Mohon tunggu...
Abdillah Toha
Abdillah Toha Mohon Tunggu... -

Lahir di Solo

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Berebut DKI Satu

16 September 2016   02:17 Diperbarui: 16 September 2016   02:26 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tenggat pendaftaran calon gubernur DKI dari parpol tinggal seminggu lagi. Hari-hari ini tampaknya akan ada kepastian siapa saja yang akan bertanding memperebutkan jabatan nomor satu di DKI. Sampai saat tulisan ini dibuat, baru ada dua calon gubernur (cagub) yang telah resmi diumumkan oleh parpol. Basuki Tjahaya Purnama atau lebih dikenal dengan  Ahok didukung oleh Nasdem, Hanura, dan Golkar. Sandiaga Uno dicalonkan oleh Gerindra dan PKS. 

Kedua cagub inipun belum diketahui pasti siapa pasangannya sebagai calon wakil gubernur (cawagub). Pencalonan kedua orang itu memenuhi syarat karena dicalonkan oleh gabungan partai yang kursinya di DPRD DKI tidak kurang dari 22 (20% dari jumlah kursi DPRD DKI). Jumlah kursi Gerindra-PKS 26 dan Golkar, Hanura,Nasdem 24.

Dari total 106 kursi, sisa kursi yang belum mencalonkan ada 56. Dari jumlah ini PDIP dengan 28 kursi dapat mengusung calon sendirian sedang parpol-parpol lain dengan jumlah sisa 28 kursi teoritis hanya bisa mendukung satu calon lagi jika bergabung. Diluar PDIP, fraksi Demokrat (10) dan PPP (10) ditambah minimal salah satu PKB (6) atau PAN (2) memenuhi syarat minimum untuk mengusung satu calon. Bila tidak terjadi, maka mereka harus masuk kedalam kelompok salah satu gabungan parpol atau parpol yang memenuhi syarat.

Dari sisi perolehan suara dalam pemilu legislatif  persyaratnnya parpol atau gabungan parpol suaranyatidak boleh kurang dari 25%. Dari sudut ini posisi masing-masing parpol tidak banyak berbeda dengan posisi pada  persyaratan jumlah kursi diatas.

Pertanyaan dan spekulasi yang beredar sekarang, apakah parpol yang belum mencalonkan akan maju dengan calon lain atau bergabung dengan dua gabungan parpol yang sudah mengusung, sehingga pertarungan nantinya hanya akan terjadi antara dua kandidat gubernur saja? Sebaliknya bila PDIP dan gabungan Demokrat PPP plus satu fraksi lagi  masing-masing mengajukan calon sendiri, maka akan ada empat calon gubernur yang bertanding. Yang paling ditunggu adalah keputusan PDIP sebagai parpol/fraksi terbesar di DPRD.

Berdasarkan pengamatan banyak pihak, PDIP yang segera akan mengumumkan calonnya minggu ini, pilihannya akan bergabung dengan pengusung Ahok atau mengajukan calon sendiri. Hampir mustahil PDIP mendukung calon Gerindra-PKS sebab bila demikian PDIP sebagai fraksi terbesar akan minta sebagai pihak yang menentukan pilihan cagub, dan ini pasti akan ditolak oleh Gerindra. Mengapa PDIP begitu lambat mengambil keutusan? Ada beberapa kemungkinan.

Pertama, meski keputusan terakhir berada ditangan ketua umumnya dan berdasarkan pengalaman tidak ada fungsionaris PDIP yang berani melawan keputusan ketua umum, namun sudah terdengar suara-suara lantang di dalam tubuh partai yang mendesak agar partai mengusung kader sendiri karena telah beredar rumor bahwa ketua umum PDIP lebih cenderung untuk mengusung petahana. Suara-suara yang menghendaki calon dari kader sendiri itu harus ditenangkan lebih dahulu sebelum partai mengambil keputusan akhir.

Alasan ketua umum PDIP mendukung petahana bisa saja personal atau yang lebih masuk akal adalah alasan rasional bahwa berdasarkan survei-survei sejauh ini, calon petahana unggul jauh dibanding nama-nama lain yang dipasarkan. Bila ini yang menjadi pilihan PDIP, pasangan Ahok Djarot akan maju kembali dengan dukungan kuat hampir 50% dari jumlah kursi DPRD.

Kedua, lambatnya keputusan PDIP bisa jadi karena sedang terus bernegosiasi dan membujuk calon dari dalam yang sangat populer yakni walikota Surabaya, meski sejauh ini beliau menyatakan tidak berminat. Bila walikota Tri Rismaharini akhirnya "menyerah" dan bersedia dicalonkan, maka bukan tidak mungkin, dengan pengecualiab Demokrat,  fraksi-fraksi lain di DPRD belum punya calon dan sejauh ini cenderung tidak berminat mendukung petahana, akan bergabung dengan PDIP.

Tampaknya parpol-parpol lain yang belum memutuskan masih menunggu keputusan PDIP. Bila Demokrat dan PPP tidak mengajukan calon sendiri, lebih besar kemungkinan Demokrat tidak akan mendukung calon PDIP, siapapun dia. Kita semua tahu perseteruan personal antara bos Demokrat dan bos PDIP sampai saat ini belum selesai. Bila PDIP mengusung petahana, Demokrat kemungkinan akan bergabung dengan Gerindra cs. Bila PDIP mengajukan calon sendiri maka Demokrat bisa saja bergabung dengan salah satu calon kelompok Gerindra atau kelompk Golkar. PPP, PKB, dan PAN lebih besar kemungkinannya akan bergabung dengan PDIP bila Risma yang diusung.

Arti Dukungan Parpol

Ada pertimbangan lain yang harus diakui masih sangat spekulatif, mengapa PDIP akhirnya akan menjatuhkan pilihannya kepada pasangan Ahok Djarot. Seperti kita ketahui bukan rahasia lagi, hubungan RI 1 dengan Ahok sangat mesra. Rasanya belum pernah ada seorang gubernur DKI yang begitu sering keluar masuk istana presiden untuk "konsultasi". 

Karenanya ada spekulasi bahwa pada pilpres 2019 bukan tidak mungkin Jokowi akan mengandeng Ahok sebagai cawapres. Jusuf Kalla sendiri sudah pernah mengatakan hanya akan menjabat wapres satu periode. Dengan perhitungan itu maka jika pasangan Ahok Djarot terpilih, posisi gubernur DKI akan dijabat Ahok hanya selama dua setengah tahun dan kader PDIP yang menjadi wagub akan menduduki posisi gubernur DKI.

Namun, ada pertanyaan yang tidak mudah dijawab yakni seberapa jauh sumbangan partai pendukung pada perolehan suara kandidat kepala daerah? Apakah perolehan suara calon akan lebih banyak bila didukung lebih banyak parpol? Pengalaman terakhir di Jakarta menunjukkan justru sang kandidat merupakan faktor penunjang perolehan kursi parpol di DPRD. Kursi PDIP di DPRD DKI melonjak drastis dua setengah kali lebih dari 11 menjadi 28 ketika PDIP mengusung Jokowi sebagai calon gubernur. Dengan makin mudahnya akses terhadap informasi dan makin rasionalnya pemilih Indonesia, figur calon lebih menentukan daripada partai pengusungnya. Parpol lebih membutuhkan calon yang elektibilitasnya tinggi dan bukan sebaliknya.

Betapapun, daya tawar parpol masih tetap tinggi karena seperti telah kita saksikan, banyak halangan dibuat oleh parpol agar calon sulit maju secara independen. Inilah yang menjadi penyebab adanya praktik mahar yang diminta oleh parpol dari calon yang diusung. Bila bukan mahar, parpol pengusung paling tidak akan memaksa agar kadernya diterima sebagai pasangan pendamping.

Dukungan parpol juga bisa sangat bermakna terutama parpol yang "kaya", bagi pendanaan kampanye. Diluar itu, dukungan parpol juga akan memudahkan mobilisasi masa kampanye terutama oleh parpol yang punya pendukung fanatik.

Walapun kita sering mendengar bantahan dari fungsionaris parpol, sesungguhnya tidak benar dan tidak ada parpol yang memberi dukungan gratis dan tidak mengharap balas jasa apa-apa dari calon yang didukungnya bila terpilih. Balas jasa itu bisa dalam bentuk ikut menentukan program dan kebijakan calon terpilih sekaligus proyek-proyek yang diarahkan kepada bisnis fungsionaris partai, atau penempatan kader-kader partai di posisi-posisi echelon dibawah calon.

Itulah kenyataan pahit praktik demokrasi kita sejauh ini yang perlu diperhatikan oleh warga masyarakat dalam pemilu. Idealnya kita arahkan suara kita kepada figur calon yang terbaik yang juga didukung oleh parpol yang relatif bersih dari catatan perjalanannya selama ini.

Kita tunggu sebelum akhir minggu ini pengumuman siapa saja yang akhirnya akan maju dalam perebutan posisi orang nomor satu di DKI Februari tahun depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun