Ini merupakan pemahaman yang agung terhadap agama Alloh. Bukanlah karena dia memerintahkan sesuatu namun tidak melaksanakannya, yang hal ini dicela, namun seorang hamba yang beriman di dalam melaksanakan syariat
menggabungkan antara pelaksanaan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan. Sedangkan dia wajib memerintahkan kebaikan dan juga wajib melaksanakan kebaikan tersebut. Maka jika dia tidak mendapatkan (melaksanakan) salah satunya, dia tidak boleh meninggalkan yang lainnya.
Oleh karena itu Imam Malik bin Anas rohimahulloh, imam darul hijroh (madinah) mengatakan, “Tidaklah semua perkara yang kami perintahkan kepada kalian telah kami lakukan. Seandainya kami tidak memerintahkan (kebaikan) karena kami tidak melakukannya, niscaya kami tidak memerintahkan kepada kalian kecuali sedikit saja.”
Apakah maknanya bahwa mereka meninggalkan (tidak melaksanakan) perintah dan terjerumus kepada perkara yang harom? Tidak, akan tetapi para ulama dan ahlul jihaad memiliki pengetahuan tentang hukum-hukum sehingga mereka bisa mengurutkan maslahat-maslahat dan menjadikan kebaikan bertingkat-tingkat. Dan tidak selalu demikian setiap orang yang memerintahkan kebaikan (amar ma’ruf) dan mencegah keburukan (nahi mungkar).
Oleh karena itu, Abu Darda berkata, “Sesungguhnya aku memerintahkan kalian dengan kebaikan. Dan tidak semua yang aku perintahkan kepada kalian telah aku lakukan, akan tetapi aku mengharapkan pahala dengan memerintahkan kalian.” Yakni, bahwa beliau memerintahkan perkara-perkara yang mustahab (mandub, sunnah, disukai, tidak wajib). Beliau memerintahkan berbagai kebaikan-kebaikan yang beliau lakukan, namun tidak semua yang beliau perintahkan beliau lakukan, karena beliau telah tersibukkan diri darinya dengan perkara yang lebih penting baginya. Adapun bagi orang lain, maka keadaannya berbeda, bahkan mereka harus diberi perintah dengan hal tersebut. Jika datang kesempatan, sedangkan dia memiliki waktu luang, maka dia dianjurkan kepada perkara yang mustahab dan yang wajib sesuai dengan tingkatan-tingkatannya. Sebagaimana Alloh Jalla wa ‘Alaa berfirman,
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ (7) وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ
“Dan jika engkau telah selesai (dari suatu pekerjaan yang baik) maka lakukanlah yang lainnya. Dan hanya kepada Robbmu-lah hendaknya engkau berharap.” [QS. Asy-Syarh: 7-8]
Yakni dengan berbagai macam perkara yang wajib dan mustahab.
Sebagian orang tidak memperhatikan pernyataan tersebut dan kaidah syar’i ini. Jika dia berada pada suatu kesalahan dia mengatakan, “Aku tidak memerintahkan kebaikan karena aku tidak melaksanakannya. Dan aku tidak melarang perbuatan buruk karena mungkin aku melakukannya.” Ini adalah suatu kesalahan terhadap syariat ini. Karena engkau wajib memerintahkan kebaikan dan juga wajib melaksankannya. Jika engkau tidak melaksanakan kebaikan maka janganlah engkau meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar, engkau wajib melakukan hal ini. Jika engkau meninggalkan yang satu, maka yang satu ini adalah kewajiban, dan yang lain juga wajib. Jika engkau meninggalkan salah satu dari dua kewajiban, maka engkau tidak boleh meninggalkan yang satunya.
WASIAT KE TIGA
Dan di antara perkataan Abu Darda rodhiyallohu ‘anhu, suatu ketika beliau berkata kepada para sahabatnya,