Saya tergerak untuk menanggapi tulisan yang saya baca di salah satu media online yang menampilkan alasan logis kaum LGBT yang menginginkan keberadaan dan eksistensi mereka diakui, alasan tersebut berasal dari kaum LGBT di Inggris yang coba di sebarkan di Indonesia, alasan tersebut seolah olah benar, padahal kenyataanya alasan mereka tidak logis sama sekali. Saya akan coba menanggapinya dan menyangkal semua alasan logis mereka terutama dalam konteks Indonesia..
Pernyataan : Kita menyangkal LGBT karena khawatir anak anak akan menjadi korban kekerasan seksual (korban perkosaan atau sodomi) oleh pelaku LGBT
Tanggapan Kaum LGBT : LGBT/ pelaku homoseksual tidak selalu pedofil dan heteroseksual tidak selalu bukan pedofi. Pelaku pedofil bias homoseks dan heteroseks. Di negara barat yang maju pada umumnya, penegakan hukum berjalan relatif baik sehingga secara umum warga negara mendapatkan hak dan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Negara maju yang mengakui Hak Asasi Manusia wajib memberikan perlindungan kepada setiap warga negara tanpa diskriminasi, baik kepada dewasa dan anak, homoseksual dan heteroseksual.
Jika konsisten dengan demokrasi dan HAM, yang seharusnya dituntut adalah penegakan hukum, pemberian akses pendidikan yang merata kepada semua warga negara agar memahami hak dan kewajibannya, dan perlindungan terhadap semua warga negara. Negara harus melarang tindak kekerasan seksual baik anak, dewasa, homoseks, dan heteroseks.
Tanggapan saya : Mereka mencoba menerapkan konteks kehidupan di negara negara maju kedalam negara berkembang. Di negara maju penegakan hukum berjalan cukup baik serta akses pendidikan juga tinggi, sedangkan di negara negara berkembang, termasuk Indonesia penegakan hukum masih rendah dan juga akses terhadap pendidikan masih terbatas. Sehingga dalam kondisi masyarakat seperti ini jelas anak anak akan rawan menjadi korban kaum LGBT.
Selanjutnya mengenai pendapat LGBT akan mendorong kesadaran untuk meningkatkan akses pendidikan yang tinggi, tidak ada kaitannya dengan penerimaan LGBT karena akses pendidikan lebih tergantung pada kemampuan pemerintah dalam menyediakan anggaran yang besar untuk memperluas akses pendidikan bagi warganegara dengan memberikan subsidi sebesar sebesarnya untuk pendidikan.
Demikian pula penegakan hukum lebih berkaitan pada watak budaya para penegak hukum dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, sama sekali tidak berkaitan dengan peningkatan korban kekerasan terhadap anak yang meningkat, logika yang digunakan seolah olah penegakan hukum yang lemah di Indonesia adalah akibat dari rendahnya kasus kekerasan terhadap anak? Jika kekerasan terhadap anak meningkat maka penegakan hukum akan tinggi.
Pernyataannya bisa kita balik misalnya, apakah kasus korupsi Indonesia karena adanya lembaga KPK? Bukan, tapi karena memang watak budaya para penguasa dan pejabat di Indonesia yang korup, bukan karena adanya KPK. Kita menghilangkan budaya korupsi bukan dengan menghilangkan KPK, melainkan memperbaiki watak budaya para pejabat dan penguasa. Kita meningkatkan penegakan hukum bukan dengan membiarkan peningkatan kekerasan terhadap anak, melainkan dengan memperbaiki watak budaya para penegak hukum.
Pernyataan : LGBT harus ditolak karena akan menimbulkan peningkatan penderita HIV/ AIDS
Tanggapan Kaum LGBT : Karena itu yang wajib dilakukan adalah, pemerintah bekerja sama dengan masyarakat untuk memberikan edukasi dan informasi yang benar tentang HIV/AIDS kepada setiap warga negara. Kualitas pendidikan harus ditingkatkan, pendidikan seks digalakkan, sehingga semua warga memahami bagaimana HIV/AIDS ditawarkan.
Disisi lain pemerintah harus meningkatkan layanan kesehatan, termasuk dalam hal ini mungkin memberikan akses kondom berkualitas dengan harga terjangkau bagi kalangan berisiko tinggi, hingga memberikan dana untuk mendorong riset demi menemukan obat, antivirus, atau vaksin untuk mencegah HIV/AIDS. Logikanya, jika semakin banyaknya kendaraaan bermotor maka angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas meningkat, maka yang harus dienyahkan tentu bukan kendaraan bermotornya. Tetapi perlu dibuat peraturan yang jelas dan tegas untuk melindungi semua pihak, baik pejalan kaki, pengendara sepeda, maupun pengendara kendaraan bermotor.
Tanggapan saya : Pendapat yang disampaikan oleh kaum LGBT ini didasarkan pada penerimaan kelompok mereka terhadap ‘paham LGBT’ sedangkan pendapat ini tidak bisa disampaikan pada kelompok yang menolak LGBT atas dasar ‘paham LGBT’ itu sendiri. Logika yang mereka sampaikan tidak tepat. Yang mereka sangkal adalah ’akibat buruk’ dari LGBT, yakni meningkatnya HIV/AIDS, bukan paham ‘LGBT’ nya sendiri, sehingga solusi yang mereka tawarkan adalah meningkatkan layanan kesehatan.
Sedangkan sebagian masyarakat Indonesia yang berpaham religious dan pancasilais menyangkal LGBT bukan hanya karena ‘akibat dari LGBT’ semata, melainkan ‘paham LGBT’ nya sendiri, yang tidak sesuai dengan norma budaya, susila, dan agama, sehingga solusinya paham LGBT nya sendirilah yang harus ditolak, bukan membuat solusi untuk mencegah akibat dari LGBT itu sendiri. Tanpa meningkatnya HIV/AIDS pun pemerintah tetap wajib meningkatkan layanan kesehatan untuk masyarakat.
Dalam ilmu logika, pembuatan perumpamaan harus didasarkan pada premis yang isi dan luasnya setara, jika tidak setara maka akan terjadi kekacauan dalam penyimpulan. Mereka menggunakan perumpamaan jika semakin banyaknya kendaraaan bermotor maka angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas meningkat, maka yang harus dienyahkan tentu bukan kendaraan bermotornya. Tetapi perlu dibuat peraturan yang jelas dan tegas untuk melindungi semua pihak, baik pejalan kaki, pengendara sepeda, maupun pengendara kendaraan bermotor.
Hal tersebut benar adanya, namun perumpamaan ini menjadi rancu jika diterapkan pada kasus LGBT. Masyarakat Indonesia menolak LGBT karena tidak sesuai dengan norma budaya, susila, dan agama, sedangkan masyarakat Indonesia tidak menolak kendaraan bermotor karena tidak melanggar norma budaya, susila, dan agama. Artinya dalam perumpamaan ini tidak ada kesetaraan dalam isi premis pertama, yakni pandangan masyarakat terhadap sepeda motor dan dengan pandangan masyarakat terhadap LGBT, sehingga kesimpulan yang diambil menjadi rancu dan menyimpang.
Pernyataan : LGBT ditolak karena khawatir LGBT menular
Tanggapan Kaum LGBT : Dalam demokrasi, orientasi seksual adalah bagian dari Hak Asasi Manusia yang harus dilindungi oleh negara. Sepanjang negara berlandaskan pada demokrasi dan HAM, negara wajib mengakomodasi aspirasi kelompok manapun, baik mayoritas maupun minoritas. Jika seseorang individu berusia diatas 18 tahun secara sadar memilih LGBT, menurut demokrasi dan HAM pilihan ini harus dilindungi dan dihormati.
Tanggapan saya : saya melihat pendapat ini sebagai pendapat yang rancu dan fatal dalam konteks negara Indonesia. Kita semua harus menyepakati bersama bahwa Republik Indonesia bukan negara demokrasi dalam artian demokrasi yang didefinisikan oleh masyarakat barat. Indonesia memiliki definisi sendiri tentang arti demokrasi. Negara Indonesia adalah negara yang didasarkan pada ideologi Pancasil, bukan ideologi demokrasi yang didefinisikan oleh masyarakat barat. Demokrasi adalah bagian dari Pancasila, namun Pancasila bukanlah Demokrasi.
Prof. Dr. Yudi Latif, seorang pakar hukum dan tata negara, dalam buku “Negara Paripurna” menjelaskan bahwa sila dalam Pancasila bersifat kesatuan organis artinya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Setiap sila dalam Pancasila tidak berdiri sendiri sendiri melainkn saling menjiwai dan meliputi satu sama lain dan sila yang paling tinggi ialah sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga otomatis sila sila dibawahnya harus didasarkan pada sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 45 tidak ada kata Demokrasi, namun para pakar sepakat bahwa Demokrasi secara tersirat tercantum dalam sila ke 4 Pancasila atau aline terakhir Pembukaan UUD 1945 begitu pula HAM tidak tercatum dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 namun secara tersirat ada dalam sila ke 2 dan ke 5 Pancasila.
Namun yang paling penting untuk diingat dan diperhatikan, semua sila sila tersebut harus didasarkan pada sila pertama yakni Ketuhana Yang Maha Esa, artinya demokrasi di Indonesia harus didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, begitupun HAM di Indonesia harus didasarkan pada KetuhananYang Maha Esa. Wujud dari Ketuhanan Yang Maha Esa ialah agama agama yang hidup di Indonesia, artinya jika ada sebuah tindakan atau perilaku atas nama demokrasi dan HAM yang melanggar dan tidak sesuai dengan nilai nilai yang dianut agama agama yang diakui di Indonesia maka tindakan dan perilaku tersebut harus ditolak. Maka dari itu paham LGBT atas nama demokrasi dan HAM secara konstsitusional harus ditolak.
Pernyataan : LGBT harus ditolak karena khawatir prostitusi semakin marak
Tanggapan Kaum LGBT : Prostitusi tidak ada hubungannya dengan LGBT. Homoseks tidak selalu pekerja seks dan heteroseks tidak berarti bukan pekerja sekss. Kalau meninginkan prostitusi dibubarkan ya buat saja undang undang yang melarang prostitusi. Tapi jika suatu hari ini kalangan pekerja seks menginginkan profesi mereka dilegalkan, dan mereka bersedia membayar pajak misalnya, maka ruang diskusi tetap harus dibuka karena ini dijamin dalam demokrasi dan HAM. Ringkasnya prostisusi tidak berhubungan dengan LGBT.
Tanggapan saya : prostitusi dan LGBT keduanya sama sama bertentangan dengan nilai nilai budaya, susila, dan agama di Indonesia. Namun mengapa masyarakat seolah lebih toleran pada prostitusi dibanding LGBT, karena mayoritas para pekerja seks bekerja di prostitusi dikarenakan factor ekonomi, karena lapangan pekerjaan di Indonesia masih kurang jika lapangan pekerjaan telah meingkat bukan tidak mungkin prostitusi perlahan lahan akan hilang bahkan menjadi illegal dinegara berpaham religious dan pancasilais. Sedangkan LGBT apakah karena factor ekonomi? LBGT sudah merupakan suatu paham yang menyimpang, keberadaannya tidak ada kaitannya dengan kondisi ekonomi maupun sosial sehingga tidak ada toleransi sama sekali.
Pernyataan : LGBT harus ditolak karena kuatir pornografi dan pornoaksi semakin sulit dikendalikan
Tanggapan Kaum LGBT : pemerintah tidak boleh melarang pornografi dan pornoaksi karena bertentangan dengan demokrasi dan HAM. Yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah mengatur bukan melarang.
Tanggapan saya : Lagi lagi terdapat pemahaman yang keliru mengenai penafsiran terhadap demokrasi dan HAM di Indonesia dan saya kira penjelasan saya tentang demokrasi dan ham diatas sudah jelas. Demokrasi dan HAM di Indonesia harus berdasarkan Pancasila terutama berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga tidak ada tempat untuk pornografi dan pornoaksi yang telah jelas dilarang dalam semua agama yang hidup di Indonesia.
Pernyataan : LGBT diharamkan dalam ajaran agama Islam
Tanggapan kaum LGBT : Indonesia bukan negara Islam, Indonesia negara yang berdasarkan Ketuhana Yang Maha Esa. Bukan berdasarkan ajaran agama Islam.
Tanggapan saya : Saya sepakat Indonesia bukan negara Islam, namun apakah ada salah satu agama selain Islam di Indonesia yang membolehkan hubungan sesama jenis? Tidak ada. Kesimpulannya LGBT harus ditolak.
Pernyataan : Jika LGBT legal di Indonesia, akan memicu kalangan pekerja seksual dan/atau pelaku seksual menyimpang lainnya yang akan menuntut eksistensi mereka dilegalkan di Indonesia.
Tanggapan Kaum LGBT : ya kenapa tidak? Ingat Indonesia adalah negara demokrasi.
Tanggapan saya : kembali pada penjelasan mengenai pengertian demokrasi bagi Indonesia yang sudah saya jelaskan di atas, yang sangat jelas jelas berbeda dengan pengertian demokrasi menurut masyarakat barat.
Pernyataan : Berapa besar peluang LGBT Indonesia melegalkan LGBT?
Tanggapan Kaum LGBT : Sepanjang Indonesia masih berdiri atas sekularisme-liberalisme-demokrasi-HAM, harapan itu akan selalu ada. Sisanya tergantung berapa besar dana yang dikucurkan oleh pihak asing seperti UNDP dan USAID.
Tanggapan saya : Menurut saya Indonesia adalah negara yang tidak didasarkan pada paham sekularisme, liberalisme, demokrasi, dan HAM yang berdiri sendiri yang didefinisikan oleh masyarakat barat. Telah jelas para Founding Father Republik Indonesia menegaskan bahwa Negara Indonesia menganut Azas dan Ideologi Pancasila yang yang memiliki nilai nilai yang khas tersendiri milik Indonesia yang berbeda dengan nilai nilai dari bangsa lain. Adapun beberapa bagian paham luar negeri tersebut yang tertuang dalam pancasila bukan berarti pancasila sama persis dengan paham asing tersebut.
Nilai nilai yang terkandung dalam pancasila, apakah bernunsa sekuler, liberal, demokratis, nasionalis, ham, agamis, sosialis, dan sebagainya, tetap merupakan sebuah nilai tersendiri yang menyatu, unik dan khas milik masyarakat Indonesia yang telah ditetapkan melalui sebuah konsensus bersama untuk mengatur masyarakat Indonesia dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta diyakini mampu mengantarkan masyarakat Indonesia menuju masyarakat yang adil dan makmur, serta diridhai oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Sekian tanggapan dari saya terhadap beberapa pendapat kelompok yang pro terhadap LGBT, memang jauh dari kata sempurna, namun saya berharap semua pihak berusaha keras untuk menolak paham LGBT hidup di Indonesia apalagi jika LGBT legal secara hukum, karena hal tersebut sama saja dengan menodai nilai nilai luhur yang dianut masyarakat dan akan merusak moral generasi bangsa. Mari Kampanyekan Slogan “Say No To LGBT” Terimakasih. Sebarkan!
Achazia
Mahasiswa Sosiologi Universitas Jenderal Soedirman
Aktivis Anti LGBT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H