Mohon tunggu...
Ramdhan hunowu
Ramdhan hunowu Mohon Tunggu... Editor - Penulis

Penulis aktif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Potret Keberagaman dan Toleransi Masyarakat yang Multikultural di Desa Toruot, Kabupaten Minahasa Selatan

26 Oktober 2024   20:29 Diperbarui: 26 Oktober 2024   20:49 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Created By Tesalonika Cristiani Oroh-Mardia Bin Smith-Bimbingan dan Konseling-Universitas Negeri Gorontalo

Desa Torout yang terletak di kecamatan Tompaso baru, kabupaten Minahasa Selatan. Desa ini merupakan desa yang dimana masyarakatnya multikultural. Desa Torout ini di huni oleh berbagai suku, ras, dan agama yang ada di desa tersebut sebagai masyarakat pendatang. Toleransi umat beragama di desa Torout, Kecamatan Tompaso baru sangat-sangat kental. 

Di tarik kembali ke sejarah, desa Torout diambil dari bahasa Minahasa "Tou" artinya "orang" dan bahasa Mongondow "Raut" artinya "ikatan". Jadi, Torout artinya ikatan orang Minahasa dan orang Mongondow yang tidak terpisahkan. Dan terbentuknya desa Torout yang di dalamnya ada dua suku yang berperan dalam terbentuknya desa Torout ini, yaitu suku Minahasa dan suku Mongondow. 

Awal mulanya desa ini hanya di huni oleh suku Minahasa dan suku Mongondow saja. Tetapi bukan hanya suku Minahasa dan suku Mongondow saja yang ada, tapi ada juga suku pendatang seperti, suku jawa, suku gorontalo, suku bugis, suku siau, dll.

Meskipun ditengah masyarakat yang multikultural akan budaya, agama, dan suku, toleransinya masih sangat melekat pada masyarakat. Di desa Torout ada beragam suku (minahasa, mongondow, gorontalo, siau, jawa, bugis), budaya, adat, dan agama (kristen, islam, katolik). Tetapi, dengan perbedaan yang ada kerukunan tetap terjaga. 

"Pertama kali saya datang di desa Torout pada desember 2007, saya datang sebagai pendatang di desa ini. Saya dari suku Jawa dan menikah dengan suku Minahasa yang ada di desa Torout, saya diterima baik dan disambut dengan hangat oleh warga sekitar. Meskipun saya menikah dan tinggal ditengah-tengah masyarakat yang kebudayaan berbeda dengan saya, tapi saya merasa rasa toleransi dari masyarakat desa Torout. Dan pada akhirnya saya menjadi bagian dari warga desa Torout" ucap warga pendatang di Perjumpaan antara umat agama muslim dan umat agama kristen yang membuat masyarakatnya yang unik. Kehidupan yang rukun terpelihara dengan baik, masyarakat muslim dan kristen bergaul dan terkadang membentuk keluarga. Karena itu, yang muslim dan kristen banyak yang diikat dalam hubungan keluarga. Sejak awal berdirinya desa ini, sering diadakan acara ibadah bersama.

Contohnya, pada saat tanggal 2 Januari umat Kristiani mengundang umat Muslim untuk datang ke kegiatan syukuran atau yang biasa disebut "Pesta Iman". Sedangkan, pada saat lebaran hari kedua umat Muslim mengundang umat Kristiani dalam rangka kegiatan syukuran atau yang biasa disebut  "Halal Bihalal". Pada kegiatan "Pesta Iman", umat Muslim akan memberikan bantuan kepada umat Kristen untuk pembangunan gereja. Begitupun sebaliknya,  pada saat kegiatan  "Halal Bihalal" umat Kristiani akan memberikan bantuan kepada umat Muslim untuk pembangunan masjid. Dengan kegiatan tersebut kedua agama itu dapat menjalan tali persaudaraan agar tetap terjaga. Demikianlah kurang lebih seadab, kebiasaan ini dijaga dan dipelihara.

"Desa Torout menjadi salah satu desa pelopor kerukunan antar umat beragama karena dengan kegiatan ini dapat lebih melekatkan tali persaudaraan. Pesta Iman dan Halal Bihalal sudah dilaksanakan semenjak desa Torout berdiri tahun 1901 sampai dengan sekarang" ucap tokoh adat A.R. Lababa, Selasa (8/10).

Setiap kali ada perayaan besar keagamaan seperti hari raya ramadhan, umat kristen di desa ini akan ikut menjaga keamanan lingkungan, begitupun sebaliknya umat muslim saat natal tiba umat muslim akan ikut menjaga keamanan lingkungan saat menjalankan ibadah. 

Bahkan ada juga yang ikut merayakan perayaan besar, contohnya saat perayaan "Tahun Baru", tepat pada saat Tahun Baru tiba masyarakat akan saling berjabat tangan dan mengucapkan selamat tahun baru tanpa memandang agama sambil menyalakan kembang api sebagai tanpa bahwa mereka telah menyambut tahun yang baru dan memulai kehidupan yang baru

Saat ada kegiatan seperti pernikahan dan kedukaan, masyarakat di desa Torout akan saling membantu tanpa memandang suku, budaya  ataupun agama. Masyarakat desa Torout juga tetap menjaga tradisi "Mapalus", tradisi mapalus tersebut yaitu tradisi gotong royong dari suku Minahasa, akan tetapi tradisi ini juga dipakai oleh suku Mongondow dan juga ada beberapa suku yang ikut dalam tradisi mapalus di desa tersebut. Melalui tradisi ini kedua suku tersebut saling membantu dalam melakukan pekerjaan, mapalus ini menjadi simbol semangat kebersamaan dan saling tolong menolong di desa Torout.

 

Semuanya itu tidak terlepas dari para leluhur yang tetap menjaga dan melestarikan rasa toleransi dan kerukunan tersebut dari turun temurun dan terbawa sampai masa sekarang. Meskipun di era sekarang banyak sekali pertentangan yang ada, tapi rasa kerukunan yang ada di masyaratakat desa Torout tidak pernah hilang. 

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Potret anak-anak Kristen dan Muslim yang rukun

Gambar tersebut menggambarkan toleransi antar umat beragama, terlihat anak-anak di desa Torout terlihat sangat bahagia meskipun mereka berbeda keyakinan. Akan tetapi, di masa sekarang gambar tersebut dapat menimbulkan pro dan kontra di antara masyarakat. 

Tetapi, itu tidak akan menghilangkan rasa toleransi dan rasa kerukunan di antara masyarakat desa Torout. Di desa tersebut ada sekolah yayasan Kristen yaitu "SD GMIM TOROUT", meskipun sekolah itu merupakan sekolah Kristen, mayoritas anak yang bersekolah di sekolah tersebut yaitu Muslim. 

Anak-anak tersebut sudah sedari dini diajarkan dan dikenalkan mengenai rasa toleransi agar ketika mereka sudah beranjak dewasa itu akan terbawa terus hingga dewasa, dan diharapkan mereka tetap menjaga kerukunan yang ada di desa itu.

Seorang warga desa Torout, A. Oroh berkata "Saya tumbuh dilingkungan yang latar budayanya berbeda-beda dan sejak saya kecil, saya sudah ditanamkan rasa toleransi dengan orang-orang yang berbeda budaya, agama, dan suku-suku yang ada di tempat saya tinggal. Dengan menjaga rasa toleransi itu kita bisa hidup berdampingan dengan damai". Rabu (9/10)

Suka dan duka telah di lewati oleh warga desa Torout, banyak perselisihan dan pertentangan di antara warga. Namun, itu tidak menjadi penghalang bagi masyarakat desa Torout dalam menjaga toleransi dan rasa persaudaraan.

Di antara keberagaman serta masyarakat yang multikultural yang ada, masyarakat desa Torout tetap menjaga kebudayaan dan kepercayaan masing-masing tanpa ada rasa dengki. Semoga dengan seiring berjalannnya waktu, desa Torout menjadi desa yang toleransinya yang semakin kuat dan saling menjaga satu sama lain.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun