Hari ini para pengajar menggunakan banyak sekali metode untuk mentransfer ilmu mereka pada para muridnya. Ada yang efektif namun banyak juga yang salah sasaran. Parenting sendiri adalah ilmu yang berhubungan dengan pengasuhan orang tua pada anak, tetapi ilmu ini dapat juga digunakan dalam pendidikan (tarbiyah) yang mana dengannya menghasilkan transfer ilmu yang efektif dan sesuai apa yang diharapkan. Bagaimana caranya? Simak berikut ini.
Korelasi Parenting dengan Tarbiyah (Pendidikan)
Parenting adalah ilmu yang membahas bagaimana cara orang tua mendidik dan mengasuh anak yang baik. Dalam perkembangannya parenting juga menjalar di bidang pendidikan. Karena orang tua (parent/walid) disini hakikatnya tidak hanya terbatas dalam batasan lingkungan keluarga, namun juga termasuk orang tua di sekolah yakni pengajar, pendidik, atau guru. Oleh karenanya, parenting yang dibicarakan kali ini tidak sebatas dalam lingkup orang tua dan anak dalam keluarga, tapi termasuk lingkup yang lebih luas, yang mana melibatkan pendidik dan yang dididik.
Parenting bisa dikatakan dengan Tarbiyah. Meski dalam perspektif ilmu psikologi parenting terbatas dalam pola asuh orang tua terhadap anak saja dan tarbiyah lebih umum daripada parenting, namun dikarenakan visi keduanya sama yakni sama-sama “mendidik”, maka kita sepakati saja parenting disini secara lebih universal yakni sama dengan tarbiyah (pendidikan).
Dalam ilmu psikologi, untuk menghasilkan good parenting (mendidik yang baik) maka diperlukan insight atau pemahaman yang mana hal ini haruslah dimiliki oleh orang yang melakukan parenting itu sendiri. Pemahaman ini terbagi menjadi dua aspek, yakni pemahaman terhadap anak atau orang yang dididik dan pemahaman peran orang tua atau pendidik. Untuk lebih jelasnya sebagai berikut.
Pemahaman terhadap Anak, Peserta Didik atau Orang yang Dididik
Sebelum mendidik (tarbiyah/parenting) maka diharuskan mengenal terlebih dahulu siapa yang dididik. Karena dengan mengetahui objek didikan, proses pendidikan-pun akan lebih efektif. Hal ini disebutkan dalam salah satu hadist nabi berikut ini.
ليس منا من لم يرحمْ صغيرَنا ، ويُوَقِّرْ كبيرَنا. رواه الترمذي
"Bukan dari golongan kami seorang yang tidak menyayangi anak-anak kecil diantara kami, dan tidak menghormati keutamaan orang-orang tua diantara kami". (HR. At-Tirmidzi).
Dari hadist ini kita mendapat dua metode dalam mendidik. Pertama, metode رحمة (يرحمْ صغيرَنا) dan kedua metodeتوقير (يُوَقِّرْ كبيرَنا).
Metode Rahmat ditujukan kepada صغيرَنا atau yang kita sebut anak kecil. Oleh karena objek didikan metode ini adalah anak-anak kecil maka bisa disebut dengan Metode Pedagogis (Pendidikan Anak). Metode kedua adalah Tauqir yang mana diperuntukkan untuk كبيرَنا atau orang dewasa. Metode ini disebut juga Metode Andragogis (Pendidikan Orang Dewasa).
Parenting Rahmah atau Pedagogis (Pendidikan Anak)
Dalam tahap ini, pendidikan lebih banyak berfokus pada apa yang diberikan oleh orang tua, pendidik, atau guru. Seperti halnya lafadz hadist tadi yakni “Rahmat” yang artinya kasih sayang, maka secara eksplisit mengatakan bahwa orang yang dididik (صغيرَنا ) disini harus diberikan kasih sayang, diayomi dan diberikan pelajaran oleh pendidik. Hasilnya, konsep diri dari peserta didik dalam metode ini adalah pribadi yang bergantung kepada gurunya. Dengan kata lain anak-anak (7-14 tahun) pada masa ini memiliki ketergantungan pada orang tua atau pendidik yang menjadi sumber pendidikan mereka.
Sebagai sumber pendidikan anak-anak, maka orang tua atau pendidik haruslah memiliki 3 hal ini agar terciptanya good parenting.
- Interaktif-Reflektif, bisa mengelola emosi dan mengungkapkan perasaan pada anak atau peserta didik dengan cara yang baik.
- Disiplin Positif, memiliki adab yang baik yang mana nantinya akan dicontoh oleh anak atau peserta didiknya.
- Edukatif-Efektif, dapat men-distribusikan pelajaran dengan cara yang kreatif dan tentunya efektif agar pelajaran yang diberikan dapat mudah ditangkap oleh anak atau peserta didik.
Parenting Tauqir atau Andragogis (Pendidikan Orang Dewasa)
Pada metode ini tidak lagi tergantung pada orang tua atau guru. Karena hadist diatas menggunakan lafadz توقير (يُوَقِّر) yang memiliki arti menghormati peserta didik (كبيرَنا), tidak mengandung untuk memberi intruksi atau pembelajaran disana, hanya sebatas mengarahkan tidak harus menjadi sumber ilmu mereka. Fungsi guru dalam tahap ini hanya sebagai pemandu dan fasilitator, bukan menggurui. Karena peserta didik dalam andragogis adalah orang dewasa (mulai umur 15 tahun) dianggap dapat mengarahkan dirinya (self-directing) dan mampu menjadi guru bagi dirinya sendiri.
Singkatnya, peserta didik disini sudah bersifat aktif, tidak seperti ketika dalam metode pedagogis yang mana peserta didik masih bersifat pasif dan hanya menunggu pemberian pelajaran para pendidiknya. Namun perlu digaris bawahi, meskipun dalam metode andragogis pendidikan sudah “dipasrahkan” pada peserta didik, pendidik tentunya masih memiliki peran yakni sebagai perancang pembelajaran agar mendapat hasil sesuai apa yang diinginkan serta menjadi pengarah ketika para peserta didik butuh jawaban atas suatu permasalahan yang tidak bisa mereka temukan sendiri jawabannya.
Pemahaman Peran Orang Tua atau Pendidik
Orang tua atau pendidik merupakan pihak yang memiliki peranan sangat penting dalam mendidik anak atau peserta didik. Karena mereka-lah yang menjadi subjek proses distribusi pembelajaran dan objeknya adalah peserta didik itu sendiri. Oleh karenanya tidak mungkin terjadi proses pendidikan jika tidak ada orang tua di lingkup keluarga atau guru di lingkup sekolah. Agar tercipta good parenting maka orang tua atau pendidik harus mengetahui peran mereka dalam mendidik peserta didiknya.
.لاعب ولدك سبعاً وأدبه سبعاً وصاحبه سبعاً ثم اترك حبله على غاربه. قول بعض السلف, وقيل من عمر ابن خطاب
“Bermainlah dengan anakmu ketika mereka berumur 7 tahun, didiklah anakmu ketika mereka berumur tujuh tahun berikutnya, temanilah anakmu ketika mereka berumur 7 tahun berikutnya, kemudian tinggalkan tali mereka diatas bahunya*”
Hadist ini menjelaskan peran dari orang tua dan pendidik sesuai tingkatan umur anak atau orang yang dididiknya. Ketika anak berumur 7 tahun pertama (2-7 tahun) maka orang tua seyogyanya menjadi “teman bermain ملاعب ” untuk mereka. Selanjutnya, ketika anak berumur 7 tahun kedua (8-14 tahun), orang tua atau pendidik mulai menjadi “pembimbing مأدب ” bagi anak dan peserta didik seperti yang telah dijelaskan dalam Metode Pedagogis diatas. Berikutnya, ketika anak atau peserta didik berumur 7 tahun ketiga atau yang disebut dewasa awal (15-21 tahun), maka orang tua atau pendidik menjadi “teman صاحب ” mereka. Dalam masa ini, orang tua dan pendidik tidak lagi menggurui tetapi menjadi teman diskusi dan rekan mereka dalam memecah masalah yang sedang dihadapi.
Terakhir, setelah 7 tahun ketiga yakni diumur 22 tahun hingga akhir hayat, orang tua dalam hadist diatas diumpamakan sebagai pemilik unta yang meninggalkan atau menaruh tali untanya diatas bahu unta itu. Maknanya adalah unta tersebut memang dibebaskan namun karena talinya masih berada diatas bahu si unta maka unta ini masih tetap dalam pengawasan pemiliknya. Secara singkat dapat diartikan bahwa orang yang berumur 22 tahun keatas tidak lagi dalam tanggungan orang tua atau pendidik, tapi mereka diyakini sudah bisa mengarahkan dirinya sendiri dan mampu hidup mandiri, oleh karenanya peran orang tua atau pendidik disini adalah sebagai pengawas, perancang, pengarah dan fasilitator mereka seperti apa yang telah dijelaskan dalam Metode Andragogis tadi.
Itulah tadi beberapa point penting untuk mencapai transformasi pendidikan sesuai dengan ilmu parenting yang baik atau disebut good parenting. Banyak pendidik mendidik peserta didiknya tanpa mempelajari ilmu ini. Akibatnya, proses transfer keilmuan-pun tidak berjalan dengan efektif. Maka dengan tulisan singkat ini diharapkan proses belajar mengajar atau pendidikan baik didalam lingkungan keluarga, sekolah bahkan yang lebih luas sekalipun menjadi lebih efektif dan memperoleh hasil sesuai apa yang diharapkan.
*غارب adalah bahu unta. Secara tekstual kalimat ini berarti tinggalkan tali unta itu diatas bahu unta tersebut. Namun kalimat ini adalah sebuah majaz yang memiliki sebuah pemahaman yakni Biarkan anakmu mengurus dirinya sendiri tapi dirimu tetap mengawasi mereka).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H