Mohon tunggu...
Yane Kamille ZA
Yane Kamille ZA Mohon Tunggu... Akuntan - just sharing

saya hanyalah sosok awam yang cuma ingin berbagi karena care dengan Anda!

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Comeback Dramatis Semifinal Liga Champions 2019: Kekuatan Pikiran Positif!

16 Mei 2019   07:51 Diperbarui: 16 Mei 2019   08:21 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
  Sumber: http://solusisupersukses.com

Sungguh luar biasa drama yang disajikan keempat semifinalis Piala Champions 2019 kali ini. Penikmat sepak bola begitu terhibur dengan sebuah pertandingan yang sangat berkelas yang melahirkan 13 gol. Bagaimana sebuah tim bisa membalikkan prediksi, membayar kekalahan, sekaligus mengajarkan banyak value selain sekedar taktik yang brilian.

Sebagaimana diketahui, hasil akhir leg kedua mengantarkan kedua tim Inggris: Liverpool dan Tottenham Spurs untuk berjumpa di final yang akan dihelat di stadion Wanda Metropilitano, Madrid. Secara agregat, Liverpool unggul 4-3 atas Barcelona. Adapun Spurs, imbang 3-3 dengan Ajax Amsterdam dengan keunggulan gol tandang.

Bila melihat laga sebelumnya, Barcelona dengan gagah melumat Liverpool di kandangnya dengan skor telak 3-0. Fans fanatik Barca  menjadi saksi kehebatan Lionel Messi dan Luis Suarez merobek jala Alisson Becker. 

Tiga gol tanpa balas pada laga leg pertama, melambungkan asa pencinta Barca bahwa separuh kaki sudah menapak di final Piala Champions tahun ini. Esoknya, meskipun dengan satu gol, tapi itu sudah cukup untuk Ajax meredam 'pasukan muda' Tottenham Hotspur di Tottenham Hotspur Stadium.

Siapa yang tak ngeri dengan kehebatan Barcelona, petahana juara La Liga yang saat ini masih kokoh di puncak klasemen, jauh di atas Atletico Madrid sebagai penghuni posisi nomor dua yang berjarak sembilan poin. Bandingkan dengan Liverpool yang terengah-engah saling menyalip dengan Manchester City hingga pertandingan terakhir demi memperebutkan titel jawara Liga Primer.

Dari sisi finansial, begitu dalam jurang pembeda antara kedua tim. Raksasa Spanyol yang ditahbiskan sebagai klub terkaya di  dunia itu memiliki pemain profesional bernilai 898 juta euro. Bandingkan dengan Liverpool yang total pemainnya hanya bernilai setengahnya atau 550 juta euro. Lihat juga bagaimana torehan Messi yang sudah mencetak 34 gol di La Liga dan saat yang sama memimpin perburuan Sepatu Emas Liga Champion dengan 12 golnya. Bandingkan dengan Mohammed Salah, striker Liverpool yang baru mengemas 22 gol di La Primer.

Bagaimana dengan atmosfir leg kedua sebelum dihelat? Kita tahu bersama, dengan defisit tiga gol plus pasukan yang pincang  karena absennya dua bomber utama: Mohammed Salah dan Firmino, maka The Reds di atas kertas akan dengan mudah habis dilumat tim Los Blaugrana yang demikian bernafsunya mencetak treble winners tahun ini.

Tak berbeda jauh dengan kondisi Spurs. Harus bertanding ke Johan Cruyff Stadium tanpa striker haus gol sekaligus kapten tim Harry Kane, tim Lilywhites mengemban misi yang tak mudah. Masuk semifinal saja sudah menjadi sejarah untuk pasukan asuhan Pochettino ini. 

Tapi tak cukup hanya dengan bermodalkan sebagai pencetak sejarah, mereka akan melawan kampiun Belanda, juara 4 kali Liga Champions dan 33 kali pemegang maskot Eredivisie. Tim Inggris ini juga defisit satu gol setelah pada pertandingan sebelumnya ditumbangkan 0-1 oleh De Amsterdammers.

Tapi apa yang terjadi sobat? Hasil di lapangan menjungkirkan semua prediksi pencinta bola, bahkan pengamat paling brilian sekalipun. Bagaimana Liverpool mampu membalikkan keadaan,  memukul tanpa ampun Barcelona dengan skor 4-0. Lihat juga Spurs yang dengan gagahnya seolah memperoleh 'second wind' mengejar minus gol untuk kemudian menyamakan skor agregat 3-3 dengan keunggulan gol tandang.

Memang betul bahwa racikan strategi berperan besar dalam menentukan hasil akhir. Tak salah bila skill individu plus kekompakan tim adalah kombinasi apik untuk menggempur lawan. Namun demikian ada faktor lain yang tak kasat mata turut memberikan andil bagi sebuah tim sehingga matematika sepak bola tak lagi berbicara banyak.

Ada benang merah dibalik kemenangan dramatis Liverpool dan Tottenham Hotpurs atas lawan-lawannya. Ingat bagaimana manager Liverpool Juergen Klopp  memompa determinasi pasukannya di kamar ganti untuk selalu yakin bahwa kemenangan akan diraih dan tak ada hal yang mustahil dalam sebuah pertandingan. Dalam situasi yang mirip, lihat kapten tim Spurs Harry Kane yang tidak ikut bermain karena cedera, 'mengomel abis' dan mengingatkan skuatnya bahwa mereka bisa lebih menggila lagi di babak kedua.

Kedua sosok penting dalam skuat yang berbeda itu menggunakan kekuatan fikiran positif untuk menghunjamkan keyakinan bahwa 'you can if you think you can'. Apa hasilnya rekan? Kita lihat bagaimana akhirnya Liverpool berhasil membalikkan superioritas Barca yang turun lengkap dengan Messi-nya menjadi nothing saat mereka dibombardir empat gol tanpa balas. Lebih spektakuler lagi adalah Spurs. Mereka berhasil membuat tim tuan rumah tertunduk lesu di stadion kebanggaannya saat unggul 3-2 yang sebelumnya tertinggal 0-3 secara agregat.

The power of positive thinking ibarat senjata pamungkas yang bisa mengakselerasi dalam mencapai goal. Namun demikian, hal ini tidak datang serta merta. Harus di-manage dan terus dilatih. Caranya, dengan menjadikan ia sebagai sebuah kebiasaan. Bila seseorang terlatih untuk berfikir positif, maka yakinlah hal itu akan menambah level confidence-nya. Adalah suatu yang mustahil kita dapat menunjukkan best performance, bila yang ada kita terperangkap dalam situasi yang tidak pede dan inferior!

Satu lagi kawan, pikiran positif ternyata dapat menular ke sekitar. Sukses personal yang dimilkinya berimbas kepada rekan sejawat. Bayangkan bila dalam sebuah perusahaan memiliki sekumpulan karyawan yang memiliki optimis tinggi untuk mewujudkan target yang dipancangkan.  Tak hanya itu, kelak perusahaan tersebut tak hanya sukses sendirian, dia akan meng-influence entitas lain untuk maju bersama.

Memang benar bahwa final Liga Champions tahun ini tak menghadirkan Messi dan Ronaldo sebagai pesohor sepak bola sejagat sebagaimana final-final sebelumnya dalam lima tahun terakhir. Tak salah juga bila final kali ini tak ubahnya sekedar pertandingan Liga Primer yang mempertemukan dua tim Inggris. Tapi satu pembelajaran penting yang kita peroleh, kedua finalis memberikan PR besar buat kita bahwa kekuatan fikiran positif dapat menjungkalkan barrier setinggi apapun.

Untuk itu, mari kita beri ruang seluas mungkin untuk hati kita akan fikiran positif. Karena dengan seperti itu, maka artinya rekan sekalian sedang mempersiapkan sebuah kesuksesan di ujung sana!

Sharing is Caring!

Yane Kamille ZA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun