“Eheemmm… Jadi udah ada belum pendampingnya buat foto berdua pas wisuda?” tanya Reka penasaran.
“Ada. Om Boris, Tante Linda, sama Kak Reka bakal foto bareng aku kan?” Manda tampak cengar-cengir di hadapan Reka.
Manda menyeruput kopi kesukaannya itu sambil menatap Reka. Seolah Reka paham betul isi hatinya Manda.
“Cowo yang baik dan tulus itu pasti ada kok. Dia bakal berhasil menemukan kamu,” ucap Reka, wanita yang tau persis masa lalu dan trauma Manda perihal asmara dengan pria.
Manda mengangguk sambil melempar senyuman manisnya pada Reka, seolah yakin semesta akan menuntun dirinya bertemu dengan pria baik itu.
Ponsel Reka berdering…
“Bentar ya, Kakak angkat telpon dulu.” Reka meminta izin dan membiarkan Manda sibuk sendiri. Terlihat Manda mengambil sesuatu dari tas-nya.
Manda mengeluarkan amplop berwarna pink itu dari tas-nya. Manda telah menerima surat itu. Suratnya udah sampai di Bandung Wetan kemarin. Manda membaca surat itu di coffee shop.
Bukan hanya Manda, siang itu Braga juga tersipu malu karna surat itu. Pipi Manda mulai merona dan terlukis senyuman yang belum pernah tergambarkan beberapa tahun terakhir setelah trauma masa lalunya.
Manda menoleh ke arah luar. Manda memperhatikan jalan Braga yang sedang diguyur hujan. Manda tersenyum, dia belum pernah menerima surat seperti ini seumur hidupnya.
“Itu surat dari siapa?” tanya Reka mempergoki Manda yang sedang memegang sebuah surat. Manda tidak menyadari dari tadi Reka memperhatikan saat telponan. Reka belum pernah melihat senyum manis Manda seperti itu.