Mohon tunggu...
Jong Celebes
Jong Celebes Mohon Tunggu... Administrasi - pengajar

"Tidak ada kedamaian tanpa Keadilan"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Demokrasi Lempar Batu Apa Masih Perlu?

29 September 2019   09:20 Diperbarui: 29 September 2019   10:11 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mestinya, pemerintah melakukan sosialisasi yang masif terlebih dahulu sebelum mensahkan undang-undang apatahlagi berhubungan dengan KPK yang kita tahu rawan dipolitisasi dan dikriminalisasi. 

Untuk sosialisasi, banyak media yang bisa dimanfaatkan untuk itu, media cetak, media elektronik, media online dan media lainnya, seperti misalnya iklan layanan masyarakat atau apapun bentuknya yang pasti pesan dari pemerintah harus bisa sampai ke akar rumput. Dengan begitu, kita akan bisa mengukur respon masyarakat, jadi ini sekaligus sebagai uji materi dan cek ombak sebelum UU benar-benar digulirkan.

Sumber: dokpri
Sumber: dokpri

Tidak ada yang salah dengan demonstrasi karena ia adalah wujud lain dari demokrasi. Unjuk rasa sangat diakui oleh Undang-undang yaitu pada Pasal 28 UUD 1945. "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang". Yang keliru apabila dilakukan dengan cara "ugal-ugalan" dan alias anarkisme. 

Mungkin nanti ada yang bilang, "enak saja kamu ngomong begitu, teori tak semudah praktik". Saya hanya akan menjawab, memang tidak semudah itu ferguzo, apa yang kita bayangkan, di atas kertas belum tentu sama dengan yang terjadi di jalan raya. 

Cuman saya mau bilang begini, saya bukan sekedar berteori tapi saya juga adalah "praktisi" unjuk rasa,  saya adalah 'Alumni' 98 yang pernah merangsek masuk ke Gedung DPR pada tahun 1998 untuk menurunkan Presiden Soeharto. 

Selain itu, pada Juli 2011, Saya pun terlibat pada unjuk rasa di Mabes Polri bersama ratusan ribu orang (waktu itu objek yang didemo adalah Mabes Polri). Demonstrasi  waktu itu  berlangsung sangat tertib, damai dan santun.  Tidak ada kerusuhan, lempar batu, menghalangi jalan raya. 

Karenanya, Pihak  Mabes Polri mengabadikan ini sebagai demo paling tertib se-Indonesia (dokumentasi video masih tersimpan oleh Mabes Polri). Ini bersejarah, karena belum pernah terjadi sebelumnya demo model seperti itu, tidak rusuh, tidak ada yang merusak dan melempar batu, dan paling keren lagi, tak satu pun dari ratusan ribu orang tersebut yang merokok. 

So, ini lah contoh atau bukti bahwa unjuk rasa tidak harus identik dengan anarkisme, lempar batu sembunyi tangan,  sampah berceceran dimana-mana, bentrokan, dan sebagainya, demonstrasi bisa berlangsung damai dan tertib apabila masing-masing diri faham dan sadar arti sebuah demokrasi yang elegan dan etis. Kritis boleh asal etis dan estetis. Kesimpulannya, saya cuman mau bilang begini, "demo damai dan santun bukan hal yang mustahil".

Kembali ke soal demo anarkis adik-aadik mahasiswa dan pelajar kemarin, itu menjadi pelajaran  berharga bagi semua pihak, meski" Nasi sudah menjadi bubur", korban sudah berjatuhan, baik harta maupun jiwa. 

Tetapi tidak ada kata terlambat membenahi, yang bisa kita lakukan adalah introspeksi diri bahwa kita semua telah keliru memaknai demokrasi. demokrasi jalanan dan demokrasi parlemen. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun