Aku tidak habis pikir kenapa ia tidak menginginkan aku menjadi perempuan. Tidak sama halnya dengan tiga orang lelaki yang sering berkunjung ke ruangan ini sekitar setahun lalu. Tiga orang lelaki yang sering ia ceritakan adalah sahabat baiknya di kota ini.Â
Mereka lebih suka menceritakan perempuan. Kabarnya tiga orang tersebut sudah menikah. Aku mendengar cerita itu dari mulutnya sambil mengutuk keadaan kenapa sejak menikah mereka tidak lagi datang bertamu ke ruangan ini.
Setelah hujan berhenti turun, ia kembali meneruskan catatan tentang Maria dan persuaan dua telapak yang tadinya ia biarkan terletak di atas meja. Ia ambil kertas itu kemudian menuliskan sesuatu. Aku tidak dapat membaca. Aku hanya akan tahu ketika ia bercerita saja. Mungkin sebab itulah ia tidak menginginkan aku menjadi perempuan.
***
Di November lalu, tiap malam ia bercerita tentang Maria. Ia suka memuji Maria di hadapanku. Ia seringkali katakan bahwa Maria memiliki wajah yang menawan, lesung pipi, dan tuturkata yang lembut.Â
Dari ceritanya itu, aku tahu ia menyukai perempuan bernama Maria. Tapi sejauh ini ia tidak pernah mengutarakannya padaku, barangkali ia takut menyakitiku dan membuat pertemanan kami menjadi renggang.
Aku berusha menjadi pendengar yang baik, walau aku harus menahan cemburu bila ia memuji Maria dan menceritakan pertemuan dengan Maria. Ia lebih suka menghubungi perempuan itu.Â
Aku hanya seonggok bayang yang melihat perubahan dari lelaki yang kukagumi itu. Sebelum ia mengenal Maria, ia banyak memberiku pelajaran berharga. Apalagi di hari Rabu dan Kamis ketika jadwal kuliahnya. Ia bercerita tentang pelajaran agama, pskilogi, pendidikan, dan kitab Arab gundul yang tidak ia pahami.
Ia mengeluhkan pelajaran Studi Naskah yang harus memberi baris teks-teks Arab itu. Kemudian mengartikannya dalam bentuk narasi. Katanya, pelajaran yang satu itu adalah pelajaran yang amat sangat rumit.
Sejak November, ia lupa bahwa ia telah mengalihkan perhatian pada Maria. Perempuan yang kini telah mengambil hati lelaki itu. Sejauh perkenalan ia dengan Maria, aku melihat kehidupannya berubah. Ia lebih suka tersenyum depan cermin. Ia suka menulis nama Maria dan memajang poto perempuan itu di dinding kamar.
Tapi malam ini ia tampak murung. Raut wajahnya berubah drastis. Ia banyak bermenung dan bergumam menyebut nama Maria. Aku tak berani menanyakan sebab apa ia bermuka murung. Tapi dari gumamamnya itu aku tahu ia ada masalah dengan Maria.