Mohon tunggu...
M. Abrori Riki Wahyudi
M. Abrori Riki Wahyudi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jika menulis adalah nafas, maka membaca adalah udaranya

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anak Petani yang Memiliki Mimmpi

31 Mei 2022   05:57 Diperbarui: 31 Mei 2022   05:59 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wahyu dibesarkan dari keluaga yang sangat sederhana, ayah dan ibunya berprofesi sebagai petani, dia adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Setiap harinya keluaga mereka makan dengan lauk-pauh seadanya, kadang mereka makan dengan nasi bendera (nasi jagung), nasi Sabreng (ketela) dicampur dengan kuah kelor. Meskipun mereka makan dengan seadanya keluarga yang sangat sederhana itu tidak pernah mengeluh. Mereka selalu bersyukur karena diberikan kesehatan dan bisa menikmati nikmat yang diberikan Tuhan Yang Maha Pemberi Rezeki.

Muhder selaku kepala keluarga sering minta maaf kepada istrinya, Musdalifah. Karena tidak bisa memberi nafkah yang mapan terhadap keluarganya. Musdalifah tidak pernah menggerutu meskipun keadaan keluarganya seperti itu

Dari keempat bersaudara, Wahyu satu-satunya yang laki-laki. Ke tiga saudarinya sudah berkeluarga semua. Bisa dikatakan wahyu lah yang menjadi harapan keluarga Muhdar, karena cuma Wahyu yang tinggal bersama ibu dan ayahnya, ke tiga saudarinya ikut suaminya.

Saat itu wahyu duduk dikelas XII MA, yang sebentar lagi akan lulus. Wahyu merupkan sosok yang rajin dan cerdas. Jadi tidak heran ketika ada olimpiade wahyu yang di delegasikan sekolahnya untuk berlomba dengan sekolahan lain bahkan sudah biasa menang di tingkat Kecamatan hingga Kabupaten bahkan pernah ke tingkat provinsi.

Diantara teman sekelasnya, Wahyu sendiri yang tidak memiliki motor. Wahyu berangkat sekolah pukul 05:30. Dia berangkat sangat pagi sekali karena sekolahnya lumayan juah dari rumahnya. Wahyu tidak pernah meminta untuk dibelikan motor pada ayahnya karena Wahyu sadar akan perekonomian keluarganya yang begitu tidak memadai.

Wahyu sering setiap harinya berpuasa, wahyu merupakan anak yang paling dikatan alim diantara teman-temannya. Pada suatu ketika, Dayat, teman yang sebangku dengan wahyu bertanya kepada wahyu.

"Yu, kenapa kamu selalu berpusa? padahal setiap harinya kamu jalan kaki ketika kesekolah. Apa tidak lapar...?".

"hahhhh, pertanyaan tidak penting Yat" balas wahyu.

"ayolah jawab!, siapa tahu dengan jawabanmu aku bisa rajin puasa juga" balas dayat dengan nada memaksa.

"Baiklah....."

"aku sering berpuasa setiap hari karena yang pertama, aku berpuasa karena aku beranggapan itu sebagai ritualku dalam mencari ilmu, yang kedua itu kujadikan sebagai tirakatku, yang ketiga agar aku tidak jajan, kan kamu tahu sendiri aku tidak ada uang saku ketika sekolah".

"kan kamu sering juara ketika olimpiade, itu kan mendapatkan uang. Kan bisa buat saku sekolah".

"Iya, tapi itu aku tabung Yat, siapa tahu nanti Allah mentakdirkan aku kuliah, doakan saja yat. Meskipun itu agak sulit"

"amin Yu, tidak ada yang tidak mungkin Yu kalo Allah sudah berkehendak, apalagi kamu siswa yang berprestasi, kamu mempunyai peluang besar untuk mendapatkan beasiswa"

"ya semoga saja Yat".

"intinya tetap semangat dan kokohkan niat Yu".

"Terimkasih, itu pasti Yat".

-oOo-

 

Waktu barjalan bagaikan roda tanpa henti, detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, hari berganti minggu, minggu berganti bulan, hingga bulan berganti tahun. Tanpa terasa Wahyu sudah tinggal 26 hari akan lulus dari sekolahnya. 

Dalam wakyu yang begitu pendek itu, Wahyu mulai memikirkan kampus yang ia dambakan. Wahyu sudah mempunyai cita-cita saat kelas X perihal kampus yang ia harpapkan nanti, diantaranya adalah, UGM, UI, UAD, UINSUKA, UNY, UNJ dan banyak lainnya yang ia catat dilembaran hariannya.

Wahyu memamang mempunyai buku khusus untuk menuliskan cita-citanya setiap harinya atau paling tidak tiap miggunya. Setiap keinginan wahyu dimasa mendatang ia tulis dibuku tersebut, karena menurut wahyu keinginan yang tidak ditulis akan hilang dan sulit untu diingat dan catatan itu biasanya wahyu baca setiap hari, tujuannya agar dia tetap semangat. Tidak hanya itu, Wahyu juga mencantumkan hari, tanggal, tahun, dan jam kapan ia menulis keinginan tersebut.

 

-oOo-

Waktu itu wahyu pulang dari sekolahnya tepat pada pukul 11:36, dimana pada saat itu matahari sangat terik sekali, Wahyu sudah biasa pulang sendirian karena tidak ada rumah teman-temannya yang sejalur dengan jalan yang menuju rumahnya dan hanya ditemani sinar matahari. Saat musim penghujan wahyu juga sering kehujanan hingga akhirnya dia rela  berteduh dibawa  daun pisang.

Wahyu belum sama sekali mengungkapkan keinginan untuk melanjutkan ke Universitas kepda kedua orang tuanya, dia untuk hari tidak seperti biasanya, yang biasanya pulang sekolah dengan berjalan dengan santai tapi untuk kali ini dia sambil berlari-lari kecil karena dia akan menyampaikan keiginannya kepada kedua orang tuanya.

Mengapa wahyu tidak mengungkapkan keinginnanya sejak baru naik MA, karena wahyu takut itu akan menjadi beban pikiran orang tuanya. Menurut wahyu bagaimana mungkin orang tuanya memikirkan untuk kuliah, sementara untuk makanan sehari-harinya layaknya burung, yang mau dimakan hari ini harus cari hari ini juga.

Sesampainya dihalaman rumah, wahyu memanggil salam dan itu sudah menjadi kebiasaannya saat mau berangkat sekolah ataupun datang dari sekolah.

"Assalamualaikum", dengan suara lantangnya

"Waalaikumsalam, udah pulang Yu, jawab ibunya dengan suara yang agak parau".

"iya Bu" .

"ibu kenapa..?".

"Ibu gak papa".

"Cuma sedikit pusing nak".

"beneran Bu".

"Iya ".

"Ibu udah makan?" Wahyu bertanya.

"ibu puasa nak".

"ooo kalo sekiranya menggu kesehatan ibu, buka puasa aja bu".

"enggak ibu sehat".

"ganti baju dulu nak, ibu minta tolong ambilin air disumur untuk Wudhu, ibu belum solat Dzuhur, timbanya ditempat yang biasa"

"Baik bu".

Keinginan untuk mengungkapkan isi hati wahyu pada kedua orang tuanya tertunda

-oOo-

Dari sekian banyak warga di Dusun Berkongan, hanya keluarga Mohdar yang tidak mempunyai Tempat mandi yang pada umumnya di dusun itu, melainkan harus menimba dari sumur, itupun bukan miliknya sendiri, milik tetangganya.

Setelah wahyu menimba air dari sumur, wahyu menyusul bapaknya yang masih diladang. Namun, tidak sampai keladang, Muhdar sudah kelihatan memikul cangkul dan botol air yang sudah kosong.

"bapak" panggil wahyu

"kamu Yu"

"engki..., kirain belum pulng pak"

"Gimana Ibunya?"

"Udah mendingan Pak"

"Alhamdulillah"

"Tadi ibumu hampir pingsan".

"apa penyebabnya pak? Tanya bayu dengan raut wajah penasaran.

"Ibumu berpuasa, aku sudah menyuruhnya untuk pulang terlebih dahulu, namun ibumu gak mau, jadinya ketika matahari sangat terik, ibumu gak kuat, untung saja gak sampek pingsan, tapi hampir".

"siapa yang antar ibu ke rumah"

"dia jalan sendiari, aku mau mengantarkannya, namun ibumu gak mau, dia bilang "aku masih kuat kok", aku lanjut mencangkul".

"ooo.......".

Setibanya dirumah sebagai anak yang berbakti Wahyu langsung menimba air lagi untuk persiapan bapaknya mandi, dia menimba sebanyak empat kali dan disalin ke baskom ditempat yang sudah biasa.

Setelah Muhdar selesai mandi dan solat, muhdar duduk disebelah Musdalifah dengan kursi bambu yang masih dipakai pertama kali, setelah membuatnya tadi malam.

Wahyu melihat ibu dan ayahnya duduk manja sambil menyaksikan ilalang disamping rumahnya yang setenang lautan, Wahyu tersenyum dan berterimakasih pada Tuhan karena masih bisa memlihat oaring tuaya sehat dan tentram. Pada saat itu juga Wahyu berdoa dalam hatinya.

 "Ya Allah semoga aku bisa membahagiakan beliau, lindingilah beliau, ku mohon ya Allah jangan cabut nyawa orang tuaku dan kabulkan hajatku untuk memberangkatkan beliau ketanah suci. Amin... Amin.... Yarobbal Alamin......".

Tanpa Terasa air mata Wahyu menyalami pipinya, seolah-olah juga ikut mengamini doanya.

-oOo-

Tanpa terasa, mentari hampir kembali keperaduannya. Wahyu mencoba mendekati ayah dan ibunya yang masih duduk ditempat tadi sambil bercakap-cakap mengenai ladangnya.

"Ayah, Ibu," ucap Wahyu sambil berdiri disisi ibunya.

"sini duduk", Muhdar menyodorkan kursi yang tidak dipakai.

Kebetulan mereka mempunyai tiga kursi untuk duduk santai.

"ada apa nak, tumben kamu tidak kemasjid" ucap ibunya.

"Iya bu, ada yang wahyu ingin bicarakan pada ayah dan ibu".

"Apa nak...? balas Muhdar dengan wajah yang penasaran.

"gini pak, bu, wahyu tinggal 26 hari akan tamat MA, dan saya berkeinginan untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi, ke Universitas, apakah ayah dan ibu mengizinkan aku untuk melanjutkan pendidikanku..?".

"gini nak" Musdalfah menanggapinya,

"Kalau ibu sendiri ingin sekali dan sangat mendukung kamu untuk melanjutkan pendidikanmu ke yang lebih tinggi. Namun, kamu kan tahu sendiri bapak dan ibumu tidak mempunyai penghasilan yang banyak, harga cabe,bawang dan pisang semakin murah. Sementara harga-harga kebutuhan lainnya makin meningkat nak. Ibu sangat menginginkan kamu menjadi orang yang suskses nak, tidak seperti bapak dan ibumu ini"

"Wahyu" bukannya bapak dan ibumu tidak mau kamu seperti teman-temanmu, yang lanjut kuliah, namun banar kata ibu mu tadi, kita hanya punya keinginan, tapi keaadaan seperti ini. Aku dan ibumu hanya mempu  berdoa atas keinginanmu".

"bu, pak. Intinya wahyu mendapatkan Ridha dari ayah dan ibu, Wahyu yang akan berjuang sendiri mengenai biaya kuliah ".

Mendengar hal itu musdalifah menangis, karena dia tidak bisa menyamakan Wahyu seperti teman-teman yang lain. Namun disisi lain dia sangat bahagia karena mempunyai anak yang bercita-cita tinggi meskipun ada dalam serba keterbatasan.

Wagyu waktu itu sangat bahagia karena mendapatkan Rindha kedua orang tuanya, wahyu ingat pada hadis yang diriwayatkan oleh (H.R Tirmidzi) "Ridha Allah ada pada ridha kedua orang tua dan kemurkaan Allah ada pada kemurkaan orang tua" wahyu percaya bahwa kalau oarag tua sudah ridha maka semuanya akan mudah.

Keesokan harinya setelah sampai disekolah, Wahyu langsung mendatangi kepala sekolah dan bertanya mengenai infoormasi-informasi kampus yang menyediakan beasiswa penuh sampai lulus. Dan kabar baiknya kepala sekolah menyebutkan salah satu kampus yang ia dambakan yaitu UGM. Setelah Wahyu mengetahui nahwa UGM sudah membuka PMB, wahyu langsung mendaftar dengan uang yang ia tabung dari hasil olimpiadenya.

Setelah mendaftar lewat jalur SBMPTN dan mengetahui tanggal berapa akan tes, wahyu semakin giat belajar tentang soal-soal yang kemungkina besar masuk dalam kontek itu. Dan tak lupa setiap waktunya Wahyu meminta kepada kedua orang tuanya untuk mendoakan agar lulus saat tesan nanti. Dan ternayata benar kata pepatah "Usaha tidak akan menghianati hasil" Wahyu lulus lewat jalur SBMPTN dengan jurus lewat jalur SBMPTN dengan jurusan yang di pilih Hukum Tata Negara.

-oOo-

Setelah berangkat merantau dan meninggalkan kampung halamannya untuk kuliah di UGM, Wahyu menjadi lebih semangat meskipun kebiasaan yang dulu harus terulang kembali yaitu berpuasa. Wahyu tetap semanagat hingga wahyu menyelesaikan S1 nya dengan cepat dan hal itu menggemparkan kampungnya. Anak dari seorang petani bisa lulus UGM dengan Cum Laude. Dari hal itu banyak anak desa yang semangat meski bukan dari golongan bangsawan. Sebab Pendidikan bukan hanya untuk mereka yang bermodal melainkan untuk mereka yang mempunyai kemauan dan berani berjuang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun