Mohon tunggu...
Acet Asrival
Acet Asrival Mohon Tunggu... Guru - Guru

www.berandaedukasi.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perlukah Pendidikan Media Sosial bagi Peserta Didik?

4 Agustus 2018   08:01 Diperbarui: 4 Agustus 2018   08:37 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seiring pola pikir dan kecerdasan manusia dalam menciptakan sesuatu yang baru. Sejak zaman menulis dengan bulu ayam dan tinta sampai dengan menggunakan alat tulis berupa pensil dan pena, hingga menulis dengan keyboard di layar monitor. 

Sejak zaman tradisi surat-menyurat sampai pada surat elektronik; telepon, gadged, dan komputer. Berkembang terus sampai kepada era milenial saat sekarang dimana semua bisa diakses cepat dengan menggunakan telekomunikasi yaitu jasa internet. 

Tidak berhenti di situ pula, perkembangan teknologi kian drastis hingga sekarang sudah tumbuh biak aplikasi-aplikasi surel, media sosial, lifestreeming, dan aplikasi sejenis televisi yang lebih uptodate dalam menyajikan informasi dan berita terkini.

Bolehlah sejenak pembaca kembali merenung pada masa sebelumnya. Dimana saat teknologi masih sangat sederhana. Tingkat kemaksiatan masih terhambat. Kegaduhan dan pertengkaran belum ramai. 

Hubungan emosional di masyarakat terjalin akrab. Semua rukun dan damai. Tidak ada istilah-istilah baru yang muncul seperti bully, haters, hoaks, dan perang opini. Tapi apa boleh buat, semua harus dilalui dan dilewati. Semua itu adalah ujian yang harus dihadapi dan diatasi agar tidak menjadi penyakit masyarakat yang larut dalam kemahiran teknologi tersebut.

Ibarat pisau bermata dua, kemunculan media sosial, alat telekomunikasi yang canggih, dan aplikasi-aplikasi medsos lainnya dapat membawa manfaat dan bisa mendatangkan mudharat. Tergantung siapa yang menggunakannya dan bagaimana cara beriteraksi dengannya. 

Jika benat maka bisa memberi manfaat, jika salah dapat membawa keburukan bagi dirinya dan orang lain. Misal, pelajar memanfaatkan teknologi/media sosial untuk menambah pengetahuan dan menemukan informasi, itu baik baginya. Dan jikalau pelajar menggunakan medsos untuk hal-hal yang negatif maka itu buruk baginya. Contoh, banyaknya tawuran antar pelajar disebabkan atau timbul dari medsos. 

Perkenalan dengan lawan jenis dari medsos yang berujung pada asusilais, dan tebar berita bohong (hoaks), caci-maki (bully), dan menghina atau menjatuhkan harkat dan martabat orang lain (haters) adalah perilaku negatif akibat dari dampak bermedia sosial yang tidak terdidik. 

Justru itulah pentingnya pendidikan bermedia sosial bagi pelajar untuk dapat memanfaatkan teknologi informasi dengan baik dan menjauhkan diri dari dampat negatif media sosial seperti hoaks.

Bolehlah berandai sedikit dan merenungi secara mendalam, jika Menag memiliki peran dan fungsi untuk mengatasi perihal bermedia sosial yang salah tersebut, dan memiliki otoritas untuk memfilterisasi dan menimalisir tingat kesalahan bermedia sosial tersebut, dan jika senadainya penulis menjadi Menag (saat ini dan di masa datang), maka penulis akan melakukan sosialisasi dalam bentuk seminar-seminar, pengajian, penyuluhan, dan memberikan pendidikan bermedia sosial kepada pelajar di sekolah-sekolah. 

Dalam bentuk apapun dan bagaimana pun caranya pendidikan bermedia sosial bagi pelajar amat sangat penting untuk mengatasi ketimpangan dan kesalahan bermedia sosial tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun