Mengutip Alquran Surah Ar Raad ayat 11 yang artinya: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah sesuatu bangsa, sebelum mereka sendiri merubah keadaannya."
Nasib buruk yang menimpa sesuatu bangsa, karena kesalahan dan kelalaiannya sendiri, maka Tuhan tidak akan merubah keburukan itu dengan kebaikan, sebelum bangsa itu merubah sebab-sebab yang menjadikan mereka bernasib buruk. Sebaliknya nasib baik berupa kesejahteraan dan kemakmuran yang telah dinikmati suatu bangsa, tidak akan lenyap dari bangsa itu selama mereka tidak bertindak aniaya dan permusuhan yang merusak tata pergaulan umum yang menyebabkan mereka telah menikmati kesejahteraan dan kemakmuran.
Sebuah ayat yang membuka wawasan untuk merenung tentang merubah keadaan yang kondisional bangsa kita (Indonesia) sekarang ini, dan bagaimana nasib generasi yang akan datang.
Masalah yang kondisional, berarti belum seorangpun yang mengetahui bagaimana keluar dari lingkaran permasalahan. Dari sekian penduduk Indonesia, termasuk delapan orang hakim MK yang memutus sengketa Pilpres tahun 2024 pada 22 April 2024, dimana mereka sendiri berbeda pendapat (tiga hakim MK dissenting opinion).
Inilah yang memunculkan awareness atau kesadaran membuka kembali lembaran sejarah terbentuknya MK yang diilhami dari 'Panitia Sembilan' yang diserahi penyusunan draf terakhir UUD, hanya ada tiga ahli hukum. Yang mengetuaipun bukan Mr. Yamin, Mr. Maramis, Mr. Ahmad Soebardjo, atau Prof. Dr. Mr. Soepomo. Kita perlu membaca dan memahami dengan sungguh-sungguh makna susunan keanggotaan tersebut.
Setelah kesadaran kita tentang sejarah terbentuknya MK, maka pengenalan akan kehidupan bangsa Indonesia yang begitu besar tentulah perlu dihadapi oleh sebuah panel yang sepadan pula. Ia bukan hanya urusan para ahli hukum, melainkan juga para sosiolog, antropolog, ilmuan politik, ekonomi, sejarawan, budayawan, rohaniwan, dan lain-lain.
Dari pengenalan kehidupan berbangsa, dan bernegara, maka kesadaran berikutnya adalah mengevaluasi tentang causa atau penyebab terjadinya masalah yang sifatnya kondisional, dan tidak mungkin dapat diselesaikan oleh satu komponen bangsa saja - untuk bangsa sebesar Indonesia ini.
Oleh karena itu, keputusan MK pada 22 April 2024 lalu bukanlah akhir dari sebuah proses perubahan, tetapi merupakan awal dari perjuangan untuk bersama-sama menyelesaikan segala bentuk permasalahan yang harus dilandaskan kepada Pancasila dan UUD 1945 yang telah diamandemen. Pancasila sila pertama dan sila terakhir, didalam aplikasinya, sebaiknya dimulai dari sila kelima yang menyentuh kehidupan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, khusunya dalam penegakkan hukum dengan mendahulukan KEWAJIBAN daripada HAK di setiap komponen bangsa.
Adapun kesadaran yang mendahulukan KEWAJIBAN daripada HAK adalah awareness of wisdom (kesaran untuk menjadi bijaksana). Orang yang bijak itu adalah orang yang mampu menyampaikan kebenaran tanpa menyakiti orang lain. Orang yang bijak adalah yang menyampaikan kebenaran tanpa menyakiti hati siapapun. Contohnya adalah menjadi pemimpin dengan tidak menyakiti rakyatnya, seperti anak terhadap kedua orangtuanya.
Alquran menjelaskan dalam suarh Al Ahqaf, yang artinya: "Kami telah memerintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu-bapaknya. Ibunya mengandung dan melahirkannya dengan susah payah, masa mengandung sampai dengan menyapih, lamanya tiga puluh bulan. Sehingga manakala ia telah sampai dewasa, dan usianya telah mencapai empat puluh tahun, dia berdoa, ya Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku bagaimana mensyukuri nikmatMu yang telah Engkau karuniakan kepadaku dan kepada ibu-bapakku. Jadikanlah amal perbuatanku sesuai dengan kerelaanMu, serta karuniakanlah kebaikan berkesinambungan sampai kepada anak cucuku; sesungguhnya aku bertobat kepadaMu dan berserah diri."