Menurut data layanan Kontak OJK 157 hingga 30 Desember 2022, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerima 315.783 layanan, dari jumlah tersebut sebesar 14.764 berupa aduan. Dan 92 aduan berindikasi pelanggaran, sebesar 3.018 telah didaftarkan ke Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) Sektor Jasa Keuangan (SJK).
Dari jumlah aduan tersebut, 7.419 berasal dari sektor perbankan, 7.252 dari sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB), dan sisanya dari sektor Pasar Modal.
Mari kita lihat data menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Pada tahun 2022, YLKI menerima 882 aduan konsumen. Fakta menunjukkan, data aduan meningkat sebesar 64,86% dibandingkan tahun lalu yang berjumlah 535 aduan. Lebih memprihatinkan, SJK mendapatkan skor tertinggi, yakni 32,9%.
Mungkinkah ketiadaan perlindungan hak masyarakat sebagai konsumen masih terabaikan?Â
OJK sebagai Lembaga yang melaksanakan fungsi pengawasan, pengaturan, dan perlindungan di SJK tentunya tak tinggal diam. OJK sejak 2013 terus menerus mengeluarkan, memperbaharui dan mengembangkan peraturan untuk menjalankan fungsinya.
Pada dasarnya, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan atau POJK diterbitkan untuk tujuan dan semangat yang baik. Dengan adanya POJK inilah, kewajiban prinsip keterbukaan maupun transparansi terkait informasi produk maupun layanan SJK semakin jelas.
Dalam tulisan kali ini, saya akan membahas khusus terkait POJK dalam lingkup perlindungan konsumen. Awalnya, OJK menerbitkan POJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen SJK dengan menerapkan prinsip-prinsip perlindungan konsumen yaitu transparansi, perlakuan adil, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data/informasi konsumen, serta penanganan pengaduan maupun penyelesaian sengketa konsumen yang sederhana, cepat dan hemat biaya.
Pengaturan terkait LAPS SJK dalam POJK No. 1/POJK.07/2014, kini telah dicabut dan diganti dengan POJK No. 61/POJK.07/2020.Â
LAPS merupakan lembaga yang menyelesaikan sengketa SJK tanpa pengadilan. LAPS juga mempunyai tugas dan wewenang antara lain konsultasi, penelitian, dan pengembangan layanan penyelesaian sengketa, termasuk melakukan pengembangan kompetensi mediator dan arbiter secara independen, cepat, terjangkau, adil, dan efisien.
Lagi-lagi, OJK terus berkomitmen dan melaksanakan kewajibannya untuk terus memperkuat dalam upaya memberikan perlindungan konsumen. Pada 18 April 2022, kembali diterbitkan POJK No. 6/POJK.07/2022 terkait Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di SJK untuk menggantikan peraturan sebelumnya yaitu POJK 1/POJK.07/2013.
Dasar regulasi berubah tidak lain karena perkembangan inovasi dan teknologi bergerak pesat dan dinamis yang ditandai munculnya pelaku usaha baru melalui pemasaran, pemanfaatan produk, layanan secara online, hingga perjanjian yang dibuat secara elektronik.
Hal lain, juga karena adanya peraturan dan kebijakan baru di sektor keuangan yang perlu didukung melalui penguatan perlindungan konsumen sebagaiman telah saya uraikan di awal.
Pengaruh Perubahan POJK dengan Kondisi Perbankan
Sejatinya, pengawasan turut dilakukan terhadap kinerja perbankan. Hal ini bertujuan untuk mencegah kerugian perbankan yang bisa berujung pada hilangnya kepercayaan masyarakat.
Selain itu, pengawasan juga dilakukan untuk mendorong terlaksananya fungsi bank sebagai lembaga intermediasi sekaligus saluran transmisi moneter.
Penerbitan dan perubahan POJK tentunya memberikan dampak baik bagi kondisi dan perkembangan perbankan. Pasalnya, dengan perlindungan konsumen dan masyarakat yang semakin kuat, dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat sebagai nasabah dalam menggunakan layanann perbankan.
Substansi penyempurnaan berhasil memperkuat perlindungan konsumen dan masyarakat yang termuat dalam POJK Nomor 6/POJK.07/2022. SJK memiliki kewajiban untuk memberikan waktu cukup bagi setiap konsumen dan masyarakat untuk memahami dan menelaah perjanjian sebelum memutuskan untuk menyetujuinya.
Dengan kata lain, konsumen dan masyarakat memiliki jeda waktu setelah penandatanganan perjanjian terhadap layanan maupun produk yang mempunyai jangka waktu panjang serta bersifat kompleks.Â
Selain itu, OJK memiliki kewenangan bersikap tegas dalam melakukan dan memberikan perlindungan konsumen dan masyarakat, tak terkecuali pengawasan market conduct sebagai perwujudan implementasi UU RI No 21 Tahun 2011 pasal 28-30 tentang OJK.
Untuk melindungi konsumen dan masyarakat, UU tersebut mengatur kewenangan OJK dalam tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat, membuka layanan pengaduan konsumen hingga memberikan pembelaan hukum.
Melalui penguatan prinsip perlindungan konsumen dan masyarakat melalui edukasi yang memadai, dapat meningkatkan kemampuan konsumen dan masyarakat memilih produk maupun layanan SJK. Sehingga, konsumen dan masyarakat yakin menjadikan sektor perbankan maupun jasa keuangan lainnya untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik.
Perubahan POJK ke arah yang lebih baik dapat mewujudkan sistem keuangan negara lebih stabil dan berkelanjutan untuk melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat di seluruh lini kegiatan perbankan. Sehingga Ketahanan Perbankan tetap terjaga. (*)