Kehidupan manusia telah berusia  lanjut. Zaman berganti, musim berubah, perkembangan otak dan pola pikir manusia kian maju. Bumi dengan segala hamparan yang terbentang: alam, jagad raya, tumbuhan, hewan, manusia menyatu dalam sebuah sistem yang diatur Yang Maha Kuasa atas Kehendak-Nya.Â
Semua aspek di alam ini telah ditentukan kadarnya masing-masing. Peran dan fungsi yang sesuai dengan kapasitas dan potensi yang diberikan Tuhan kepada alam, tumbuhan, dan hewan.Â
Manusia dengan eksistensinya sebagai makhluk yang berpikir, diberikan potensi jasmani dan rohani. Potensi jasmani berupa fisik: organ tubuh, alat indra. Sedangkan potensi rohani berupa akal dan hati. Akal dan hatilah yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain.Â
Melalui potensi tersebut, manusia mampu mengembangkan kehidupannya dengan sempurna, menjadi khalifah dan membangun peradaban. Karena potensi itu pulalah manusia bisa merusak ekosistem kehidupan, menjadi "hewani" dan menghancurkan peradaban.Â
Berdasakan potensi itu, diberikan kepada manusia bagaimana cara mengembangkannya dan menjadikan kehidupannya dengan optimal, dan membangun peradaban dari waktu ke waktu dan dari masa ke masa.
Sejak manusia pertama Adam dan keturunannya (dalam kurun waktu), telah mengupayakan potensi manusiawi tersebut secara seimbang. Tatkala manusia masih sangat awam terhadap kehidupan ini, Adam dan anak-anaknya telah berupaya untuk bertahan hidup dengan membuat rumah di tepi gua dengan metode primitif. Artinya peradaban pada manusia pertama tersebut masih sangat jauh bila dibandingkan sekarang.
Turun ke bawah pada masa/ nabi berikutnya timbul peradaban yang makin berkembang. Manusia sudah bisa membuat bangunan yang tinggi dan besar. Seperti kaum Hud yang telah menciptakan sebuah peradaban yang berkembang dari sebelumnya.Â
Kaum Hud sudah mampu membangun rumah dengan arsitektur yang unik dan menarik. Turun lagi pada masa berikutnya semakin maju dan berkembang hingga sampai pada masa Muhammad dengan peradaban yang mencapai peningkatan yang multikulturalisme.Â
Yakni Bangsa Arab sudah mengenal pola bisnis, perdagangan, peniagaan, dan sistem politik. Selain itu juga ahli dalam strategi perang dan ahli dalam linguistik. Banyak syair-syair bangsa Arab yang monumental dan memancarkan esensi bagi kehidupan mereka pada waku itu.
Islam telah berusia sekitar 14 abad lebih. Usia yang cukup tua untuk memberikan pengaruh dan eksistensinya dalam kehidupan manusia. Islam telah menjadi agama rahmatan lil'alamin. Di Indonesia pun Islam adalah agama mayoritas.Â
Agama menjadi falsafah kehidupan manusia dan syariat Islam sebagai barometer hukum dalam kehidupan. Zaman kian berubah. Semakin maju dan berkembang.Â
Seiring pola pikir dan kecerdasan manusia dalam menciptakan sesuatu yang baru. Sejak zaman menulis dengan bulu ayam dan tinta sampai dengan menggunakan alat tulis berupa pensil dan pena, hingga menulis dengan keyboard di layar monitor.Â
Sejak zaman tradisi surat-menyurat sampai pada surat elektronik; telepon, gadged, dan komputer. Berkembang terus sampai kepada era milenial saat sekarang dimana semua bisa diakses cepat dengan menggunakan telekomunikasi yaitu jasa internet.Â
Tidak berhenti di situ pula, perkembangan teknologi kian drastis hingga sekarang sudah tumbuh biak aplikasi-aplikasi surel, media sosial, lifestreeming, dan aplikasi sejenis televisi yang lebih uptodate dalam menyajikan informasi dan berita terkini.
Bolehlah sejenak pembaca kembali merenung pada masa sebelumnya. Dimana saat teknologi masih sangat sederhana. Tingkat kemaksiatan masih terhambat. Kegaduhan dan pertengkaran belum ramai.Â
Hubungan emosional di masyarakat terjalin akrab. Semua rukun dan damai. Tidak ada istilah-istilah baru yang muncul seperti bully, haters, hoaks, dan perang opini. Tapi apa boleh buat, semua harus dilalui dan dilewati. Semua itu adalah ujian yang harus dihadapi dan diatasi agar tidak menjadi penyakit masyarakat yang larut dalam kemahiran teknologi tersebut.
Ibarat pisau bermata dua, kemunculan media sosial, alat telekomunikasi yang canggih, dan aplikasi-aplikasi medsos lainnya dapat membawa manfaat dan bisa mendatangkan mudharat. Tergantung siapa yang menggunakannya dan bagaimana cara beriteraksi dengannya.Â
Jika benat maka bisa memberi manfaat, jika salah dapat membawa keburukan bagi dirinya dan orang lain. Misal, pelajar memanfaatkan teknologi/media sosial untuk menambah pengetahuan dan menemukan informasi, itu baik baginya. Dan jikalau pelajar menggunakan medsos untuk hal-hal yang negatif maka itu buruk baginya. Contoh, banyaknya tawuran antar pelajar disebabkan atau timbul dari medsos.Â
Perkenalan dengan lawan jenis dari medsos yang berujung pada asusilais, dan tebar berita bohong (hoaks), caci-maki (bully), dan menghina atau menjatuhkan harkat dan martabat orang lain (haters) adalah perilaku negatif akibat dari dampak bermedia sosial yang tidak terdidik.Â
Justru itulah pentingnya pendidikan bermedia sosial bagi pelajar untuk dapat memanfaatkan teknologi informasi dengan baik dan menjauhkan diri dari dampat negatif media sosial seperti hoaks.
Bolehlah berandai sedikit dan merenungi secara mendalam, jika Menag memiliki peran dan fungsi untuk mengatasi perihal bermedia sosial yang salah tersebut, dan memiliki otoritas untuk memfilterisasi dan menimalisir tingat kesalahan bermedia sosial tersebut, dan jika senadainya penulis menjadi Menag (saat ini dan di masa datang), maka penulis akan melakukan sosialisasi dalam bentuk seminar-seminar, pengajian, penyuluhan, dan memberikan pendidikan bermedia sosial kepada pelajar di sekolah-sekolah.Â
Dalam bentuk apapun dan bagaimana pun caranya pendidikan bermedia sosial bagi pelajar amat sangat penting untuk mengatasi ketimpangan dan kesalahan bermedia sosial tersebut.
Pendidikan bermedia sosial bagi pelajar akan memberikan dampak positif terhadap aspek kognitif dan afektif pelajar. Demikian karena dalam pendidikan tersebut pelajar bukan saja mengetahui media sosial dalam bentuk fisik tapi juga dalam bentuk non-fisik. Artinya fungsi media dan bagaimana aturan/ kode etik media sosial dapat mereka pelajari dan pahami serta amalkan dalam berinteraksi di media sosial.Â
Hal demikian kiranya dapat menimalisir tingkat kebohongan publik, caci-maki, ujaran kebencian, dan perang opini publik. Dimulai dari pelajar untuk membentuk karakter mereka menjadi pelaku media sosial yang arif dan bijaksana.
Pokok pangkal kehidupan dan perubahan zaman adalah persiapan regenerasi masa kini untuk menjadi generasi masa datang yang mampu menjadikan media sosial sebagai ajang untuk mencari informasi dan berinteraksi dengan makhluk sosial lainnya.Â
Pendidikan media sosial bisa dilakukan oleh guru-guru di sekolah dengan selalu memberikan pengajaran terhadap media sosial tersebut dan memberikan contoh-contoh yang contextual dalam kehidupan sehari-hari akibat dari menggunakan media sosial yang tidak baik.
Lantas bagaimana caranya Menag bisa mengatasi kesalahan bermedia di tengah masyarakat? Hemat penulis, mulailah dari hal terkecil pelaku kecil, dan dari yang dasar sebagai kesiapan untuk memasuki milenial berikutnya dan menjadi kontributor media sosial di masa akan datang. Bentuklah generasi yang baik di masa datang sebagai agen perubahan dan kemajuan zaman yang beradab dan agamis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H