Jika kau ditakdirkan untuk menjadi tutup botol, maka alangkah menyedihkannya hidupmu. Mula-mula kau akan digerayangi, digigit, diongkek-ongkek dan mungkin juga kau akan dilukai. Itu semua hanya karena ada seseorang yang ingin mereguk isi di dalam botol.
Ketika tutup sudah terbuka (dengan cara apapun) dan ketika terdengar suara glek glek gleeek.. maka tamatlah riwayatmu wahai tutup botol. Seindah apapun bentukmu, tetap saja kau akan disingkirkan. The End.
Kau pasti tahu dengan istilah yang satu ini. Kacang lupa kulitnya. Atau, habis manis sepah dibuang. Sama saja, hanya berbeda kata. Botol lupa tutupnya, itu adalah istilah yang pas untuk kaum-kaum yang terlupakan.
Manakala kau sedang berjuang keras untuk mendapatkan segenggam cinta dari seseorang, kau akan melakukan apaaaa saja. Dan saat cinta sudah ada digenggamanmu, segala hal yang tadinya terlihat indah, segala bujuk rayu dan kata-kata manis yang dulu pernah kau katakan, hilang entah kemana. Itulah nasib tutup botol. Terlihat indah meski pada akhirnya akan menjadi sampah.
Kawan, kemarin kita beramai ramai membuat sebuah acara bertajuk pesan dalam botol. Sebuah acara kolektif penggalangan botol untuk kemudian dijual. Hasilnya digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat di bidang pendidikan. Acara yang panjang dan melibatkan banyak orang.
Sebagai penutup, kita membuat acara puncak berupa musik amal. Acara yang manis sekali.
Kemudian ada terdengar suara tepuk tangan. Gemuruhnya mirip sekali dengan suara ombak. Lalu ada tersisa tanya di hati. Kawan, apakah ini benar? Tiba-tiba aku takut, teramat sangat ketakutan. Aku takut kita hanya sedang berkoar-koar saja. Bersenang-senang dengan dalih mulia. Meskipun aku tahu, ini hanyalah sebuah ketermenungan saja. karena kita tidaklah demikian.
Kawan..
Bagi yang senang mendekap sepi, tepuk tangan adalah sebuah momok yang layak dihindari. Bagi yang senang mendaki, kau akan mengerti betapa mulianya sepi.
Usailah sudah acara pesan dalam botol. Kini saatnya merenungi sebuah kalimat pendek, tentang botol kosong yang nyaring bunyinya.
Apakah sudah selesai? Tentu saja belum. Kita adalah generasi yang dipenuhi oleh begitu banyak PR.
Periculum in mora, tidak ada waktu lagi untuk tidak berbuat apa-apa. Detik begitu ganas menuai usia. Tidak peduli apakah kita sedang berproses atau menjalani hidup statis.
Pesan dalam botol, hakekatnya adalah mengirim sebuah pesan indah yang dimasukkan ke dalam sebuah botol. Jika botol tersebut bocor, pesan akan basah dan tak mungkin tersampaikan. Agar pesan sampai, kita butuh tutup botol yang kuat dan tahan bocor. Tutup botol yang survive di segala kondisi dan cuaca, itu yang kita butuhkan.
Kawan, maukah kau menemaniku merayap dalam sepi? Ya benar, seperti merayapnya akar. Setidaknya, pada saat nanti kita menjadi sampah dan menyatu dengan tanah, kita telah melakukan apa yang memang harus dilakukan. Begitulah kehendak semesta.
Waktu merubah banyak orang. Kita pastinya juga akan berubah. Setidaknya kita akan mengeriput, mati dan selesai. Masalah dikenang atau tidak, itu bukan urusan kita. Bukan juga sebuah tujuan hidup, meskipun dulu aku pernah begitu memikirkannya. Hmmm, kiranya dulu aku pernah terjebak virus eksistensi.
Mari kita selesaikan pesan dalam botol yang memang belum selesai. Tutup Botol - Tribute to Jember. Kali ini, mari kita melakoninya seperti merayapnya akar yang menghunjam di kegelapan sepi.
Kawan, salam lestari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H