Perhitungan Insentif
KBLBB menjadi proyek besar dan bertujuan untuk pembangunan berkelanjutan. Melihat hal ini, wajar jika negara berinvestasi besar-besaran melalui insentif yang signifikan. Sayangnya, penghitungan besaran insentif masih kurang memadai.
Menghitung insentif bukan hanya soal penghematan subsidi penggunaan energi antara listrik dan bahan bakar fosil. Perbedaan keduanya hanya pada konsumsi energi yang bisa mempengaruhi daya tarik pengguna.Â
Berkat perspektif ini, penguatan stimulus tambahan OJK di perbankan mampu memberikan harapan baru untuk mengatasi kendala insentif yang menghambat KBLBB.
Empat Insentif OJK Dukung Program KBLBB di Perbankan
OJK menawarkan empat insentif untuk mendukung program KBLBB di perbankan. Pertama, melonggarkan ATMR dengan menurunkan bobot risiko kredit (ATMR) dari 75% menjadi 50% terhadap produksi dan konsumsi KBLBB. Relaksasi yang dimulai sejak 2020, kini diperpanjang hingga 31 Desember 2023.
Kedua, relaksasi penilaian kualitas kredit untuk pembelian dan/atau pengembangan industri hulu dari KBLBB dengan plafon hingga Rp.5 miliar. Hal ini didasarkan pada kesepakatan untuk membayar pokok dan/atau bunga.
Ketiga, menyediakan dana kepada debitur untuk membeli KBLBB dan/atau mengembangkan industri hulu KBLBB. Yang terakhir adalah pengecualian Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dalam rangka produksi KBLBB dan infrastruktur.
Tentunya, insentif ini akan berdampak positif bagi perbankan. Apalagi, OJK terus melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap sektor keuangan. Selain itu, juga memuat regulasi yang menjamin kelangsungan stabilitas sistem keuangan secara menyeluruh. OJK selalu memastikan bank memiliki sumber pemodalan yang memadai.
Dengan demikian, kita mampu menangkal potensi risiko dan memastikan keberlangsungan bisnis bank. Adanya insentif ini akan membantu menjaga sistem perbankan tetap sehat dan tidak terjadi komplikasi selain mempercepat pelaksanaan program KBLBB.
KBLBB dan Efisiensi Bagi Publik