Kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) oleh Federal Reserve Amerika Serikat atau The Fed dalam Rapat Komite Pasar Terbuka (FOMC) menjadi 5-5,25 persen pada Rabu (3/5/2023) waktu setempat.
Pada rapat tersebut bertujuan untuk membendung inflasi serta mendorong ekonomi lebih stabil. Kenaikan tersebut diprediksi tidak akan berdampak signifikan terhadap stabilitas nilai tukar.
The Fed mengisyaratkan kebijakan moneter bisa menjadi langkah terbaru dalam kampanye pengetatan paling agresif sejak 1980-an ditengah meningkatnya risiko ekonomi.Â
Langkah tersebut dilakukan di tengah berlanjutnya volatilitas di sektor perbankan AS, sebagian didorong oleh kenaikan suku bunga dan kebangkrutan tiga bank besar Silicon Valley Bank, Signature dan First Republic.
Dengan kenaikan suku bunga tersebut, The Fed terbukti mengabaikan bahasa kebijakannya, yang pada awalnya mengatakan akan "mengantisipasi kenaikan suku bunga tambahan jika perlu" dan memasuki fase kebijakan baru dalam mengelola pemulihan ekonomi pasca-pandemi dengan mempertimbangkan kondisi kredit dan faktor risiko keuangan lainnya.
Powell mengatakan pada konferensi pers setelah rilis pernyataan bahwa inflasi tetap menjadi masalah utama.Â
Oleh karena itu, masih terlalu dini untuk mengatakan dengan pasti bahwa siklus kenaikan suku bunga telah berakhir. "Kami siap untuk berbuat lebih banyak dan keputusan kebijakan akan dibuat sesi demi sesi mulai Juni," katanya.
The Fed mengecewakan ekspektasi pasar bahwa badan kebijakan FOMC akan memangkas suku bunga tahun ini. Menurutnya, transfer seperti itu tidak mungkin dilakukan.Â
"Pandangan kami tentang komite adalah bahwa inflasi tidak akan turun dalam waktu dekat, ini akan memakan waktu," kata Powell. "Dan di dunia ini, jika prediksinya benar secara luas, tidak tepat untuk memangkas suku bunga tahun ini."
Namun, Powell mengakui bahwa praktik tersebut saat ini sangat ketat. Dia mengatakan bank sentral mungkin telah cukup melakukan kebijakan suku bunga, terutama mengingat meningkatnya tekanan pada ekonomi.