Beberapa waktu belakangan ini, pembahasan mengenai riba menjadi pembahasan yang cukup hangat, dan sampai menimbulkan pro dan kontra. Ada yang beranggapan bahwa bank terutama bank konvensional termasuk riba dan ada juga yang menganggap bahwa bank konvensional itu adalah riba terutama masalah suku bunga.
Di sisi lain, bunga bank yang diketahui sebagai imbal jasa pinjaman uang pada sektor lembaga keuangan dan perbankan diidentifikasi sebagai riba. Bunga ini dalam suatu periode tertentu disebut suku bunga.Â
Suku bunga merupakan tolok ukur dari kegiatan perekonomian dari suatu negara yang akan berimbas pada kegiatan perputaran arus keuangan perbankan, inflasi, investasi dan pergerakan currency. Dan biasanya negara-negara besar merupakan negara yang memiliki currency terbesar dalam transaksi di bursa. Aktivitas ekonomi yang terjadi di negara-negara tersebut memiliki pengaruh yang kuat terhadap fundamental perekonomian dunia.
Ada banyak pendapat dalam menjelaskan riba, akan tetapi secara umum riba adalah pengambilan tambahan, baik itu dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam dengan cara yang bathil, atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam. Dalam pengertian lain, secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun secara teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.
Sebelum kita lebih jauh membahas masalah riba, alangkah baiknya kita terlebih dahulu apa sebenarnya yang dimaksud dengan riba, terutama riba didalam perspektif syari'at sehingga kita akan paham apa sebenarnya riba tersebut dan bagaimana atau apa saja praktik-praktik yang termasuk riba. Sehingga setelah kita memahami secara baik riba tersebut, maka diharapkan tidak ada lagi perdebatan tentang riba tersebut dan nantinya terutama umat muslim merasa aman dan nyaman dalam menjalankan prakti-praktik ekonomi.
Secara bahasa riba memiliki arti yaitu tambahan atau azziyadah. Menurut istilah riba adalah suatu tambahan lebih dari modal asal, biasanya transaksi riba sering dijumpai dalam transaksi utang piutang dimana kreditor meminta tambahan dari modal asal kepada debitur, tidak dapat dinafikan bahwa dalam jual beli sering terjadi praktek riba, seperti menukar barang yang tidak sejenis, melebihkan atau mengurangkan timbangan atau dalam tataran. Sebagaiman Firman Allah didalam Surah Ar-Rum 30:39.
Artinya :
"Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambahpada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah..."
Bedasarkan ayat diatas sudah sangat jelas bahwasanya riba adalah menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan prsentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Contoh sederhananya adalah ketika kita meminjam uang sebesar Rp. 1000.000, namun ketika kita hendak mengembalikan kita diharuskan untuk mengembalikan sebesar Rp.1.500.000. uang 500.000 inilah yang disebut penambahan atau bunga tadi.
Riba juga merupakan sebagian dari kegiatan ekonomi yang telah berkembang sejak zaman jahiliyah hingga sekarang sistem pinjam meminjam yang ada dalam riba ini sangat menguntungkan kaum pemilik modal karena mendapatkan keuntungan yang lebih dari yang dipinjamkan. Sehingga Islam melarang adanya riba karena menumbuhkan tradisi shadaqah agar tidak ada yang teraniaya karena adanya riba.Â
Dalam kesamaan antara bunga dan riba yang dilarang dalam Al-Quraan dan hadits sulit dibantah bila pemahaman masyarakat muslim terhadap konsep yang ada dalam riba, sehingga masih banyak umat Islam bergabung dalam bank konvensional yang menggunakan sistem bunga.
Riba akan menimbulkan adanya mental pemboros yang akan menyebabkan kemalasan dalam kerja. Dan dapat menimbulkan harta tanpa adanya kerja keras yang menunggu keuntungan yang akan di dapat dari orang lain. Dan Riba juga akan membuat orang lain yang meminjam dengan adanya unsur Riba akan tersiksa secara fikiran karena memikirkan keuntungan yang
akan di kembalikan kepada orang yang meminjam dengan nominal yang dipinjamkan. Karena itu kita sebagai umat Islam harus benar-benar menjauhkan diri dengan adanya riba, agar tidak menyakiti atau menzolimi orang lain.
Kesimpulannya Islam menganjurkan agar semua orang akan bekerja dengan cara yang halal tanpa adanya kecanggungan yang berdekatan dengan adanya riba, tetapi masyarakat masih belum sadar akan kelakuan yang mereka lakukan dengan riba, karena mereka lebih mementingkan keuntungan yang di dapat dibanding akan memamhami adanya syariah Islam yang sudah di tentukan.Â
Kita sebagai mahkluk yang bermoral dan berakhlak harus memahami dan melakukan akan adanya larangan yang sudah di tentukan oleh syariat Islam. Kesulitan dalam memahami nilai-nilai Islam yang tidak mengenal dengan keuntungan yang di dapat . setiap upaya yang melihat larangan riba sebagai suatu perintah agama akan menjadikan pedoman agar tidak menyakiti orang lain .Â
Oleh karena itu Islam mempunyai pandangan yang melarang akan adanya Riba agar umat Islam bekerja keras tanpa menunggu adanya Riba dari pihak lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H