Ramai orang berdebat stlh Saracen terbongkar oleh polisi sbg penjual ujaran kebencian di media sosial, sejumlah nama yg tersangkut atau disangkut pautkan dgn organisasi yg terorganisir rapi sejak 2015 ini mulai muncul membuat klarifikasi dan pembelaan diri, ada juga pengamat pengamat yg mengeluarkan opini mengutuk, menghujat, mengharamkan, mementahkan, mengaburkan, bahkan ada yg berani menyatakan bahwa Saracen ini sebuah penciptaan kondisi oleh aparat kepolisian.
Demikian juga orang orang yg dulu acap bermain kata kata di medsos dgn tujuan memicu reaksi dan sentimen lebih masyarakat terhadap sebuah persoalan yg muncul atau dimunculkan, keluar dari persembunyiannya utk menyatakan ketidakterlibatannya dgn Saracen.
Menarik apa yg disampaikan ahli filsafat Rocky Gerung (konon dia tdk bergelar profesor, tp Sarjana Sastra.. mudah2an bkn Hoax) Â ILC semalam, selain ketidaksetujuannya melihat reaksi masyarakat thd hoax, salah satu inti omongannya yg menggelitik kurang lebih seperti ini, bahwa sebenarnya Hoax itu sarana penyeimbang dlm tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara supaya orang lebih bisa meningkatkan kualitas akal sehat dlm menyikapi berbagai persoalan, tingkatkan IQ mu, maka Hoax akan teratasi. Pendapat lainnya menyebutkan bahwa pemerintahlah pembuat hoax terbaik... (yg ini saya tepok jidat)
Setuju atau tidak dgn teori itu tergantung IQ juga sih... , cuma kenyataannya banyak orang orang dgn intelektualitas tinggi juga percaya hoax....
Disamping itu masyarakat kita saat ini yg  sedang gandrung gandrungnya bermain di media sosial dan menjadikan medsos sbg salah satu tempat mencari identitas bahkan kredibilitas, semua berupaya menggauli medsos lewat berbagai aplikasi utk menunjukan eksistensinya supaya terlihat hebat dan baik dimata orang lain.
Di medsos, status, profesi, kepribadian, karakter, kesukaan dan sebagainya bisa dirubah sesuai keinginan kita, bahkan agamapun kalau mau berpindah pindah tidak ada yg akan bilang murtad di medsos.
Media sosial sangat memungkinkan membuat seseorang yg bukan ustad bisa dgn cepat bisa jadi ustad hebat, yg bukan ahli politik bisa jadi pengamat politik kawakan, yg tdk pernah belajar ekonomi bisa dgn mudah menjadi ekonom handal dgn pendapat ekonominya, yg awak terhadap dunia militer bisa spontan jadi kritikus masalah militerisme.
Siapapun bisa jadi apapun yg dia mau, hanya dgn modal jari jari tangan dia, lalu 'copy and share'. Semua itu sangat mudah dilakukan dgn modal android atau smart phone seharga ratusan ribu saja.
Dipercaya orang atau tidak itu urusan belakangan, mendekati salah atau menjauhi benar apa yang dishare bukan persoalan utama, sumber berita bisa dipercaya atau abal abal tidak penting, dibaca orang kemudian dapat satu jempol saja sudah cukup menghasilkan kepuasan bagi si pengirim apalagi dapat lebih dua jempol ditambah komen " ijin share ya.." waah itu sudah bisa menjadi legitimasi kuat bahwa si pengirim memang sudah pintar.
Lebih jadi bergaya lagi kalau berita yg dikirim sudah mencatut nama pakar, orang terkenal atau organisasi besar, nilai jualnya akan lebih tinggi dan puluhan bahkan ratusan jempol atau komen jadi imbalannya.
Itulah kenyataan sekarang yg terjadi di tengah masyarakat kita, rasa dan akal sehat ditinggal di belakang demi sebuah euforia, kepuasan semu, kesenangan maya dan kepentingan sejati.
Fenomena ini berlaku di seluruh tingkatan masyarakat kita, mulai dari tingkat rakyat biasa sampai dengan tingkat pejabat, mereka memiliki kepentingan utk menunjukan identitas dan kredibilitas mereka di dunia maya, tentunya sesuai dengan tujuan dan kepentingan yg mereka punya. Di masyarakat awam mungkin lebih cenderung kepada kesenangan semata atau hanya karena ingin dianggap pintar atau soleh saja, tapi di tingkat atas semisal pejabat baik pejabat negara atau pejabat politik, berkiprah di medsos sejatinya adalah demi sebuah kepentingan.
Fenomena di medsos inilah yg kemudian ditangkap sebagian orang sebagai peluang emas utk dijadikan mata pencaharian, dgn berbekal tehnologi informasi yg semakin canggih, maka hoax menjadi komoditi yg seksi utk diperjualbelikan.
Pengaruh hoax sedemikian besar karena bisa mempengaruhi secara masif orang orang dalam waktu singkat, dpt membentuk opini dgn cepat apalagi jika dilakukan berulang ulang dan menggunakan jaringan yg terstruktur.
Saracen adalah kenyataan yg sesungguhnya dari sebuah penyimpangan cara orang mencari uang mudah, terlepas dari orang orang yg memanfaatkannya, kelompok ini hadir sebagai bagian dari dampak negatif tehnologi informasi yg berkaitan langsung pada perubahan perilaku masyarakat dalam berkomunikasi dan bersosialisasi, sehingga berita berisi kebohongan dan kebencianpun bisa menjadi konsumsi sehari hari dan bisa diperjualbelikan. Semua terlena dan tak menyadari ketika emosi dan perasaan yg diaduk aduk oleh kepintaran pembuat hoax merangkai kalimat kalimat kebohongannya.
Hoax menjadi mainan diantara pembenci dan pecinta, antara saat kepentingan atau sentimen dan fanatisme terhadap sesuatu sudah menguasai isi kepala yang hilang akal sehat. Hoax jadi alat utama yang efektif untuk menyerang ataupun bertahan, seperti senapam mesin, Hoax bisa jadi senjata mematikan dengan momentum tembakan yang rapat dan cepat tergantung berapa banyak amunisi disiapkan, pun bisa dijadikan tameng pertahanan untuk menghadapi seranagan dari fihak lawan. Hoax adalah fenomena dari perubahan pola pikir dan pola tindak masyarakat yang dijualbelikan, bisa dikatakan bagian dari e-commerce juga yang sekarang sedang menggila.
Akankah bentuk matapencaharian baru ini akan segera hilang atau malah akan berkembang dengan mengikuti segala memanfaatkan keunggulan dunia IT yang makin canggih...?
Jawabannya masih harus kita tunggu...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H