Mohon tunggu...
Lutfi Ramdani
Lutfi Ramdani Mohon Tunggu... Administrasi - Learner

Pembelajar Sepanjang Hayat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Manusia, Penyakit, dan Kematian

12 April 2020   20:49 Diperbarui: 12 April 2020   21:24 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu saya pernah membaca tentang beberapa penyakit yang membunuh jutaan manusia dalam sejarah. Sebut saja wabah pes atau black death abad ke 14 yang menewaskan hampir seperempat penduduk Eropa.

Lalu ada wabah cacar variola yang telah membunuh jutaan manusia sepanjang sejarah sebelum ditemukan vaksinnya pada abad ke 19. Namun, wabah tersebut terjadi di masa lalu saat ilmu pengetahuan, teknologi, dan cara hidup manusia serba terbatas. Hal tersebut tak mungkin terjadi saat ini.

Mengapa? karena peradaban manusia sudah sangat maju. Dalam ilmu kedokteran, manusia sudah sampai pada tahap teknologi cloning, yakni menciptakan seorang manusia tanpa hubungan biologis. Dalam bidang teknologi, manusia berhasil menciptakan robot-robot yang dapat mempermudah pekerjaan mereka sehari-hari.

Dalam bidang ekonomi, manusia berhasil memproduksi barang dan jasa yang meningkat pesat dalam 100 tahun terakhir. Dalam bidang politik dan hukum, manusia telah berhasil membuat batasan yang jelas tentang kedaulatan dan keamanan masing-masing untuk tidak saling menggangu. 

Umat manusia sudah sedemikian majunya sehingga manusia bisa berusaha mencegah dua peristiwa yang dalam sejarah berhasil menjadi penyebab jutaan kematian dalam waktu singkat, yakni perang dan penyakit.

Namun tiba-tiba, di penghujung awal tahun 2019 ditemukan sebuah penyakit aneh di sebuah tempat bernama Wuhan, Cina. Para dokter menduga korban mengalami sejenis Pheuneumia namun dalam bentuk baru.

Setelah melalui serangkaian penelitian, pada Maret 2020 WHO menamai penyakit tersebut sebagai Covid-19 atau Coronavirus Disease 2019. Penyakit yang disebabkan oleh virus corona yang juga menyebabkan penyakit MERS/ SARS yang telah lebih dulu menjangkiti manusia.

Hingga kini, penyakit tersebut telah menyebar hingga 200 negara dan menginfeksi 1,5 juta jiwa dengan hampir 100 ribu diantaranya meninggal dunia. Yang memprihatinkan, setelah menginfkesi negara-negara maju, kini penyakit tersebut bercokol di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Status sebuah negara tentu dapat menjadi prediksi seberapa siap negara tersebut dalam menghadapi wabah. Ketika negara negara maju yang memiliki fasilitas kesehatan yang lengkap, produktivitas ekonomi yang tinggi, dan kesejahteraan masyarakatnya relatif baik ketar ketir menghadapi virus Corona, apa kabar negara-negara berkembang yang dalam berbagai aspek lebih buruk dari negara-negara maju?

Kita tengok Amerika Serikat. Negara adidaya yang menjadi pusat peradaban manusia saat ini menjadi negara dengan korban paling banyak di dunia.

Tentu saat ini berbagai lembaga riset baik milik pemerintah maupun swasta sedang berupaya menemukan obat atau vaksin yang akan menghentkan laju penyakit tersebut, namun nampaknya tidak dalam waktu dekat. Penyakit ini masih akan tetap menyebar dan meminta korban yang lebih banyak lagi dalam beberapa waktu kedepan.

Untuk pertama kalinya berbagai agenda rutin di berbagai negara harus terganggu akibat wabah. Tak peduli apakah itu agenda politik, ekonomi, budaya, olahraga, hingga agama. Semuanya serentak harus menyesuaikan akibat menghindari penyebaran penyakit yang semakin masif.

Umat manusia kini seolah olah sama-sama berhadapan dengan satu musuh yakni virus corona. Manusia bahkan berupaya mengesampingkan berbagai perbedaan yang ada untuk bersama sama memerangi penyakit mematikan tersebut.

Dalam tataran politik global, AS bersedia bekerja sama dengan musuh bebuyutuannya, yakni Cina, untuk memerangi Covid-19. Tentu kita juga berharap hal yang sama terjadi di negara-negara yang terlibat konflik, seperti Israel dan Palestina.

Corona dapat menjadi sarana berbagai negara untuk memperbaiki hubungannya ditengah badai konflik. Kita berharap setelah Corona berlalu, kondisi dunia akan lebih baik.           

Tentu itu semua adalah harapan. Kenyataanya, kita harus siap menganghadapi hari-hari kedepan yang tak pasti. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi ke depan.

Mungkin setiap malam kita melihat berita dan menghitung berapa jumlah korban yang meningkat setiap hari. Atau besok, justru kita yang menjadi bagian dari korban yang dihitung oleh orang lain. Wallahu 'Alam.

Pada akhirnya, manusia harus tetap sadar bahwa semaju apapun kehidupan mereka, alam tetap punya mekanisme yang lebih canggih untuk membinasakan manusia dalam sekejap.

Dari virus ini, manusia harus belajar bahwa mereka tidak boleh sombong atas apa yang telah mereka ciptakan. Semegah apapun kehidupan manusia di dunia, manusia tidak dapat menghindari kematian.

Dalam kondisi inilah manusia harus merenungkan perkataan filsuf Jerman, Martin Heiddeger bahwa "Manusia adalah mahluk yang sedang menuju kematian". Karena setiap saat manusia akan mati, maka ia selalu berada dalam kondisi "sekarat".

 Bandung, 12 April 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun