Di tahun 2016 pun tidak ada impor beras medium. Adapun impor beras 2016 impor beras per Januari-September 2016 yang mencapai 1,14 juta ton merupakan beras khusus untuk keperluan hotel, restoran, dan rumah sakit bagi penderita diabetes, bukan untuk masyarakat umum. Â
Kebenaran ini diungkapkan Wakil Ketua Komisi IV DPR, Daniel Johan. Di mana tahun ini tidak ada izin impor beras yang dikeluarkan pemerintah. Sebab, di tahun ini pemerintah telah berhasil meningkatkan produksi beras hingga 79 juta ton. Menurutnya, dengan meningkatkan produksi dalam negeri, stok beras nasional sudah cukup hingga akhir tahun ini. Bahkan, stok tersebut akan bertambah lantaran adanya panen raya pada bulan depan (Rakyat Merdeka, 20/10/2016).
Tak mengherankan, dengan capaian ini, peringkat produksi padi Indonesia di tingkat dunia berada di nomor 3. Begitu pun peringkat produksi kedelai menempati nomor 13 dunia dan produksi jagung menempati peringkat nomor 7 dunia.
Harus dicatat, kebijakan impor beras khusus merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk mengakomodasi kepentingan seluruh elemen bangsa yang harus dijamin berdasarkan amanat konstitusi. Oleh karena itu, adanya impor beras yang dimaksud di atas, tidak bisa dijadikan dasar untuk menghakimi kinerja pemerintah bahwa telah gagal mewujudkan swesembada pangan khususnya beras.
Secara logika tingkat pendidikan dasar saja, tidak mungkin dalam waktu seumur jagung (2 tahun) pemerintahan Jokowi-JK mampu mewujudkan swasembada pangan yang komoditasnya cukup beragam. Sebab, di tengah upaya peningkatan produksi dihadapkan pada berbagai faktor terutama alam yang tidak bisa diprediksi. Bahkan, tidak ada satu teori pun di dunia ini yang mengatakan membangun pertanian dapat dilakukan dengan cara instan.
Faktanya, India kini bisa lepas dari ketergantungan pangan impor atau berdaulat pangan dengan membutuhkan waktu panjang, yakni 30 tahun. Demikian juga Meksiko yang dulu sebagai negara yang rajin impor daging, kini menjadi negara pengekspor, salah satunya ke Indonesia. Oleh karena itu, dengan capaian produksi di atas, jika benar-benar memiliki niat membangun bangsa, kita harus berbesar hati untuk mengapresiasi kinerja pemerintah saat ini.
Semua pencapaian yang dibeberkan di atas merupakan hasil dari kebijakan kontroversial yang dijalankan pemerintah melalui Kementerian Pertanian di bawah komando Andi Amran Sulaiman. Kebijakan tersebut sebuah radikalisasi paradigma dalam meletakkan posisi penting sektor pertanian dalam pembangunan nasional (Gamal Institute, 2016).
Dalam 2 tahun terakhir, bentuk nyata kebijakan kontroversial tersebut yakni dengan berani merevisi berbagai regulasi yang menghambat, salah satunya mengubah sistem tender menjadi penunjukan langsung. Kebijakan lainnya perbaikan infrastruktur 3 juta ha sawah dan alat mesin pertanian (alsintan) 180 ribu unit, peningkatan penanganan on-farm dan pascapanen, perbaikan tata niaga dengan memotong rantai pasok yang terlalu panjang dari 9 menjadi 3, dan peningkatan investasi dan hilirisasi. Kebijakan pun fokus pada pengendalian impor dan mendorong ekspor.
Tak hanya itu, pemerintah pun melakukan perbaikan tata kelola dengan cara program dirancang secara sistemik dan masif, setiap kegiatan dilaksanakan dengan output terukur, pengawalan program ketat melibatkan semua unsur termasuk penegak hukum, pemantauan secara harian atau mingguan, diterapkan sistem reward and punishment. Alhasil, masalah di lapangan langsung cepat diselesaikan, birokrasi semakin transparan, bersih dan melayani petani, pengoplos pupuk diproses hukum, pelaku kartel diproses KPPU, dan penyelundupan maupun impor illegal ditangkap.
Untuk itu, agar swasembada dapat dicapai dalam jangka waktu menengah dan panjang, pemerintah teruslah konsisten menjalankan kebijakan dan program di atas. Kalau memang swasembada pangan dapat dicapai dalam waktu singkat, tentunya tidak perlu menunggu waktu yang lama.
Oleh karena itu, pemerintah harus menekan tombol kecepatan tinggi agar semua unsur di internal dan luar Kementerian Pertanian bergerak bersama membangun pertanian yang berdaulat dan menyejahterakan petani. Pembangunan pertanian harus diintegrasikan dengan budaya sehingga pembangunan pertanian berkelanjutan dapat terwujud. Bahkan, pertanian Indonesia menjadi terdepan di mata dunia karena tidak hanya unggul dalam produksi tetapi memiliki keunggulan budaya.