau variety show ditayangkan sebagai sarana penghibur audience, namun jika tidak melihat pedoman, tidak melihat lingkungan, dan hanya memenuhi kebutuhan ekonomi politik saja, maka tidak aka nada hasilnya, tentu hal tersebut akan memberikan kerugian terutama moral dan etika kepada para penerus bangsa yang dimana mereka sering menganggap adegan-adegan dalam sinetron maupun variety show sebagai sebuah contoh dalam kehidupan sehari-hari.
Harapannya, penggiat sinetron dan variety show apapun, mampu memperhatikan lagi etika-etika dalam menayangkan sebuah program acar. Dan agar bisa dijadikan pembelajaran, sehingga mampu memfilter dan mengontrol adegan-adegan atau isi tayangan agar tidak mengandung etika, moral, dan contoh yang buruk, dan tentu saja tidak menyeleweng dari nilai kehidupan, dan perarturan perundang-undangan Indonesia. Dan pada nantinya dunia penyiaran menjadi ruang public dengan etika dan contoh yang baik, selain itu juga memberikan infomasi dan hiburan yang adil, tepat, dan tidak merugikan berbagai pihak.
Achdan Nauval Qois
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H