Namun, berkebalikan dengan situasi yang sebenarnya, sekolah merasa bangga, sukses dan dianggap berhasil manakala banyak dari siswa/i-nya yang lolos dalam SNMPTN atau seleksi yang sejenisnya. Hal tersebut sudah menjadi penilaian umum, bahkan tidak segan pihak Sekolah mempublikasikan "kesuksesannya tersebut."Â
Padahal di sisi lain Sekolah dirasa kurang mengupayakan persiapan untuk mencapai kesuksesan tersebut selain dari hanya satu sisi, yakni persiapan nilai (kognitif). Bahkan tidak ragu pihak sekolah meng-katrol nilai agar terlihat progresif atau memenuhi passing grade, namun mengabaikan faktor lain.Â
Maka dari itu Sekolah berkewajiban memfasilitasi peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi melalui proses seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) atau jalur lainnya bukan hanya dari sisi kognitif namun dari faktor lainnya.Â
Seperti, kesiapan mental siswa, kesiapan untuk bersaing, kesiapan finansial dan kesiapan yang lainnya. Karena dalam situasi tersebut para peserta didik akan dihadapkan pada beberapa pilihan antara ikut, ragu-ragu/coba-coba atau tidak ikut sama sekali.Â
Setelah mereka memutuskan untuk ikut dalam seleksi masuk perguruan tinggi negeri mereka akan dihadapkan dengan pilihan jurusan perkuliahan. Jauh sebelum proses tersebut harusnya mereka telah mempersiapkan diri atau bahkan dipersiapkan oleh lingkungan.
Sekolah sebagai agen memiliki andil besar dalam mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi serta melibatkan orang tua siswa serta lingkungan.Â
Adapun hal yang dapat dilakukan sekolah dalam bentuk kegiatan maupun pendekatan personal melalui konseling/coaching.Â
Bentuk kegiatan dapat berupa; seminar, pemberian motivasi, talk show dengan para alumni, studi kunjungan kampus, melaksanakan/menghadiri kegiatan edufair, menerima terbuka kunjungan kampus-kampus pemberian informasi yang masih kepada para siswa dan hal tersebut dilakukan sejak kelas awal serta konsisten dan berkelanjutan.Â
Sasaran kegiatan juga tidak hanya bagi siswa namun juga orang tua dan guru sebagai support sistem dalam persiapan.Â
Jika di Kota besar, agenda-agenda semacam itu sudah menjadi rutinitas setiap tahunnya dalam rangka mempersiapkan peserta didiknya untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Berbeda dengan sekolah di Desa.Â
Sebabnya, mayoritas orang tua di Desa berfikir skeptis atau pasrah terhadap keadaan dan sebagian guru yang acuh terhadap hal tersebut.Â