Latar Belakang
Smartphone telah menggantikan cukup banyak aplikasi yang digunakan di laptop, komputer dan kamera. Penggunaan smartphone telah menjadi dominan karena kemudahan dalam mengakses internet. Pada tahun 2020, diperkirakan akan ada 2,6 miliar smartphone yang terhubung di dunia (Thad Peterson, Ron van Wezel, 2016). Beberapa tahun yang lalu, sistem e-money baru diciptakan sebagai aplikasi pada smartphone. Inovasi dan pengenalan e-money ini merupakan peluang baru besar di bidang bisnis dalam hal meningkatkan kinerja dan pada gilirannya akan terus menerus memungkinkan pertumbuhan dan keberlanjutan. Kemajuan fitur ponsel ini telah memungkinkan aplikasi yang dapat mendukung transaksi bisnis yang efisien karena memudahkan pelanggan untuk mentransfer pembayaran mereka melalui telepon. Adapun saat ini, e-money sudah menjadi pilihan dan mulai menggantikan sistem pembayaran tunai tradisional secara perlahan. Baru-baru ini, banyak orang mulai menerima pembayaran digital semacam ini karena kesederhanaan dan fitur amannya (Thad Peterson, Ron van Wezel, 2016).
Telah banyak negara yang mempergunakan e-money sebagai alat pembayaran yang menggantikan uang begitu juga dengan Indonesia. Transaksi uang elektronik terus tumbuh, bahkan sangat siginifikan. Data terbaru Bank Indonesia (BI) menunjukkan, nilai transaksi uang digital selama Juli 2019 lalu total mencapai Rp 12,93 triliun. Angka ini melonjak 262,67% dibanding bulan yang sama di 2018 yang hanya Rp 3,58 triliun. Transaksi uang elektronik pada Juli lalu sekaligus merupakan nilai bulanan tertinggi sepanjang masa, dengan volume transaksi 476.037.115 kali. Nilai transaksi uang elektronik tertinggi sebelumnya terjadi pada Mei 2019 sebesar Rp 12,81 triliun. Volume transaksinya mencapai 422.602.216 kali (Kurniawan, 2019).
Berdasarkan data DailySocial.id, 2018 diperoleh bahwa Go-Pay merupakan e-money yang terpopuler serta paling banyak dimiliki publik. Sebanyak 50 persen responden yang di survei mempunyai uang elektronik yang keluaran perusahaan penyedia jasa layanan transportasi online Go-Jek. Sementara e-money (Bank Mandiri) berada di urutan kedua dan t-cash (Telkomsel) ketiga.
GoPay adalah dompet digital yang bisa digunakan untuk membayar semua layanan Gojek dan transaksi di tempat-tempat yang menjadi partner. Transaksi yang dilakukan menggunakan GoPay memiliki manfaatnya tersendiri, seperti tidak perlu repot membawa uang tunai serta bisa mendapat promo dan harga yang lebih murah.
Untuk mengisi GoPay ternyata mudah saja dan ada banyak cara yang bisa dilakukan melalui driver, minimarket, Bank BCA dan Bank Mandiri. Apabila kita mengisi melalui driver Gojek tidak dikenakan biaya admin. Namun jika kita mengisi via minimarket atau bank dikenakan biaya admin. Hal tersebut dikhawatirkan tidak diperbolehkan dalam ajaran Islam. Selain itu ada potongan jika kita membeli menggunakan GoPay yang bervariasi dan terkadang ada cashback mulai 20% sampai 50% berarti ada perbedaan harga apabila membayar dengan uang tunai.
Uang elektronik pada dasarnya sama seperti uang biasa karena memiliki fungsi sebagai alat pembayaran atas transaksi jual beli barang. Dalam perspektif syariah hukum uang elektronik adalah halal. Kehalalan ini berlandaskan kaidah; setiap transaksi dalam muamalah pada dasarnya diperbolehkan kecuali jika ada dalil yang mengharamkannya, maka saat itu hukumnya berubah menjadi haram. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membahas tentang Analisis penggunaan Go-pay sebagai Alat Pembayaran dalam Perspektif Hukum Islam.
PEMBAHASANÂ
Penggunaan Uang Elektronik dalam Islam
Pada zaman Rasulullah SAW tidak ada yang namanya uang kertas  ataupun uang elektronik dan tidak ada dasar hukum yang mengaturnya baik  dalam Al-Qur'an maupun dalam hadist. Dinar emas dan dirham perak serta  uang bantu fulus (uang tembaga) merupakan mata uang yang berlaku pada  zaman Rasulullah SAW. Dasar mata uang tersebut terus digunakan hingga muncul uang kertas (paper money). Dalam surat An-Nisa' ayat 29  dijelaskan:
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan  harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan  perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.  Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah  adalah Maha Penyayang kepadamu".
Tidak ada nash dari Al-Quran dan hadis yang mewajibkan untuk  menjadikan emas dan perak sebagai uang yang diakui oleh syariat. Dan tidak  ada nash dari Al-Quran dan hadis yang menafsirkan uang selain uang dan  perak yang menjadi istilah pasar. Yang dapat disimpulkan bahwasannya Allah  SWT berfiman :
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar  dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar  memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang  menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan  mendapat) siksa yang pedih".
Islam tidak melarang bentuk teknologi selagi tidak bertentangan dengan ajarannya. Al-Quran malah memberitakan bahwa manusia adalah khalifah di atas muka bumi dan Allah menempatkan posisi alam ini untuk digunakan oleh manusia dengan usaha-usahanya yang baik. Firman Allah SWT:
Artinya : "Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu". (Al-Baqarah 2: 29).
Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman:
Artinya : "Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai". (Ibrahim 14: 32)
Manfaat Uang Elektronik dalam Islam
Menurut Al-Syatibi (dalam Bakri, 1996) sebagai yang dikutip dari ungkapanya "sesungguhnya syariat itu bertujuan mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat". Dan dalam ungkapan yang lain, dikatakan oleh Al-Syatibi yangng artinya "Hukum-hukum disyariatkan untuk ke maslahatan hamba. Apabila ditelaah pernyataan Al-Syatibi tersebut, dapat dikatakan bahwa kandungan Maqsid Syar'ah atau tujuan hukum adalah untuk kemaslahatan ummat manusia. Tidak ada satupun hukum Allah dalam pandangan AlSyatibi yang tidak mempunyai tujuan. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa kemaslahatan merupakan tujuan atau hasil yang diraih oleh Maqasid Syar'ah.
Akad pada Uang Elektronik
Terdapat beberapa akad yang berhubungan dengan mekanisme uang elektronik. Diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. Akad Jual Beli (al-ba'y)
Dalil diperbolehkannya jual beli dalam firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 275:
Artinya: "Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW, pernah ditanya tentang usaha apa yang paling baik; nabi berkata: "Usaha seseorang dengan  tangannya dan jual beli yang mabrur".
Akad jual beli adalah akad tukar-menukar harta dengan harta lain melalui tata cara yang telah ditentukan oleh syariat. Dalam Fatwa DSN MUI NO: 82/DSN MUI/VIII/2011, Akad jual beli juga didefinisikan sebagai pertukaran harta dengan harta yang menjadi sebab berpindahnya kepemilikan obyek jual beli.
Akad jual beli menurut Syarifudin (2003) dalam kegiatan uang elektronik terjadi ketika nilai uang elektronik (wahdat al-illiktruniyat) yang tersimpan dalam media penyimpanan, baik berupa server atau chip yang dimiliki oleh penerbit dijual kepada calon pemegang dengan sejumlah uang senilai uang yang tersimpan dalam media uang elektronik. Hikmah diperbolehkannya jual beli adalah menghindarkan manusia dari kesulitan dalam bermu'amalah.
2. Akad Wadiah
Dalil diperbolehkannya wadiah terdapat dalam firman Allah SWT:
Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Qs. An-Nisa 4:58). Allah Swt berfirman dalam surat AL-Baqarah ayat 283:
Artinya: "Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Qs. Al Baqarah 2:283)
Akad wadiah menurut Anam (2018) adalah akad yang berupa penitipan barang/harta kepada orang lain yang dapat dipercaya untuk memelihara dan menjaganya. Wadiah dalam uang elektronik terjadi ketika calon pemegang uang elektronik menyerahkan sejumlah uang kepada Penerbit dengan maksud menitipkan dan selanjutnya sejumlah uang tersebut dikonversikan menjadi sebuah nilai uang elektronik senilai uang yang diserahkan. Selanjutnya Penerbit wajib memelihara dan menjaga sejumlah uang tersebut dan menyerahkannya kepada pemegang saat diminta atau diambil atau untuk pembayaran kepada pedagang (Merchant). Apabila menggunakan akad wadiah, maka menurut Anam (2018) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Bersifat  titipan
b. Titipan bisa diambil/ditarik/digunakan kapan saja
c. Penerbit dapat menginvestasikan uang titipan dengan terlebih dahulu meminta izin kepada Pemegang
d. Dalam hal uang titipan digunakan penerbit dan mengalami resiko kerugian, maka penerbit bertanggungjawab secara penuh
e. Otoritas dapat menjamin atau tidak menjamin dana pemegang uang elektronik yang dititipkan di Penerbit
3. Akad Sharf
Dalam Al-quran tidak ada penjelasan mengenai jual beli sharf itu sendiri, melainkan hanya menjelaskan dasar hukum jual beli pada umumnya yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 275, yaitu:
Artinya: "Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya"
Secara bahasa sharf menurut Sjahdiyni (1999) berarti tambahan, penukaran, penghindaran atau transaksi jual beli. Secara istilah, sharf adalah bentuk jual beli naqdain baik sejenis maupun tidak yaitu jual beli emas dengan emas, perak dengan perak, atau emas dengan perak dan baik telah berbentuk perhiasan maupun mata uang. Jadi sharf dalam istilah fiqh muamalah kontemporer adalah transaksi jual beli mata uang baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis.
Akad sharf dapat dianalogikan (Qiyas) dengan uang elektronik karena terdapat beberapa kesamaan karakteristiknya. Para Fuqaha mengatakan bahwa kebolehan melakukan praktek sharf didasarkan pada sejumlah hadis nabi yang antara lain pendapat :
a. Dari Ubadah bin Shamit r.a Nabi SAW. Berkata, "Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, hendaklah sama banyaknya, tunai dan timbang terima. Apabila berlainan jenisnya boleh kamu jual kehendakmu asal tunai."
b. Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW. Bersabda, "(boleh menjual) emas dengan emas setimbang, sebanding,dan perak dengan perak setimbang sebanding" (H.R Ahmad, Muslim dan Nasa'i)
c. Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, "(Boleh menjual) tamar dengan tamar, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, garam dengan garam, sama sebanding, tunai dengan tunai. Barang siapa menambah atau minta tambah maka telah berbuat riba, kecuali yang berlainan warnanya" (H.R Muslim)
4. Akad Ijarah Jumhur ulama' berpendapat bahwa ijarah disyariatkan berdasarkan Al-Qur'an, As-Sunnah, dan Ijma' Firman Allah dalam surat At-Thalaq:
 Â
Artinya: "jika mereka menyusui (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah mereka upahnya".
(QS. At-Thalaq : 6)
Firman Allah dalam surat Al Qashash
Artinya: "salah seorang dari kedua wanita itu berkata, "Ya ayahku, ambilah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita),karena sesungguhnya orang yang paling baik kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dipercaya". Berkatalah dia"(Syu'aib),"sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun. Dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun, maka itu adalah (suatu kebaikan) dari diri kamu." (QS. Al-Qashash: 26-27).
Apabila menggunakan akad ijarah menurut Anam (2018) harus memenuhi tentuan dalam fatwa sebagai berikut:
a. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
b. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
c. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).
d. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
e. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
f. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.
5. Akad Wakalah
Al-Wakalah terkonsep dalam syariah berlandaskan beberapa macam dalil, antara lain Q.S. Al-Kahfi (18) ayat ke 19:
Artinya: "Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada
(disini?)". Mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun". (Q.S. Al-Kahfi (18): 19). Banyak hadis menjadi landasan keabsahan al-wakalah, di antaranya:
Dari Jabir ra berkata, aku keluar hendak pergi ke Khaibar, lalu aku datang kepada Rasulullah saw., aku katakan kepada Beliau, "Sungguh aku ingin keluar ke Khaibar". Lalu Beliau bersabda, "Bila engkau datang pada wakilku di Khaibar, maka ambillah darinya 15 wasaq." (HR. Abu Daud). Secara bahasa wakaalah menurut Al-Muhtaaj (2011) adalah melindungi. Menurut ulama Mazhab Syafi'I mengatakan bahwa wakaalah adalah penyerahan kewenangan terhadap sesuatu yang boleh dilakukan sendiri dan bisa diwakilkan kepada orang lain, untuk dilakukan oleh wakil tersebut selama pemilik kewenangan asli masih hidup. Apabila menggunakan akad ini maka harus memenuhi ketentuan berikut:
a. Ijab Qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad) perwakilan ini
b. Bersifat  mengikat  dan tidak dapat dibatalkan sepihak
c. Orang yang mewakilkan (muwakkil) adalah pemilik sah dari sesuatu yang diwakilkan
d. Muwakkil harus orang mukallaf atau anak mumayyiz
e. Orang yang mewakili (wakil) harus cakap hukum, dapat mengerjakan tugasnya, dan amanah dalam bertugas
f. Hal-hal yang diwakilkan harus diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili, tidak bertentangan dengan syariah Islam, dan dapat diwakilkan menurut syariah Islam
6. Akad Qardh Dasar disyari'atkannya qardh (hutang piutang) adalah al-qur'an, hadits, dan ijma':
  Dasar dari al-Qur'an adalah firman allah swt:
 Â
Artinya: "Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada allah pinjaman yang baik (menafkahkan harta di jalan allah), maka allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak." (Al-Baqarah : 245).
Kaum muslimin sepakat bahwa qarad dibolehkan dalam islam. Hukum qarad adalah dianjurkan (mandhub) bagi muqrid dan mubah bagi muqtarid, berdasarkan hadits diatas. Akad Qardh yakni suatu akad pinjaman kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati oleh LKS dan nasabah. Akad Qardh dapat digunakan dalam hubungan hukum antara penerbit dengan memegang uang elektonik. Apabila menggunakan akad Qard, maka harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a.  Bersifat  hutang-piutang
b. Penerbit dapat menggunakan (menginvestasikan) uang hutang dari Pemegang Uang Elektronik
c. Penerbit dapat mengembalikan jumlah pokok piutang Pemegang Uang Elektronik kapan saja sesuai kesepakatan
d. Ototitas boleh membatasi penerbit dalam penggunakaan dana hutang dalam pertimbangan maslahah.
Â
KESIMPULAN & SARAN
Sistem jual beli pada zaman Rasulullah adalah menggunakan dinar emas, dinar perak, dan uang tembaga. Tetapi, tidak ada dasar hukum baik dari  Al-Quran maupun hadis yang menjelaskan bahwa yang diperbolehkan untuk transaksi jual beli hanya menggunakan dinar emas, dinar perak dan  uang tembaga saja dan tidak ada yang mengharamkan bahwa selain dinar  emas, dinar perak dan tembaga saja yang bisa digunakan sebagai alat  untuk transaksi jual beli.
DAFTAR PUSTAKA
Anam, Choiril. 2011. E-Money (Uang Elektronik) Dalam Perspektif Hukum Syari'ah. Jurnal Qawanin, 2, (1) pp. 95-110
Az-Zuhaili, Wahbah. 2011. Fiqih Islam Wa Adillatuhu, penerjemah Abdul hayyie Al-Kaffaani dkk, Jilid 5 Cet. X. Jakarta: Gema Insani.
Bakri, A. J. 1996. Konsep maqasid syar'ah menurut Al-Syatibi. Jakarta: Raja GrafindoPersada.
DailySocial.id. 2018. Uang Elektronik Terpopuler di Indonesia 2017. Dari website: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/02/13/go-pay-uang-elektronik-terpopuler-di-indonesia#
Kurniawan, SS. 2019. Nilai transaksi uang elektronik pada Juli 2019 cetak rekor tertinggi. Dari website: https://keuangan.kontan.co.id/news/nilai-transaksi-uang-elektronik-pada-juli-2019-cetak-rekor-tertinggi
Remy Sjahdiyni, Sutan. 1999. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana.
Thad Peterson, Ron van Wezel. 2016. The Evolution of Digital and Mobile Wallets. Delhi Headquarters: MAHINDRA COMVIVA .
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI