Mohon tunggu...
Abu Ga
Abu Ga Mohon Tunggu... lainnya -

take it easy, make it simple and life is beautiful

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Asphire Park, Oase di Tengah Gurun Pasir

6 Desember 2009   06:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:03 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di tepi danau itu kita tidak perlu menunggu purnama ketujuh untuk jumpa dengan kekasih. Bukankah kekasih manusia adalah keindahan untuk saling memberi dan berbagi. Memberi seteguk air pada orang-orang yang dahaga seperti air memberi kehidupan pada kegersangan hidup.

Di tepi rumah kayu itulah kami ditemani angin semilir menikmati rejeki Tuhan berupa nikmatnya masakan nusantara. Alhamdulillah Ya rabbi dan terima kasih para ibu yang mengerti urusan perut para kami. Sambil menikmati makan kami merenung “seandainya tidak ada democrazy di negeri kami, seandainya tidak ada pilkada, pileg dan pilpres yang menguras biaya negeri kami, tentu ribuan taman seperti ini terhampar di negeri kami”.

“Oh…….. seandainya tidak ada korupsi di negeriku, oh….. seandainya proyek-proyek negara bukan ditujukan suapaya ada lahan korupsi, oh seandainya energy anak negeri ini tadak habis terkuras untuk merekayasa dan menagkis segala fitnah, oh……… Seandainya masih ada kejujuran dan keterbukaan” Tak bisa kubayangkan dasyatnya negeriku.

Mentari terus bergerak ke peraduan. Sinarnya yang merah mewarnai alam berpadu dengan keindahan lampu kota yang mulai bergeliat. Dari kejauhan terdengar suara adzan maghrib berkumandang. Suara itu menjadi satu-satunya yang paling merdu di akhir penghujung senja. Sepanjang menyusuri taman kudapati sekelompok orang berdiri lalu rukuk dan sujud pada Sang Pencipta Keindahan. Mulut mereka terus berdzikir memuji kesucian Dzat Keindahan dan Keabadian. Ya Rabb terima kasih hari ini telah kau limpahkan hamparan kenikmatan dalam hidup kami. Jadikanlah kami insan-insan yang selalu bersyukur dan mencintai keindahan. Keindahan untuk saling berbagi pada alam dan manusia yang Engkau ciptakan.

Entah pemandangan apa yang bisa dilihat di taman-taman negeriku. Kabarnya taman menjadi ajang kemaksiatan kaum muda. Tempat memadu cinta samapai keluar adri batas-batas yang dibolehkan. Taman menjadi tempat di mana seta-setan bergentayagan meski telah dipagari oleh sang penguasa. Kalau demikian ada bagusnya pemerintah tidak membuat taman – taman yang rimbun tempat setan bersembunyi. Cukup dengan hamparan rumput dan biarkan anak-anak bermain bola sesukanya. Siapa tahu kelak muncuk Kaka, CR-7, Messi dan Beckham dari nusantara tercinta.

Malam perlahan namun pasti akhirnya datang juga. Para pencari keindahan semakin berdatangan. Kami pun beranjak pergi membawa pulang keindahan malam langit Doha.

Salam dari Doha

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun