Lahirnya POJK 11/2022 selain meningkatkan transformasi digital di sektor perbankan, sekaligus menguatkan pengawasan bagi lembaga jasa keuangan. Â Harapannya, transformasi digital bisa terlaksana secara cepat dan menyeluruh.
Sebut saja pengaturan terkait manajemen risiko, aspek data, kolaborasi teknologi, dan tatanan institusi. Apabila penyempurnaan pengaturan tersebut bisa dilakukan secara optimal, nyatanya  berpengaruh baik terhadap tata kelola manajemen risiko operasional yang sebelumnya dilakukan secara konvensional.
Jika sudah demikian, bank semakin mudah menjalankan kegiatan operasionalnya dan berdampak pada peningkatan layanan kepada masyarakat. Ya jelas saja, kinerja jadi lebih terarah, fokus, dan praktis. Sumber daya menjadi lebih hemat, waktu lebih singkat dan layanan menjadi lebih cepat.
Hanya saja, kelebihan ini bisa dicapai apabila bank mampu mengemban tugas perkembangan teknologi secara optimal. Di sisi lain, otomasi operasional perbankan melalui pemanfaatan teknologi pastinya menekan kebutuhan pegawai untuk mendukung operasional perbankan.
Apabila tak segera mendapatkan solusi, dampaknya ada banyak sumber daya manusia yang bakal kehilangan pekerjaan. Tentu ini bisa meningkatkan angka pengangguran di Indonesia.Â
Oleh karena itu, supaya penerapan POJK 11/2022 mampu menjaga kontinuitas operasional perbankan secara baik, harus diimbangi dengan strategi baru dalam proses rekrutmen pegawai melalui pola keterampilan baru.
Apa yang harus dilakukan perbankan?
Selain beberapa hal di atas, sebenarnya masih ada banyak upaya lainnya yang bisa perbankan lakukan dalam menghadapi kelebihan dan kekurangan penerapan POJK 11/2022. Mulai dari menguji keamanan, menilai tingkat maturitas keamanan, hingga membuka layanan luas terkait pelaporan insiden siber.
Menyangkut sumber daya manusia, bank harus segera menyiapkan organisasi baru yang lebih agile untuk mengimbangi transformasi digital. Baik itu digitally leadership maupun digital- minded talent. Perbankan harus bisa meningkatkan kualitas sehingga organisasinya lebih memadai.
Upaya lainnya yang perlu perbankan lakukan yaitu menerapkan budaya organisasi dengan orientasi digital. Upaya yang satu ini memang membutuhkan proses. Tak mengherankan, karena menggeser budaya lama menjadi budaya organisasi dengan pola baru memang membutuhkan adaptasi yang pada akhirnya menjadi pengalaman baru dalam culture journey.
Selain itu, perbankan juga harus bisa menciptakan desain organisasi yang mampu mendukung kelancaran transformasi digital. Hal inilah yang OJK harapkan dalam penerapan POJK 11/2022 agar ketahanan perbankan tetap terjaga. (*)