Oke. Taruhlah bahwa banyak dari mereka yang belajar setengah-setengah itu murni karena malas, lalu dengan ilmunya yang cetek itu lantas kemaruk dan berkoar-koar ini-itu. Misalnya seperti sahabat kawan saya tadi, yang baru belajar filsafat sedikit saja sudah penuh semangat mempertanyakan keberadaan Tuhan dan meragukan kewajiban beribadah.Â
Tapi, seberapa banyak orang yang seperti itu? Sementara orang-orang seperti itu cuma sedikit jumlahnya, kita yang merasa belajarnya sudah full justru lebih cepat gegabah dan mudah sekali menuduh, "halah, cuma belajar setengah-setengah!".
Orang-orang sinis itu lupa satu hal, bahwa tidak ada satu pun di dunia ini yang benar-benar dapat kita ketahui kebenarannya secara mutlak, kecuali bahwa apa yang kita anggap benar, hanyalah benar dalam koridor kehidupan kita sebagai manusia semata, oleh konsensus kita secara universal.Â
Kalau dalam bahasanya Immanuel Kant, hanya benar dalam ruang fenomena. 2+2=4 yang bagi kita benar, belum tentu benar dan sangat mungkin keliru di ruang nomena, di hadapan Yang Maha Benar, yang tak terjangkau oleh kita.
Dari situ mestinya kita sadar, bahwa tak ada sesuatu apapun yang bisa kita pelajari secara paripurna dalam hidup ini, dan oleh karena itu, kita tidak latah meremehkan orang-orang yang belajarnya 'setengah-setengah' tadi.
Socrates saja, filsuf yang konon orangnya ganteng dan bijaksana itu, mengakui bahwa, "tidak ada yang aku ketahui, kecuali bahwa aku tahu aku tidak tahu apa-apa."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H